Penguatan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada 24 Juni 2024

Penguatan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada 24 Juni 2024

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan saat penutupan perdagangan Senin sore  24 Juni 2024. Menurut laporan dari Bloomberg, rupiah menguat sebesar 0,34 persen atau 56 poin menjadi Rp16.394 per dolar AS.

Pasar tampaknya merespons positif terhadap pesan dari Dana Moneter Internasional (IMF) kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. IMF menginginkan presiden dan wakil presiden terpilih untuk berkomitmen menjaga defisit fiskal tetap di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“IHF melihat bahwa situasi fiskal di Indonesia berpotensi mengalami perluasan pada tahun 2024 dan 2025,” kata Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi.

Selain itu, penurunan defisit yang direncanakan akan mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus memungkinkan respons yang tepat terhadap risiko-risiko negatif.

Pada Senin 24 Juni 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengadakan konferensi pers bersama Tim Prabowo. Sri Mulyani menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga defisit fiskal tetap di bawah tiga persen pada tahun 2024 dan 2025.

Dia mengungkapkan bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, target defisit fiskal ditetapkan sebesar 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi realisasinya hingga Mei 2024 baru mencapai 0,1 persen dari PDB.

Untuk tahun 2025, pemerintah telah menetapkan kisaran defisit anggaran antara 2,29 hingga 2,82 persen. Proyeksi ini telah mempertimbangkan program makanan bergizi gratis yang akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Di tingkat global, pengaruh geopolitik menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan dolar, yang pada gilirannya mempengaruhi nilai tukar rupiah. Pasar juga akan memperhatikan debat capres di Amerika Serikat dan hasil dari putaran pertama pemilu di Prancis.

“Indeks Harga Pengeluaran Personal (PCE) juga akan dirilis pekan ini,” kata Ibrahim. Menurut dia, ini akan menjadi ukuran inflasi pilihan The Fed dan menentukan prospek suku bunga.

Sementara itu, Tiongkok mengalami kerugian besar setelah Uni Eropa menerapkan tarif tinggi terhadap impor kendaraan listrik dari sana. Para pejabat Negeri Tirai Bambu mengancam akan membalas dengan menerapkan tarif tinggi untuk impor mobil dari Eropa.

“Saham-saham  di Tiongkok turun tajam dalam dua minggu terakhir yang menimbulkan sentimen negatif ke pasar kawasan,” kata Ibrahim. Sedangkan di Hong Kong, saham-saham teknologi terbesar juga ikut mengalami penurunan. ***

Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews