Puisi Puasa: Ramadankan Aku pada Sepuluh Malam Kedua

Bang Long

”JANGAN sampai puase yangyok,” begitu Emak berpesan,”bepuase, tapi dah sampai jam siang, buka periok.”

Semoga kita meraih berkah dan rahmah dari Allah Taala pada sepuluh malam pertama. Kini, kita telah berada pada sepuluh malam kedua. Ramadankan Aku pada Sepuluh Malam Kedua merupakan puisi yang juga terangkum dalam buku kumpulan puisi Tak Malu Kita Jadi Melayu (TareBooks, 2019:138-139). Hari ini, kita sedang menjalani puasa ke-13 dan sudah melaksanakan 13 malam amalan pada malam hari. Kita tentu berharap terus sehat agar kuat beramal ibadah selama Ramadan dan setelahnya. Mari kita raih pengampunan (maghfirah) pada sepuluh malam kedua ini.

Ramadan bagai orang yang menyucikan. Ia datang laksana hujan. Hujan yang membersihkan debu-debu. Bulan ini menjadikan kita seumpama baru lahir dalam keadaan telanjang. Bersih dari dosa: seperti baru keluar dari rahim ibunda/ engkau adalah bayi yang telanjang.

Jangan lupe pade Emak. Emak yang lahirkan mike,” begitu pesan Abah.

Ketika lahir, kita menangis. Seiring waktu, kita menjadi anak ceria. Kita bahagia dengan dunia anak-anak. Kita bermain apa saja. Wajah kita senantiasa bergembira. Tiada kerisauan di wajah kita. Kita selalu berharap berwajah ceria dan bahagia dunia-akhirat. Mentelah lagi ketika kiamat tiba. Kalau diibaratkan, Ramadan yang menceriakan wajah kita: engkau datang pada kiamat dengan wajah ceria. Keceriaan itu bukan semata fisik, tetapi juga psikis yang bercahaya bagaikan purnama penuh di malam mulia. Ketika kita menjalani Ramadan dengan penuh keimanan, kita telah menyingkirkan keraguan. Ketakutan pun terketik jauh dan terjungkal: engkau datang pada kiamat tanpa keraguan, tanpa rasa takut. Tersebab selama Ramadan, kita melakukan amal ibadah penuh kebaikan sebagai perisai: dalam dirimu hanya ada kebaikan-kebaikan sebagai perisai pembalasan.

Sudah dipastikan, kita senantiasa menginginkan. Bahkan, kita berniat berbuat kebaikan. Setiap kebaikan yang kita buat atau kita niatkan, tentu akan menghadirkan kemaslahatan. Kebaikan-kebaikan yang kita buat, terutama selama Ramadan, akan memancarkan cahaya pada wajah: para malaikat tersenyum memandang wajahmu yang penuh cahaya/ mereka adalah saksi-saksi sehingga Allah enggan menghisabmu. Kekuatan kebaikan yang kita lakukan selama Ramadan akan mengundang rahmat dan ampunan dari Allah Taala. Bahkan, selain tersenyum, malaikat pun mendoakan kita dengan kebaikan-kebaikan: para malaikat dan para pemikul Arsy dan Kursi/ menyelimutimu dengan doa, sajadah-sajadah, dan tasbih.

Ramadan menerbangkan kita menuju hakikat keinginan, yaitu surga. Surga melambangkan kemerdekaan kita dari semua larangan selama di dunia. Keimanan selama Ramadan bagai sayap membentang: terbentang kebebasan menuju surga. Pahala-pahala yang kita kumpulkan, terutama selama Ramadan bak deraian lebatnya hujan. Sejuk dan nyaman: pahala-pahala para nabi berderai seumpama hujan. Bahkan, kebatan pahala itu menjadi sebab redupnya sifat-sifat tidak elok yang bercokol di kalbu: memadamkan nyala api di hatimu yang rentan.

Api kalbu yang membara kita siram dengan hujan Ramadan. Kerentanan diri yang bertahta di kalbu itu adalah kenegatifan sifat yang kita lakonkan sehari-hari. Keberhasilan meredamkan api yang membakar kalbu merupakan upaya meraih pengampunan dari Ilahi sehingga Allah Taala pun mencurahkan ridanya: Lalu, malaikat berseru dan berdoa:/ Hai hamba Allah/ Sesungguhnya Allah rida kepadamu dan kepada Emak-Bapakmu. Dengan keridaan-Nya itu, surga Firdaus merinduimu, menyalamimu/ menunggumu mengetuk pintu. Inilah dambaan dan impian para mukmin. Bahkan, orang mukmin yang berpuasa disediakan surga khusus: ar-Rayyan yang bermakna menyegarkan.

Kita pun masih terus mengharapkan cahaya Ilahi. Cahaya Ilahiah inilah yang akan mewarnai fisik dan psikis kita hingga terus berseri hingga ke alam akhirat. Harapan kita akan memperoleh akhir yang baik, kematian yang indah seperti purnama di atas kuburan para syuhada dan salihin.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 10 Ramadan 1443 / 11 April 2022

Baca: Puisi Puasa: Ramadankan Aku pada Sepuluh Malam Pertama

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *