LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung menghitung uang dalam 13 tas ransel, kardus, plastik dan paperbag yang disita saat menggeledah Rumah Dinas Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, Jumat (12/7/2019). Penggeledahan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019 serta kasus penerimaan gratifikasi yang menjerat Nurdin Basirun sebagai tersangka.
“Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp 3,5 miliar, USD33.200 dan SGD134.711,” kata Jubir KPK, Febri Diansyah, Sabtu (13/7) pagi.
Febri mengungkapkan uang miliaran rupiah itu ditemukan tim penyidik saat menggeledah kamar Nurdin Basirun di Rumah Dinas Gubernur Kepri.
“Uang ditemukan di kamar Gubernur di Rumah Dinas Gubernur Kepri,” katanya.
Uang berjumlah miliaran itu diduga terkait dengan kasus gratifikasi Nurdin Basirun. KPK menduga Basirun menerima gratifikasi dari sejumlah pihak tertentu terkait proses perizinan di Kepulauan Riau. Namun, Febri masih enggan mengungkap pihak-pihak yang telah diduga memberikan gratifikasi kepada Nurdin.
“Ada dugaan penerimaan penerimaan dan sumber lainnya terkait dengan siapa saja sumber lain itu tentu belum bisa disebut karena proses penyidikan masih berjalan saat ini,” katanya.
Sebelumnya, tim Satgas KPK menyita uang tunai dalam pecahan Rupiah dan lima mata uang asing lainnya di sebuah tas di Rumah Dinas Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun. Uang itu disita tim Satgas KPK saat menangkap Nurdin dalam operasi tangkap tangan (OTT) di rumah dinasnya di Tanjungpinang, Rabu (10/7) malam.
Uang yang disita tim Satgas KPK terdiri dari Sin$ 43.942, US$ 5.303, EURO 5, RM 407, Riyal 500, dan Rp 132.610.000. Uang tersebut diduga merupakan gratifikasi yang diterima Nurdin Basirun terkait jabatannya sebagai Gubernur Kepulauan Riau.
Selain gratifikasi, Nurdin juga ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi proyek reklamasi di Kepri tahun 2018-2019. Dalam kasus suap ini, status tersangka juga disempat KPK terhadap Kadis Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri, Edy Sofyan dan Kabid Perikanan Tangkap, Budi Hartono serta seorang swasta bernama Abu Bakar.
Nurdin dan kedua anak buahnya diduga menerima suap setidaknya Sin$ 11.000 dan Rp 45 juta dari Abu Bakar. Suap ini diberikan untuk memuluskan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam yang diajukan Abu Bakar ke Pemprov Batam. Abu Bakar berencana membangun resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar. Padahal, Tanjung Playu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan llindun.
Meski demikian, Nurdin Basirun dan kedua anak buahnya seakan tak peduli dengan status Tanjung Piayu sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung. Bahkan, Nurdin memerintahkan anak buahnya, Budi Hartono dan Edy Sofyan membantu Abu Bakar meloloskan izin yang diajukan terkait pemanfaatan laut guna melakukan reklamasi. Namun, karena pemanfaatan lahan tersebut tidak sesuai, maka izin kepentingan reklamasi diubah untuk mengakomodasi kepentingan Abu Bakar tersebut.
Nurdin Basirun melalui Budi Hartono memberitahu Abu Bakar agar dalam izinnya harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya. (bsc)