Janganlah Muslim Menyakiti Kafir Ahlu Dzimmah

NABI kita shallallahu alaihi wa sallam, telah mengingatkan ciri baiknya kualitas keislaman seseorang, adalah saat ia mampu meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya. “Diantara tanda baiknya keislaman seseorang: ia dapat meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 2318 dan yang lainnya)

Tindakan maupun ucapan, yang tidak mengandung manfaat, baik berkaitan perkara dunia apalagi akhirat, saat seorang mampu meninggalkannya, maka itu pertanda baiknya Islam seseorang. Mengghibah orang kafir, apakah tindakan tersebut dalam kacamata Islam bermanfaat atau tidak manfaat? Simak rincian berikut:

Kedua, mengghibah orang kafir selain kafir harbi.

Orang kafir jenis ini yang banyak kita temui di lingkungan kita. Yaitu muahad, mustakman dan dzimmi. Muahad adalah orang kafir yang terikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Mustakman, orang kafir yang mendapat jaminan aman dari penguasa kaum muslimin. Dzimmi, orang kafir yang tinggal di negeri Islam dan berkomitmen untuk membayar upeti (jizyah) kepada pemerintah Islam.

Menghibah mereka hukumnya haram. Karena Islam telah menjaga harkat dan martabat mereka. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan, “Imam Ghazali ditanya dalam salah satu fatwa beliau, tentang hukum mengghibah orang kafir. Beliau menjawab:

Untuk orang muslim terlarang karena tiga alasan:
– Menyakiti perasaannya.
– Merendahkan ciptaan Allah. Karena sesungguhnya Allah pencipta perbuatan hambaNya.
– Menghabiskan waktu sia-sia.

Alasan pertama berdampak haram mengghibah orang muslim. Alasan kedua berdampak hukum makruh (levelnya di bawah hukum haram). Alasan ketiga berdampak hukum khilaf aula (levelnya di bawah hukum makruh). Adapun menghibah kafir dzimmi (termasuk dalam golongan mereka kafir muahad, mustakman dan harbi), hukumnya sama seperti menghibah orang muslim. Dimana terlarang karena alasan menyakiti perasaannya. Dan karena syariat telah menjaga kehormatan, darah dan harta mereka.

Imam Ghozali berkata dalam kitab Al-Khadim, “Alasan pertama (yang berdampak hukum haram) itulah yang tepat. Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab shahihnya, ‘Siapa yang memperdengarkan kepada orang-orang Yahudi atau Nasrani maka baginya neraka.’

Makna “memperdengarkan” dalam hadis: memperdengarkan ucapan yang menyakiti perasaan mereka. Setelah diketahuinya hadis ini, maka gugurlah segala alasan, maksudnya karena hadis ini secara jelas menunjukkan haramnya mengghibahi mereka (orang kafir dzimmi, muahad dan mustakman). (Lihat : Az-Zawajir an Iqtirof Al-Kabair 12/30. Dikutip dari kitab : Asyharu Afatil Lisan, hal. 70)

Dalam hadis yang lain Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memperdengarkan kata-kata menyakitkan kepada kafir ahluz dzimmah (3 jenis kafir di atas) maka pantas baginya siksa neraka.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya).

Wallahualam bis shawab.

[Ustadz Ahmad Anshori Lc]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *