Musibah Diundang

barau

Setelah rinjis gerimis mengundang
Banjir bandang datang seusai mendung

Setelah Semeru di Jawa meradang
Nusantara karam pula di Semenanjung

Orang-orang lintang pukang
Hewan-hewan tunggang-langgang
Banyak pula mati bergelimpangan

Pepohon tetumbuhan ditimbun abu larpa
Rumah-rumah tenggelam bubungnya Negeri megah pun gelap seketika

INI. Di antara pemandangan dahsyat di depan mata. Sang Penguasa alam semesta memperlihatkan pemandangan-pemandangan yang menakjubkan jiwa. Nyaris tak masuk akal manusia. Akan tetapi itulah ulah tangan-Nya. Si empunya Kuasa.

Di Jawa.

Di lembah di kaki Gunung Semeru yang murka. Seekor kerbau terhimpit lumpur. Seluruh badannya terbenam. Kecualil hanya kepalanya yang tersisa, nongol. Tetapi ajaibnya, kerbau itu masih tetap bisa bernafas. Masih bernyawa. Lidahnya masih menjelir-jelir. Giginya masih bergemalatuk. Tanduknya masih bergoyang. Masih bisa menelan air ketika diberi minuman. Masih bisa mengunyah ketika diulurkan rerumputan. Padahal, banyak di sini, kerbau dan hewan yang badannya tidak terbenam, mati bergelimpangan.

Di Semenanjung.

Setelah banjir surut. Menampakkan bubung rumah penduduk. Seekor kucing mati menggelantung di atap dapur. Gigitan gigitannya melekat di atap rumah ~  Sedangkan badannya tergayut di atap, sekitar empat meter dari lantai. Kucing ini seperti sudah berupaya ingin menjebol seng untuk melepaskan badannya dari banjir yang memenuhi dan mengaramkan seluruh rumah tuannya.

Inilah peristiwa lain di dunia hewan yang menakjubkan di samping peristiwa yang dialami manusia. Di antara yang menakjubkan itu, peristiwa yang dialami Sumini. Wanita muda ini rela mati disapu pijar larpa api Semeru daripada hidup meninggalkan ibundanya yang sakit, mati terbakar sendiri.

Peristiwa-peristiwa begini ditemukan oleh para sukarelawan. Mereka terjun ke lapangan. Membantu menyelamatkan para mangsa bencana atau korban. Termasuk menyelamatkan hewan-hewan. Seperti di lingkaran Gunung Semeru, banyak hewan ternak yang mati terkubur di lumpur panas. Pada banjir air bah superbandang di Malaysia, ditemukan banyak hewan yang mati lemas.

Seorang wanita tampak meraung-raung meratapi kucing-kucingnya mati bergelimang lumpur sisa yang dibawa banjir di dalam rumahnya yang sudah dikaramkan banjir. Kucing-kucing ini bisa saja kucing-kucing titipan di klinik hewan, atau bisa juga miliknya sendiri, sebagai insan penyayang sesama makhluk hidup.

Semeru mengamuk tanpa aba-aba. Pegemban tugas negara pun tidak memberi kabar berita, agar sejak dini bisa berwaspada.

Begitu juga di Malaysia.

Banjir sekali ini tidak biasa. Air bah datang dengan cepat, tak terkira-kira, tak terbendung-bendung pula. Menyapu kampung-kampung, bandar-bandar dan kota-kota. Rata ditenggelamkannya.

Masing-masing yang tersambar musibah kalang-kabut menyelamatkan diri, keluarga dan harta benda serta makhluk bernyawa lainnya yang dapat dibawa. Banyak yang selamat. Tetapi tak kurang pula yang terlambat. Kalah cepat dengan air bah banjir bandang yang berkelebat.

Ada yang terkurung di dalam rumah. Ketika air tambah besar mereka naik pula ke atas perabung. Ada yang tersapu air di jalan raya. Ketika jalan berubah jadi sungai, mereka meninggalkan kendaraan. Tergapai-gapai, menyelamatkan diri.

Yassin Salleh, seniman ulung Malaysia, dan Hasna Abas, seniman kritis lainnya, menggambarkan musibah ini buah dari dosa-dosa penguasa karena mengeksploitasi alam sebagai penadah  hujan, penampung dan penyerap air darat dan laut.

Petikan satu bait puisi Yassin Salleh menyuratkan begini :

kuasawan yang merebahkan hutan yang menarah gunung
yang membuat belantara jadi gurun sungai jadi longkang
yang tersumbat aliran tersekat sampai terbelat air banjir
air banjir air bah air lumpur air becana pembasuh dosa.

yassinsalleh
24.12.2021
Galeri Ikan Ikan Di Kaca

Hasni Abas, dalam Di Negeri Pencuri, satu bait puisinya menukilkan begini pula :

Ada kuasawan berpakat dengan para peniaga
mencuri balak di dalam rimba
banjir besar pun melanda negara
mereka hanya menampal kulit kerbau di muka.

Hasni Abas
Kuala Lumpur
26 Disember 2021

Ulama-ulama dari Madura pun menyatakan, musibah yang terjadi merupakan bala karena zalim kepada para habaib dan ulama. Itu diungkapkan mereka ketika sengaja mendatangi kantor DPR RI di Senayan, Jakarta, pekan lalu, menemui wakil-wakil mereka di sana.

Beberapa hari sebelum Semeru meledak, kata ulama kepada para wakil mereka. Sekitar 40-an orang lelaki di lembah kaki Semeru mendatangi seorang habaib yang menempati sebuah rumah di atas lahan yang dihibah kepadanya untuk membina anak-anak dan umat di sana. Dia diusir keluar kampung. Lalu menjadi luntang-lantung.

Setelah Semeru mereda 40-an lelaki ini menghilang, entah selamat entah dibenam Semeru yang meradang. Sang Habaib yang selamat, jadi rebutan orang kampung, untuk menampung. Siapkan hibahkan lahan agar sang habaib tetap bertahan di kampung.

Sebelum ini, peristiwa menista ulama juga terjadi di Malaysia. Ebit Liew, seorang pendahwah yang senantiasa menghibahkan harta bendanya kepada fakir dan papa, dihujat remuk redam ditujah dengan fitnah. Dia dituduh telah berbuat tidak senonoh dan lucah. Aibnya dicari-cari, lalu dijaja, ke sana kemari didedah-dedah. Sampai akhirnya dia menyerah, di dalam negerinya meredakan dakwah.

Bumi Allah itu luas.

Dihambat berdakwah di negeri sendiri, Ebit makin kencangkan kiprah dakwahnya ke luar negeri. Hanya sayangnya, ustadz giat terjun ke lapangan menyantuni segala fakir miskin sebelum musibah banjir terjadi, saat banjir melanda negeri dia juga seperti terikut ditelan bumi. Senyap. Sepi.

Apakah memang alam ini marah karena keserakahan dan kezaliman.

Menoleh ke sejarah, begitulah selalu pada masa lalu. Bukan tidak mungkin pula pada hari ini.

“Banyak faktor. Jangan salahkan siapa-siapa.”

Itu kata Ustadzah Asma Harun.

Itu dikatakannya ketika dia turun ke lapangan memberi bantuan kepada mangsa musibah, di tengah banjir, di malam yang gelap gulita, ketika arus listrik dipadamkan pada kawasan terkena bencana.

Saat amuk gunung sudah mereda
Ketika banjir air bah sudah pula surut
Pelakon pun berdatangan ke lokasi musibah

Menyengar-nyengir sibuk berselfi-selfi.

Semoga tak mudah disapu bencana
Banyak berpikir hormatilah yang patut
Banyakkan amal banyakkanlah beribadah

Usah disibukkan syahwat duniawi.***

BACA: Tidak Ada Judul

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *