CERPEN: Membeli Gosip di Rumah Bu Ratih

Ilustrasi

SELEPAS suaminya berangkat kerja, Ara segera mengambil dompet di dalam lemari, mengunci pintu rumah, lalu pergi ke rumah Bu Ratih dengan langkah yang tergesa-gesa. Bagaimanapun caranya, hari ini dia harus menjadi orang pertama yang membeli gosip di Rumah Bu Ratih, seperti pagi-pagi sebelumnya. Dia semakin mempercepat langkah kakinya, seakan tak sabar ingin segera mendengarkan gosip terhangat pagi ini dari mulut Bu Ratih.

Bu Ratih merupakan penjual gosip di kampung Ara. Bu Ratih sengaja membanderol harga untuk setiap gosip yang dia punya. Karena biasanya setiap informasi yang dia sampaikan merupakan fakta yang tertunda. Setiap gosip yang Bu Ratih jual dibanderol dengan harga yang berbeda-beda, tergantung dari seberapa heboh informasi yang Bu Ratih punya dan akan dia sampaikan. Tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana cara Bu Ratih bisa mendapatkan semua informasi itu. Tetapi yang jelas Ara merupakan salah satu pembeli tetap Bu Ratih dan dia siap membayar berapapun nominalnya demi mengetahui semua gosip di kampung ini.

“Berapa harga untuk gosip hari ini? ” tanya Ara ketika sampai di rumah Bu Ratih. Mereka berdua duduk di ruang tamu.

“Hanya sepuluh ribu saja. Karena gosip hari ini tidak terlalu mengejutkan,” jawab Bu Ratih.

Ara mengangguk lalu mengeluarkan uang sepuluh ribuan dari dalam dompetnya dan menyerahkannya pada Bu Ratih. “Baiklah, katakan sekarang. Gosip apa yang Bu Ratih punya hari ini? ”

“Kali ini tentang rumah tangga Pak Rahman dan Bu Keke. Kemarin, mereka kembali bertengkar…”

“Ah, gak asik gosipnya. Mereka berdua kan sudah sering bertengkar,” ucap Ara memotong omongan Bu Ratih. “Kan dari awal saya sudah bilang kalau gosip hari ini tidak terlalu mengejutkan. Tetapi, tunggu dulu. Meski begitu, pertengkaran mereka berbeda dari sebelumnya.” lanjut Bu Ratih.

Ara mengerutkan kening bingung. “Maksudnya, berbeda bagaimana?. ”

“Biasanya kan mereka bertengkar karena masalah uang. Kali ini, mereka bertengkar karena Pak Rahman ketahuan selingkuh dengan janda desa sebelah. Hanya saja, saya belum tahu pasti apakah informasi ini valid atau tidak. Saya akan cari tahu lagi nanti.”

Ara menganggukkan kepala lalu bangkit dari duduknya. “Jika Bu Ratih sudah menemukan alasan yang jelas dibalik pertengkaran mereka kemarin, segera hubungi saya. Masih hafal nomor saya kan? ” tanya Ara. Bu Ratih mengangguk.

Ara kemudian pamit pulang, mengingat masih banyak pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan sebelum suaminya pulang. Di luar rumah Bu Ratih, Ara sempat bertemu dengan para Ibu kampung yang lain. Dia melempar senyum dan menyapa mereka sebentar. Ara tahu, mereka semua pasti datang untuk membeli gosip, sama seperti dirinya tadi. Tetapi sayangnya, dia tidak bisa berlama-lama di sana dan harus segera pulang.

Sesampainya di rumah, Ara segera memulai pekerjaan rumahnya, mulai dari menyapu dan mengepel rumah, mencuci pakaian, hingga mencuci piring. Setelah semua pekerjaan rumahnya selesai, Ara berleha-leha di kamar. Pikirannya kembali teringat dengan gosip hari ini. Mungkinkan Pak Rahman bermain api di belakang Bu Keke? Kalau ternyata gosip itu benar, parah sih. Menurut pendapat pribadinya, apapun alasannya, perselingkuhan bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan.

Ara mengecek ponselnya beberapa kali. Dia berharap Bu Ratih segera memberikan kepastian terkait alasan dibalik pertengkaran Pak Rahman dan Bu Keke kemarin. Hingga tak lama kemudian, muncul notifikasi pesan dari Bu Ratih. Bu Ratih membenarkan bahwa Pak Rahman selingkuh dari Bu Keke. Seketika, Ara merasa kesal dan tak terima.

Memangnya, apa kurangnya Bu Keke? Dia masih tetap kelihatan cantik meski usianya sudah tak lagi muda. Selain itu, Bu Keke juga orang yang sangat baik sekaligus pintar memasak. Minusnya, dia hanya sedikit cerewet untuk urusan uang. Tetapi, bukankah itu wajar?

Meninggalkan masalah rumah tangga Pak Rahman dan Bu Keke, keesokan harinya Ara kembali mendatangi rumah Bu Ratih. Tentunya dia datang untuk mendengarkan gosip terbaru dari mulut Bu Ratih.

“Gosip hari ini cukup menggemparkan. Jadi, harganya mahal,” ucap Bu Ratih.

“Memangnya berapa? ”

“Tiga ratus ribu,” jawab Bu Ratih ragu-ragu.

“Hah? Mahal sekali?. ”

“Kalau tidak mau beli juga tidak papa”

“Eh, bukan begitu. Saya hanya terkejut ketika mendengar harganya tadi,” ujar Ara. Dengan ragu, Ara mengambil uang dari dalam dompetnya lalu menyerahkan uang tersebut pada Bu Ratih. “Ini uangnya. Sekarang katakan, gosip apa yang Bu Ratih punya hari ini? ”

“Hari ini tentang Bobby, anak Pak Lurah. Ternyata, selama ini dia sering berjudi, main cewek, dan mabuk-mabukan. Dia juga sering membentak kedua orang tuanya apabila keinginannya tidak terpenuhi. ”

Ara terkejut mendengarnya. “Tidak mungkin. Bukankah Bobby itu anak baik-baik?. ”

“Halah, itu mah pencitraan saja. Sebenarnya dia tidak seperti itu.”

Ara terkejut setengah mati. Pasalnya, selama ini Bobby selalu berperilaku baik di depan para warga. Bobby selalu sholat berjamaah di masjid, gemar menasehati warga, suka berbagi pada sesama, dan terlihat sangat menyayangi kedua orang tuanya. Ara sama sekali tak menyangka bahwa semua itu hanyalah pencitraan saja. Gosip ini sungguh mengejutkan dirinya, pantas saja jika Bu Ratih membanderol harga yang sangat mahal untuk gosip hari ini.

Seperti biasa, Ara tidak bisa berlama-lama di rumah Bu Ratih dan harus segera pulang. Dia harus segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Sesampainya di rumah, Ara baru menyadari bahwa uang bulanan yang diberikan oleh suaminya sudah mulai menipis. Padahal, ini baru pertengahan bulan. Ini semua pasti karena setiap hari dia selalu membeli gosip di rumah Bu Ratih. Uang yang seharusnya dia gunakan untuk membeli bahan-bahan dapur dan membayar tagihan listrik, justru dia gunakan untuk membeli gosip di rumah Bu Ratih.

Mau tak mau, Ara harus meminta uang lagi kepada suaminya itu. Karena dia sendiri tak punya uang simpanan saat ini. Dia juga tak mau kalau harus berhutang kepada tetangga hanya untuk menutupi kekurangan. Walaupun resiko terburuknya adalah dia akan dimarahi habis-habisan oleh suaminya.

Sore itu, Ara bertengkar hebat dengan suaminya. Keduanya saling meninggikan suara, seakan tak peduli lagi dengan para tetangga yang bisa saja mendengar pertengkaran mereka. Suami mana yang tak marah ketika mengetahui Istrinya telah menggunakan uang bulanan yang dia berikan untuk membeli sebuah gosip yang tak berfaedah. Sementara, Ara merasa tak terima ketika suaminya terus membentak dan menyalahkan dirinya untuk sebuah kesalahan yang sudah dia sesali itu. Terlebih, Ara juga sudah meminta maaf kepada suaminya itu.

Pagi harinya, Ara tak berniat pergi ke rumah Bu Ratih. Kemarin, dia sudah berjanji kepada suaminya untuk tidak lagi membeli gosip di rumah Bu Ratih. Ketika sedang menyapu halaman rumah, Ara bertemu dengan Para Ibu kampung yang lain.

“Dari mana, Bu?. ”

“Kami semua dari rumah Bu Ratih. Seperti biasa, untuk membeli gosip di sana,” jawab seorang perempuan berkerudung merah.

“Gosip siapa yang Ibu-Ibu beli hari ini?.” Tanya Ara kepo. Bukannya menjawab pertanyaan Ara, mereka malah saling berbisik satu sama lain. Beberapa di antara mereka juga terlihat seperti sedang meledek Ara.

“Kamu habis bertengkar dengan suamimu ya kemarin?.” Tanya seorang perempuan berambut pendek dengan nada meledek. Ara menelan ludah. Dia terdiam cukup lama.

“Apakah kalian baru saja membeli gosip tentang rumah tangga saya di rumah Bu Ratih? .” ***

—————————–
Nadia Yasmin Dini adalah mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia tinggal di Surabaya.*

B aca: Negeri yang Dikepung Airmata

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews