Cerpen Destian: Malam Terakhir

HEMBUSAN angin beriring menyapu rambut. Menyisir setiap sudut. Terdiam dalam heningnya malam. Langit kelabu menambah dinginnya suasana. Sepasang kaki kecil tertatih, tanpa alas kaki. Melawan dinginnya malam itu. Berharap mendapatkan sedikit kehangatan dalam indahnya kota.

“Sudahlah Kak, tidaklah mudah kita mencari makanan malam ini. Lebih baik kita mencari tempat untuk melepas lelahnya hari ini.” Ucap Erin kepada kakaknya yang jelas-jelas terlihat kelelahan.

Sepasang mata menatapnya dengan penuh keraguan. Matanya yang lusuh, kini basah oleh air matanya. Mulut pun terkunci tanpa sepatah kata pun. Lelaki ini tak lain adalah Ditra, kakak dari Erin. Dialah satu-satunya keluarga yang Erin punya. Melewati banyak waktu bersama.

“Hari ini kita sudahi saja Kak, mungkin besok kita akan dapat yang lebih banyak.” Ucap Erin meyakinkan kakaknya.

“Baiklah jika kamu memang sudah kelelahan, mari kita mencari tempat beristirahat malam ini.” Ujar Ditra.

Malam semakin dingin, hujan pun mulai membasahi jalanan. Di depan sebuah toko. Ditra dan Erin beristirahat. Hanya koran kotor yang mengalasi tubuh mungilnya. Angin yang berhembus, bersamaaan dengan hujan yang turun menambah dinginnya malam itu. Tubuh mungil Erin menggigil, menahan dinginnya suasana malam itu. Ditra yang menyadari hal tersebut hanya bisa memeluk tubuh Erin. Dengan harapan bisa menghangatkan tubuh Erin.

Sang mentari mulai menampakkan sinarnya, kendaraan bermotor pun lalu lalang melewati jalan-jalan. Erin yang bangun lebih awal mencoba untuk mencari sedikit rezeki untuk membeli makan. Di depan terminal ia menjajakkan suaranya. Setelah cukup terkumpul, dibelikannya makanan untuk berdua. Erin yang senang berlari menuju tempat kakaknya beristirahat. Seketika itu Erin terdiam terpaku. Menatap kakaknya yang sedang dipukuli oleh pemilik toko berwajah garang, dan gemuk. Caci dan maki menusuk jantungnya, meremukan hati kecil mereka. Pukulan dan tendangan yang diberikan pemilik toko sangatlah keras. Erin berlari menghampiri kakaknya.

“Tolong hentikan, jangan pukuli Kakakku. Kami hanya menumpang beristirahat. Apakah segitu benci nya anda kepada kami.” Ucap Erin penuh emosi. “Kalian hanya anak gelandangan. Kalian tidak sadar. Keberadaan kalian membuat saya kehilangan pelanggan. Orang-orang takut untuk datang ke toko saya.” Ujar pemilik toko membela diri.

“Sudahlah Rin. Jangan dilanjutkan. Kakak baik-baik saja. Mari kita pergi.” Ucap Ditra meyakinkan.

“Maafkan kami jika keberadaan kami membuat toko bapak kehilangan pelanggan.” Ujar Ditra untuk meredakan suasana.

Ditra dan Erin pun melanjutkan perjalanan. Erin yang membawa makanan mengajak kakaknya untuk beristirahat di depan sebuah bangunan tua. Mereka berdua menyantap makanan yang ada dengan lahap. Perjalanan Ditra dan Erin berlanjut. Mencari sisa-sisa yang masih ada. Hingga sore pun beranjak malam.

“Malam ini sepertinya kita harus mencari tempat lain untuk beristirahat.” Ujar Ditra.

“Iya Kak sepertinya kita harus mencari tempat lain.” Jawab Erin dengan air muka yang bercucuran.

“Kamu baik-baik saja kan Rin? Wajahmu pucat sekali.” Tanya Ditra penuh heran.

“Aku baik-baik saja ka. Hanya sedikit kelelahan.” Ucap Erin menjawab kekhawatiran kakaknya.

“Sepertinya di depan ada toko kecil. Kita bisa beristirahat di sana.” Ujar Ditra.

Malam semakin gelap, mendung menutupi bintang yang menghiasi langit. Rintik-rintik hujan berjatuhan. Ditra dan Erin tertidur dengan alas seadanya. Dalam heningnya malam. Erin merintih menahan sakit di perutnya. Ditra yang terbangun dan cemas. Bingung untuk berbuat apa. Ditra memberanikan diri untuk mengetuk rolling door toko berharap belas kasih untuk membantu adiknya. “permisi toloong. Seseorang tolong saya. Tolong adik saya.” Ujar Ditra sambil mengetuk pintu.

Pemilik toko yang mendengar suara ketukan. Melihat ke arah monitor yang mengawasi rekaman cctv toko tersebut. Pemilik toko melihat keadaan Ditra dan Erin. Pemilik toko tersebut berlari ke tempat Ditra dan Erin. Tanpa sepotong kata pun pemilik toko mengangkat tubuh Erin masuk ke dalam toko. Diletakannya tubuh mungil itu di sebuah tempat tidur. “Apakah Adik ini adalah Kakak dari gadis ini?” Tanya pemilik toko kepada Ditra.

“Ya saya adalah Kakaknya. Nama saya Ditra dan ini Adik saya Erin.” Jawab Ditra.

“Tolong tunggu di sini sejenak. Bapak akan mengambil obat untuk Adik kamu.” Ujar pemilik toko.

“Ini obatnya. Kamu bisa memberikannya obat ini untuk sementara. Besok kita bawa Adik kamu untuk diperiksa ke rumah sakit.” Ucap pemilik toko.

“Tapi Pak saya tidak punya apa-apa. Kalau pun ada sisa uang hanya cukup untuk membeli makan” ujar Ditra kebingungan. “Biayanya akan saya tanggung, kalian bisa tinggal di sini menemani saya untuk sementara jika memang kalian bersedia.” Ujar pemilik toko.

“Terima kasih Pak. Maaf saya tidak bisa memberikan apa-apa untuk Bapak. Dan kalau boleh tahu nama Bapak siapa? Supaya saya selalu ingat dan bisa membalas kebaikan Bapak. Dan apakah Bapak memiliki keluarga?” tanya Ditra dengan penuh semangat.

“Nama saya Andi. Sebenarnya dulu saya adalah pengusaha yang bisa dibilang sukses. Sampai suatu saat. Terjadilah pembunuhan keluarga saya. Istri dan anak-anak saya terbunuh dalam kejadian itu. Surat-surat berharga diambil oleh para perampok. Hanya toko ini yang tersisa. Dan saya sangat senang kalian ada di sini. Mengobati luka yang masih belum bisa saya sembuhkan.” Ucap pemilik toko.

“M.. mmaafkan saya Pak sudah menanyakan ini dan membuat bapak mengingat hal itu.” Ucap Ditra.

“Tidak apa-apa Nak. Saya senang dapat berbincang-bincang seperti ini. Jika Bapak boleh meminta, agar Nak Ditra dan Adiknya berkenan untuk tetap tinggal di sini. Mungkin Bapak akan merasa lebih senang.” Ujar pemilik toko. “Jika memang itu membuat Bapak senang. Besok saya akan menyampaikan hal ini ke Adik saya.” Ucap Ditra.

“Baiklah sepertinya sudah larut malam. Bergegaslah istirahat. Kamu bisa memakai kamar yang ada di sebelah kamar Adikmu.” Ujar pemilik toko Sambil menunjukkan sebuah kamar. “Terima kasih banyak Pak.”ucap Ditra. “sama-sama Nak.”Balas pemilik toko.

Malam itu Ditra dan Erin beristirahat dalam sebuah kamar. Kejadian yang tak pernah diduga oleh keduanya. Malam itu begitu berharga untuk keduanya. Tetapi seketika suasana berubah. Ketika Ditra batuk tanpa henti. Tak seorang pun mendengarnya. Tangannya yang kedinginan digunakan untuk menutup mulutnya. Dengan harapan tidak membangunkan orang lain. Tangannya berubah memerah. Dan dilihatnya tangan berisi darah. Berlarilah dia ke dalam kamar mandi untuk membasuh tangannya. Alangkah herannya Ditra ketika tiba-tiba saja ia memuntahkan banyak darah. Tangannya gemetar, matanya terbuka lebar menatap kejadian ini. Ia kembali ke dalam kamar, dengan harapan tiada orang yang mengetahui itu.

Pagi hari ini tidaklah cerah, mendung menutupi sinar mentari. Erin yang bangun mencari-cari Ditra. Tetapi hanya pemilik toko yang ditemuinya. “Maaf Pak, apakah Bapak melihat Kakak saya?” Tanya Erin kebingungan.

“Saya juga sedang mencarinya, pagi ini dia menghilang. Saya khawatir akan hal ini.” Balas pemilik toko.

Kedua nya pun mencari-cari Ditra di setiap ruang yang ada. Mencarinya di sudut-sudut kota. Hanya saja, tak seorang pun menemukannya. Erin pun mengajak pemilik toko untuk ke tempat biasanya Ditra dan Erin berkumpul. Terdiamlah Erin dan pemilik toko. Melihat Ditra tergeletak di tempat itu. Berlumuran darah. Erin berlari mendekati kakaknya. Memegang wajah kakaknya yang berlumuran darah.

“Kak bangun. Ini Erin. Kakaak jangan tinggalin Erin. Erin takut Kak.” Ujar Erin sambil menangis.

Pemilik toko mencoba merasakan denyut nadi Ditra. Akan tetapi.. Tak ada tanda kehidupan. Ditra telah meninggalkan Erin. Erin dan pemilik toko menangis seketika itu. Hujan turun menemani kepergian Ditra.

Ditra dikuburkan dengan layak oleh pemilik toko. Pemilik toko dan Erin kembali ke toko. Dan melihat sepucuk surat di dalam kamar yang Erin tempati. Surat itu berisi permintaan maaf kepada Pemilik toko dan Erin. Dan alasan dia pergi meninggalkan toko tersebut. Dan permintaan Ditra agar pemilik toko merawat adiknya. ***

Baca: Cerpen Maulana Satrya Sinaga: Dua Lembar Jilbab buat Aisyah

Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews