LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Partai Ummat Provinsi Riau merasa mendapat hadiah kampanye gratis ketika adanya gerakan oleh pihak yang sangat berkuasa untuk menghadang partai ini dapat ikut Pemilu 2024.
“Selain pemberitaan, kita malah akhirnya dapat nomor urut 24. Double 24. Dapat 24 bersanding. Jadi pada 2024 nanti tinggal pilih nomor 24. Alhamdulillah,” ucap Fauzi Kadir, Ketua DPW Partai Ummat Riau saat menggelar syukuran di Mutiara Merdeka Hotel Pekanbaru, Selasa 10 Januari 2023 kemarin.
Acara tasyakuran ini, selain dipenuhi para kader, yang diisi tausiyah politik Dr Saidul Amin MA – Rektor Umri, juga hadir para tokoh, ulama, kaum adat Melayu Riau serta aktivis dan para simpatisan Indonesia Berubah.
Di antara tokoh yang hadir, mantan Gubernur Riau Anas Maamun, mantan Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir, mantan Sekda Provinsj Riau Wan Syamsir Yus, juga Ketua LAM Riau.
Fauzi Kadir mengatakan, penghadangan terhadap partai ini untuk dapat ikut Pemilu seperti apa yang orang dengar dan lihat lewat pemberitaan yang beredar. “Sangat kuat upaya itu. Tetapi ini pula menjadi takdir partai ini, Allah tetap memberi jalan yang terbaik.”
Menurut Fauzi, Ummat tetap konsisten menperjuangkan perubahan dari kondisi negeri sekarang, ini sudah berlangsung sejak lama. “Sebelum partai ini resmi ikut jadi peserta Pemilu 2024, kontrol saya terhadap pemerintahan jalan terus. Terutama pada kondisi Indonesia di daerah Riau ini dulu.”
Dari kekritisan ini, kata Fauzi, antaranya sudah dapat menghentikan penambangan pasir bermasalah di pesisir Riau, yang entah bagaimana awal dan prosesnya, sebelum dihentikan penambangan ini sudah banyak dapat mengeruk dan sangat merugikan dan merusak lingkungan di kawasan ini.
Politik Serai atau Garam?
Dr Saidul Amien MA dalam tausiyah politiknya mempertanyakan tekad dan hasrat Partai Ummat ini, ingin berkiprah model permainan Politik Serai atau permainan Politik Garam?
Serai, tambah Saidul Amin, sangat menentukan rasa sebuah masakan, tetapi ketika masakan dihidangkan sosoknya lalu dibuang. “Sedangkan garam, juga sangat menentukan rasa masakan, kalau tidak ada garam masakan akan menjadi hambar. Tetapi dihidangkan ke mana garam tidak bisa dibuang walaupun sosoknya tidak ditampilkan,” kata ustadz kondang ini.
Dalam kekuasaan, menurut Saidul Amin, ada leader dan ada sekadar politikus, dan keduanya sama-sama mempertimbangkan dan memperhitungkan lima tahun ke depan serta lima tahun sesudahnya.
“Seorang polikus berpikir, bisa duduk atau tidak untuk lima ke depan. Sedangkan seorang leader berpikir, apa yang bisa dia buat untuk rakyatanya, yang tinggalkan setelah duduk lima tahun kekuasaannya,” ujar Saidul. ***
