Riau  

LAMR Sesalkan Unjuk Rasa Bentangkan Spanduk Provokatif di Balai Adat

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyesalkan unjuk rasa dengan cara membentangkan spanduk bernada provokatif oleh mereka yang mengklaim sebagai sembilan Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Kecamatan se-Kota Pekanbaru di Balai Adat Melayu Riau, Jumat (13/3/2020) lalu.

Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar, dalam menyampaikan keberatan dan penolakan terhadap hasil Musyawarah Daerah (Musda) LAMR Kota Pekanbaru yang dilaksanakan pada 6 Maret 2020 lalu. LAMR menyesalkan tindakan ini karena aneh serta tidak sesuai adat dan budaya Melayu yang menempuh cara arif bijaksana dalam menyelesaikan masalah.

Datuk Seri Syahril didampingi Timbalan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Drs. H.R. Marjohan Yusuf dan sejumlah pengurus LAMR lainnya mengatakan, melaksanakan Musda dan mengambil kebijakan LAMR Pekanbaru namun yang dihajar  justru LAMR Provinsi.

“Ini jelas salah alamat. Kalau mereka itu mengatakan dirinya orang adat maka tidak layak membuat LAMR Provinsi seperti itu dengan datang menghujat dan membawa sepanduk,” katanya, Kamis (19/3/2020).

Apalagi, sambungnya, mereka yang datang mengaku sebagai pengurus LAMR pada tingkat kecamatan di kota Pekanbaru tentu harus menunjukkan sikap yang sesuai dengan adat istiadat orang Melayu.

Menanggapi adanya keberatan dan penolakan mereka yang mengklaim sebagai sembilan Ketua DPH LAMR Kecamatan di Kota Pekanbaru terhadap hasil Musda LAMR Kota Pekanbaru karena tidak pernah diajak atau diberitahukan tentang pelaksanaan Musda LAMR Kota  Pekanbaru, Datuk Seri Syahril menilai Musda LAMR Kota Pekanbaru sudah dipandang tidak bermasalah karena enam dari sembilan Ketua DPH LAMR Kecamatan sebelumnya sudah mengundurkan diri.

Pengunduran ini dibuktikan dengan adanya surat pernyataan di atas segel. Sementara tiga Ketua DPH LAMR Kecamatan di Kota Pekanbaru berdasarkan hasil evaluasi LAMR Kota Pekanbaru sudah tidak aktif.

“Bagi pengurus atau ketua LAMR di semua tingkatan kalau dipandang tidak aktif bisa diberhentikan. Tidak mereka saja, kamipun bisa diberhentikan dengan mosi tidak percaya,” jelasnya.

Bagaimana mereka yang sudah menyatakan mundur memprotes Musda ini, kata Datuk Seri Syahril, aneh adanya aksi membentang spanduk di Balai Adat Melayu Riau dalam menyampaikan keberatan dan penolakan terhadap hasil Musda LAMR Kota Pekanbaru.

“Jika sudah mengundurkan diri mengapa pula marah jika Musda LAMR Kota Pekanbaru digelar dan mengapa pula LAMR Provinsi didemo dan dikata-katai. Itu  artinya, tidak mampu menempatkan sesuatu sesuai alur dan patutnya,” ujar Datuk Seri Syahril.

Menurut dia, menyalahkan LAMR dalam permasalahan ini tidak tepat sasaran karena semestinya mereka meminta bantuan LAMR untuk melakukan mediasi sehingga permasalahan ini dapat dicari jalan penyelesaian.

“Ini LAMR Provinsi yang dipersalahkan, apalagi mereka yang mengaku sebagai pengurus LAMR, masa menyampaikan harus pakai unjuk rasa. Kalau orang adat tidak mungkin berbuat seperti itu,” tegas Datuk Seri Syahril.

Datuk Seri Syahril mempersilakan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan Musda LAMR Pekanbaru jika ingin melakukan mediasi untuk datang ke Balai Adat Melayu Riau.

“Jika ingin melakukan mediasi lain persoalan datanglah ke Balai Adat Melayu Riau akan kami tampung tetapi tidak mesti berbuat macam itu,” kata Datuk Seri Syahril.

Sementara itu Ketua Lembaga Bantuan Hukum LAMR Wismar Harianto, SH mengingatkan unjuk rasa yang dilakukan di Balai Adat Melayu Riau, Jumat (13/3/2020), yang diwarnai dengan aksi pembentangan spanduk di halaman Balai Adat Melayu Riau sebagai suatu pelanggaran.

“Kejadian ini sungguh kami sesalkan karena secara adat LAMR bukan tempat untuk didemo-demo, namun datanglah secara beradat,” ujar Wismar. (rls)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *