Kepala

Bang Long

Bismillah,
”Kampung kita ini pernah dihebohkan dengan kepala terbang,” tiba-tiba Emak menyela.
”Kalau kapal terbang, biasalah, Mak?” Hamba menimpali.
”Kepala terbang, bukan kapal terbang,” Emak menegaskan lagi.

Tentu saja Hamba bingung apa maksudnya. Emak berkisah. Kepala terbang itu penanggal atau pelesit. Setan berwujud manusia. Kerjanya menghisap darah. Manusia yang menyatu dengan setan ini, biasanya perempuan. Dia menghisap darah perempuan yang baru melahirkan atau bayi yang baru lahir. Inilah ilmu pengasih. Perempuan yang dikuasai ilmu setan ini, kepala yang menyatu dengan ususnya bisa terbang sambil mencari mangsa. Badan ditinggalkannya pada suatu tempat aman. Bisa ditinggalkan di rumah atau di suatu tempat tersembunyi dari warga.

Hamba gerun menyimak kisah Emak. Kisah Emak di malam pekat dan dingin itu membuatku merinding. Hamba membeku. Hanya kepala Hamba bergerak kanan-kiri sambil menoleh. Mana tahu ada kepala terbang menghampiri dan menghisap darahku.

Dalam istilah anatomi, kepala merupakan bagian rostral. Kepala menjadi bagian terpenting juga selain hati. Di bagian kepala, ada empat alat indera, yaitu penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan penciuman. Selain itu, menurut ahli otak, di kepala tersimpan prosesor berpikir. Akal. Kepala dan bagian-bagiannya inilah yang pada hakikatnya membedakan antar manusia.

Kepala kita berada pada posisi tertinggi. Ibarat gunung, kepala adalah puncak. Kepala ibarat kemuliaan atau kehormatan. Kita akan merentang jika seseorang mempermainkan kepala kita. Amarah mudah terpancing jika kepala kita menjadi sasaran gurauan, apalagi rundungan. Kepala laksana mahkota ujian kesabaran bagi manusia.

”Ketahuilah bahwa sabar jika dipandang dalam permasalahan seseorang ibarat kepala pada tubuh. Jika kepalanya hilang, maka seluruh tubuhnya itu akan membusuk. Sama halnya jika kesabaran hilang, seluruh permasalahan akan rusak,” begitu kata bijak Ali bin Abi Thalib.

Umumnya, kepala merujuk kepada pemimpin. Kepala negara. Kepala daerah. Kepala wilayah. Kepala Dinas. Kepala Badan. Kepala kantor. Kepala bagian. Kepala Desa. Kepala Keluarga. Jika kita deretkan, kepala-kepala itu akan berjejer di sepanjang jalan. Kepala-kepala itu melapah hutan, melanyak jalan, terbang ke udara, atau menyelam di kedalaman lautan. Kepala-kepala kita bagaikan penanggal yang terbang. Ada juga kepala yang mengeras seperti batu.

”Jangan menjadi kepala batu. Tak elok juga kalau memikul di bahu, menjunjung di kepala,” pesan Emak khusus buat Hamba. Hamba berusaha memegang pesan itu dengan hati.

Kepala mesti diseimbangkan dengan hati. Kepala dan hati bak dua sisi duit logam. Saling mengisi dan saling melengkapi. Kepala pada satu sisi, hati di sisi lain. Karena dua sisi itu, duit logam menjadi indah. Pemimpin seumpama kedua sisi itu. Manusia sebagai pemimpin mesti menyeimbangkan kedua sisi tersebut.

”Hati dan kepala yang baik akan selalu menjadi kombinasi yang dahsyat,” ungkap Nelson Mandela.

Bukan cuma perut, kepala pun mesti disubsidi. Kalau perut perlu makanan bergizi tinggi,kepala pun semestinya diisi dengan ilmu-ilmu bergizi tinggi. Jika untuk mengisi perut rakyat harus disubsidi, untuk mengisi kepala rakyat pun selayaknya disubsidi dengan masif. Selain isi hati yang utama, mutu seseorang itu pun ditentukan isi kepalanya. Seandainya kepala mesti diisi dengan darah seperti penanggal, waduh, tentu rakyat akan tunggang-langgang dikejar kesengsaraan.

Kepala kita membawa sesuatu yang sangat besar. Sesuatu yang sangat besar di dalam kepala itu bukanlah bongkahan beban, tetapi yang dengan fungsinya bisa meringankan beban. Sesuatu yang besar itu lebih mulia daripada logam mulia jika kita menggunakannya dengan kemuliaan. Sesuatu yang sangat besar itu bukanlah bentuk fisik otak, tetapi bentuk psikis, yaitu akal, ide, dan gagasan.

”Kalian ke sini membawa otak?” Hamba bertanya kepada mahasiswa. Mahasiswa diam. Bingung. Dalam hati mereka tentu saja menjawab iya karena semua orang punya otak.

”Tahukah kalian, meskipun semua orang punya otak, tapi tidak semuanya punya akal,” Hamba diam sejenak. ”Mari kita berpikir,” lanjut Hamba. Hamba tahu bahwa mengajak orang untuk berpikir tidak semudah mengajak orang untuk makan. Mendaki kepala lebih sesak daripada mendaki perut.

Kepala menjadi sesuatu yang sakral. Kepala bisa menjadi suatu yang menggerunkan. Kepala pun bisa menjadi suatu yang terhormat. Kata Emak, dalam kehidupan ini, kita perlu rasa, sahabat, dan hidup yang nyaman. Karena itu, kalian jangan mengepit kepala harimau.

Emak melanjutkan kisah. Setiap ada yang melahirkan, kepala terbang itu terus bergentayangan. Dia melakukan teror kepada orang-orang yang memperoleh kebahagiaan. Kepala terbang itu ingin menghisap darah-darah kebahagiaan. Dia ingin meneguk kenikmatan dan menggantikannya dengan kesengsaraan bagi orang lain. Namun dia lupa, letak badannya telah diubah oleh warga.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 22 Rabiul Awal 1444 / 18 Oktober 2022

Baca : Perut

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews