Bang Long

Bang Long

Bismillah,
September ini, sapaan Bang Long menjadi viral. Sapaan ini mengacu pada tokoh pejuang hak Melayu Rempang bernama Iswandi bin Muhammad Yakup yang memperjuangkan hak 16 kampung tua yang akan digusur. Pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, tokoh pejuang ini divonis sebagai pemberontak. Pada zaman merdeka, mereka dicap sebagai provokator. Padahal, pemberontak dan provokator berlawanan dengan pejuang hak rakyat. Karena ketokohan inilah, sapaan Bang Long menjadi sebutan, baik lisan maupun tertulis. Bang Long merupakan suatu sapaan kekerabatan bangsa Melayu.

Bangsa Melayu memiliki berbagai sapaan kekerabatan. Sapaan kekerabatan ini berfungsi sebagai sapaan kehormatan. Menghormati kerabat dan orang lain merupakan suatu pekerti luhur bangsa ini. Melalui sapaan kehormatan, interaksi sosial terasa dekat. Keakraban terjalin kuat. Bahkan, persatuan dan kesatuan bisa berakar dan terbangun melalui sapaan kekerabatan. Sapaan kekerabatan itu bisa terjadi di dalam keluarga, masyarakat, dan instansi.

Sapaan Long, misalnya, masih hidup di tengah bangsa Melayu yang diambil dari kata sulung. Sulung berarti pertama, awal, atau terdahulu. Dari diksi Long, sapaan kekerabatan itu bisa menjadi beragam asa sapaan. Pak Long untuk menyapa Saudara tertua lelaki dari Emak atau Abah. Mak Long untuk menyapa Saudara tertua perempuan dari Emak atau Abah. Begitu pula dengan sapaan Tok Long dan Nek Long untuk menyapa Atuk atau Nenek tertua lelaki dan perempuan. Kak Long untuk menyapa Saudara tertua perempuan. Bang Long untuk menyapa Saudara tertua lelaki dalam hubungan adik-beradik.

Anak sulung senantiasa menjadi simbol kekuatan, kepemimpinan, dan disiplin yang kuat. Selain itu, jatidirinya lebih bertanggungjawab, paling dewasa, dan teladan bagi yang lain. Anak sulung adalah pelindung (pengayom). Bahkan, dia akan menjadi tulang punggung keluarga. Anak sulung menjadi andalan dalam keluarga. Tentu saja itu bukan tugas yang mudah. Dia merupakan simbol ketegaran, ketegasan, dan kegigihan. Bang Long bukan hanya sapaan kekeluargaan. Frasa ini mengalami perluasan pemakaian. Sapaan Bang Long juga bisa digunakan bukan dalam hubungan keluarga sedarah. Bang Long bisa dimaknakan sebagai orang yang ditokohkan/dituakan.

Hari itu, Rempang semakin panas. Cuaca panas. Hati panas. Suasana pun menggelegak. Bang Long berdiri tegap di tengah keramaian. Setiap hujah dari mulutnya menjadi keris dan peluru. Dia menghantam kerakusan di rumah kaca. Hujahnya bagai bara baja yang melelehkan kebekuan rasa. Hiruk-pikuk menggema di jembatan, sekolah, dan jalan raya. Kampung tua dalam nestapa yang nyata.

Bangsa Melayu memang terkenal dengan santun dan sopannya. Mereka tidak akan mengganggu jika tak diusik. Lebah menjadi ibarat bangsa Melayu. Madunya bisa bisa disambil, tetapi jangan sampai mengusiknya. Dalam berbahasa, bangsa besar ini petah berlemah-lembut penuh kiasan. Ada tiga peribahasa yang meluncur dari Bang Long dalam mempertahankan hak Kampung Tua.

Pertama, kera di hutan disusukan, anak di rumah mati kelaparan. Peribahasa ini menggambarkan bahwa bangsa Melayu rela berkorban untuk orang lain. Mereka sanggup meninggalkan urusan pribadi demi mengutamakan kepentingan orang lain, baik secara pribadi maupun bersama. Kera merupakan simbolisasi kerakusan orang lain yang diikhlaskan untuk menikmati susu sebagai simbol rezeki. Begitulah kebaikan Melayu. Karena kebaikan itu, anak sebagai simbol generasi tidak mendapat tempat sebagai subjek, tetapi hanya sebagai penonton sehingga disimbolkan dengan mati kelaparan. Peribahasa lain mengatakan bagai ayam mati di lumbung padi.

Kedua, berbuat baik berpada-pada, berbuat jahat jangan sekali. Peribahasa ini mengingatkan kita untuk senantiasa berbuat baik. Berbuat baik sangat dianjurkan, tetapi mesti berhati-hati juga berpada-pada), atau tidak berlebihan. Dalam berbuat baik pun, kita harus melakukan dengan siasat untuk berwaspada agar tidak dipandang sebelah mata. Sementara itu, bangsa Melayu menganjurkan agar sama sekali tidak melakukan perbuatan jahat. Pembelaan hak bukanlah suatu kejahatan.

Ketiga, raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah. Alim berarti orang berilmu dan saleh. Raja (pemimpin) alim bermakna raja berilmu dan saleh. Raja berilmu dan saleh tidak akan pernah menyakiti rakyatnya. Pemimpin alim akan menjadi pohon rindang bagi rakyatnya di tengah terik padang tandus. Dia menjadi air bagi rakyatnya yang dahaga. Karena itu, pemimpin alim senantiasa akan dihormati dan disanjungi oleh rakyatnya. Sementara itu, zalim berarti orang yang bengis, kejam, tidak adil, dan berperangai aniaya terhadap diri sendiri dan orang lain. Raja zalim bermakna pemimpin yang dengan kekuasaannya merampas hak-hak rakyatnya untuk kepentingan tertentu. Sebab zalim itulah, maka raja zalim akan mendapat padah, yaitu perlawanan (sanggah) dari rakyat.

Jage Bang Long kalian,” pesan Emak Pertiwi. ”Bebaskan die. Die bukan penjahat. Die itu pejuang rakyat. Mereke yang kalian panggil Bang Long itu adelah Panglima Marwah Sejati,” mata Emak Pertiwi mengalirkan kepedihan sambil berharap Rempang masih seperti semula.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 03 Rabiul Awal 1445 / 19 September 2023

Baca: KTIQ

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews