Azab dan Syaitan

BELAKANGAN ini sungguh banyak argumentasi, pendapat opini, perspektif yang subjektif, objektif bahkan kritis. Kira-kira ihwal apakah gerangan argumentasi, pendapat opini dan perspektif tersebut? Dalam Jengah untuk di Jenguk ibarat pepatah, “tepuk dada tanya selera”. “Kura kura makan tahu”. “Sudah gaharu cendana pula”.

Begitulah asumsi yang menggantung di bawah sadar manusia. Apalagi kalau bukan?

Pada mulanya diyakini diskenariokan dengan makar [by design], akhirnya berubah menjadi kecelakaan [by accident]. Istilah diskenariokan yang berakhir kecelakaan, tanpa desain dalam tatanan kehidupan “manusia beriman” menyebutnya dengan istilah azab. Oleh karena akibat dari kesalahan (ulah) yang pernah, atau sedang dilakukan berasaskan desain besar [grand design] oleh manusia yang satu kepada manusia yang lain.

Berklindan dengan kesalahan itu pula, terdapat adagium mashur terkini menghiasi media sosial bahwa, “Keyakinan (yang selalu diasosiasikan dengan iman) tidak memberikan solusi (obat), namun dapat mempersiapkan manusia menuju maut. Sementara, pengetahuan dapat memberikan obat (solusi), tetapi tidak dapat menolong menghadapi maut”.

Adagium Arif nan bijak tersebut mengispirasi dus menginisiasi hubungan kontekstual antara maut (kematian) dan iman. Di bulan Ramadhan ini sebagai kontemplasi iktibar (khusus dalam menghadapi situasi di akhir zaman), hubungan ini mempertontonkan ketakberdayaan pengetahuan (sains) menghadapi fenomena jelang kematian (sakratul maut).

Teristimewa-khusus bagi C-19 (“dalam wujud antara ada dan tiada, namun tidak ghaib”) yang selalu diasosiasikan dengan azab-musibah [penyebab histeris], dampak jangkitan, belum ada obatnya (katanya baru vaksin sebagai jaminan awal), serta inkubasi kematian yang tak terduga, seolah-olah tidak berhubungan antara pengetahuan, maut, dan iman (ke-iman-an).

Bersagang hubungan tersebut [pengetahuan, maut dan keimanan], Jengah Jenguk di bulan Ramadhan ini berupaya meneroka-kilas hubungan maut dan azab bersandar pada variabel iman. Sandaran pengetahuan yang tak dapat membuka tabir, “semua yang hidup [bernyawa] pasti mati”. Kecemasan menyambut kematian karena C-19 pun, membuktikan jika iman berkorelasi positif [mempunyai hubungan signifikan] dengan azab.

Bermula dari sini hubungan itu dapat dijelaskan secara akademis, jika azab dapat diteorikan. Kajian permulaan menjadi pancangnya, paling tidak rujukan sejarah qurani memberikan referensi bijaksana. Kisah dua manusia, Namrud dan Firaun adalah menyoal hubungan azab dengan kesombongan. Sementara, kisah Luth dari negeri Sodom [Gamora], memperkuat hubungan azab dengan kemungkaran prilaku (ke-adab-an berprilaku mungkar dari kaum Sodom].

Pandemi C-19 dalam hubungan dengan kekinian (banyak pendapat menghubungkan dengan keadaan  di akhir zaman) merepresentasikan dua prilaku yang manyatu (terintegrasi) antara kesombongan penguasa zalim dunia (yang dipertontonkan manusia dalam men-tuhan-kan teknologi-senjata, dahulu seperti Namrud dan Firaun] dan pembangkangan-munkar  (yang mengatasnamakan HAM, men-tuhan-kan kesetaraan, seperti lakon kaum Luth], secara simultan-inheren (bersama-melekat) mempraktikan kesombongan dan pembangkangan terhadap kodrat ilahiah nurani kebenaran yang diperintahkan untuk terus dilanggar.

Sederhannya, simultansi kesombongan plus pembangkangan dianologikan (sebagai perumpamaan) oleh jutaan manusia dalam kebiasaannya mengkonsumsi khamar (minuman keras yang mentelerkan). Perumpaaan adalah realitas ironi, manakala pengetahuan tak sanggup memperlihat-buktikan [menuntun] jika para produser, penjual dan peminum khamar adalah keliru dalam konteks ke-manusi-an. Bahkan berbagai regulasi yang berkamuflase atas nama bisnis akan sedang terus diperjuangkan yang bisa saja sampai bukan akhir zaman, melainkan zaman yang akan berakhir (kiamat).

Sementara cara pandang qurani secara analogis-akademis (sebagai Jengah Jenguk) dengan mudah dapat mengidentifikasinya. Dengan arif-bijak referensi qurani menyebutkan dengan tegas jika meminum khamar [jutaan atau bahkan miliaran manusia peminum] adalah termasuk perbuatan syaitan.

Pertanyaan di bulan Ramadhan ini: apakah syaitan dapat dilihat? Secara teori, pendekatan azab dengan jelas dapat mengidentifikasi wujud dan sosok syaitan.

Lalu, apakah para penyuka khamar adalah syaitan?

Wallahualam bissawab ***

Baca : Seroja

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *