Beraya di Kampung

‘EID MUBARAK, ungkapan ini sering diucapkan ketika hari raya, baik Idul Fitri maupun idul adha. Secara harfiah, biasanya ungkapan ini dapat bermakna hari raya, pesta atau perayaan yang diberkati. Dapat pula dimaknai dengan hari raya yang membahagiakan. Sebab kata barakah/berkah/mubarak dalam kamus bahasa Indonesia tidak memiliki terjemahan spesifik. Hanya diterjemahkan menjadi berkat atau karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Kabarnya, menurut sebagian orang, makna yang paling mendekati untuk terjemahan barakah itu adalah bahagia atau membahagiakan.

Barangkali karena itu jualah di negeri-negeri muslim masyarakat berbahagia dan bergembira- ria saat merayakan idul fitri. Termasuk di negeri-negeri Melayu. Wujud kebahagiaan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membuat berbagai pertujukan seni (Performance Art).

Dahulu di kampung saya dan beberapa kampung Melayu lainnya, seusai idul fitri akan diadakan pertunjukan sandiwara bernuansa islami atau pertunjukan seni islami lainnya. Masyarakat benar-benar berpesta tapi dalam rambu-rambu syari’ah. Tajuk pertunjukan misalnya berkisar tentang kisah Umar bin Khattab dan lain sebagainya. Itu dilakukan pada malam hari. Sementara pada siangnya akan bersilaturahim kepada jiran tetangga, sanak keluarga dan masyarakat sekitarnya. Saat malam idul fitri diadakan takbir keliling antar rumah warga. Setelah memanjatkan sepucuk-dua doa di rumah tersebut, mereka pun menuju rumah warga lainnya. Ini terkadang berlangsung sampai azan subuh.

Hari-hari sesudah idul fitri, di kampung saya, tepatnya pada 3 Syawal dilaksanakan ziarah kubur bersama ke pemakaman yang terletak di hulu kampung, tepatnya di Rantau Kebun atau (Melaka Kecil), yaitu pemukiman masyarakat sebelum hijrah ke kampung sekarang (Rantaubaru). Untuk sampai ke Melaka Kecil mesti menaiki kapal motor, pompong, speedboat atau perahu. Pada hari itu ratusan pompong tampak berpacu memudiki dan menghiliri sungai. Gelombang saling bertepuk.

Pemandangan ini sungguh mengasyikkan. Ini seperti festival sungai atau juga wisata rohani. Peziarah bukan saja warga desa setempat tetapi dari sanak keluarga yang merantau ke pelosok negeri, bukan saja di Indonesia bahkan dari negara tetangga seperti Malaysia.

Di Melaka Kecil ini terdapat beberapa makam para masyayikh, seperti H Muhammad Aris yang hidup semasa dengan Ongku Mudo Sangkal (Pendiri Mesjid Jamik Air Tiris). Selain itu ada pula Syekh H Abdurrahman Thahir, Syekh H Ibnu Kutsir Mayung, dan Syekh H Abdusshomad Ja’afar, serta para ulama lainnya.

Pada 4 Syawal, mayarakat kampung kami pun akan berdedai-dedai menuju Desa Pangkalan Pisang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak untuk berziarah ke makam Syekh H Khalifah Mayung dan para masyayikh lainnya. Syekh Khalifah Mayung merupakan salah-seorang pengembang tarekat Naqsyabandiyah di Sungai Kampar bagian hilir, yang bermakam di Pangkalan Pisang. Ia merupakan murid dari Tuan Syekh H Ja’afar Pulau Gadang. Selain membaca surah yasin, takhtim, tahlil dan doa, serta tausiyah singkat, para peziarah pun bersilaturahim ke rumah sanak keluarga yang terdapat di Pangkalan Pisang dan sekitarnya.

Pada Syawal tahun ini saya amat berbahagia. Bersama istri dan anak-anak dapat berziarah ke Melaka Kecil dan ke Pangkalan Pisang. Wisata rohani ini menambah kebahagiaan setelah melaksanakan ibadah Ramadhan yang lalu.

Apa yang terjadi pada Syawal ini menjadi pengalaman tersendiri. Walaupun pada Syawal sekali ini jalan ke Rantaubaru dilintasi air karena mulai sebak sehingga menyulitkan mobil dan kendaraan darat lainnya masuk, namun saya dan keluarga dapat menelusuri parit di samping jalan hingga sampai ke tepian rumah emak.

Di samping karena sulitnya mengendarai mobil karena ada ladungan air yang membuat jalan agak sulit dilalui, perjalanan dengan pompong ini membuat saya dapat bercerita kepada anak-anak bahwa dengan cara seperti inilah dulu saya pergi sekolah, bahkan sehari suntuk duduk dalam pompong. Ini seperti mengulang masa-masa indah saya di masa lalu. Sesuatu yang patut dikenang selalu.

Namun begitu, diharap sangat kepada Pemerintah Kabupaten Pelalawan agar membangun jalan ini dengan baik dan sempurna hingga tidak menyulitkan orang-orang untuk masuk-keluar kampung ini. Jika jalan ini bagus, maka hampir dipastikan ribuan orang akan mengunjungi kampung tersebut, terutama pada 3 Syawal saban tahunnya ini.

Bagi saya pribadi, Idul Fitri sekali ini memang membahagiakan. Dapat merayakan kebahagiaan bersama keluarga tercinta di kampung halaman. Bersilaturahim dengan sanak-saudara yang masih hidup, serta dapat berziarah atau bersilaturahim ruhaniyah kepada para guru dan sanak-keluarga yang telah berkampung di alam barzakh. Sebagaimana dulu handai-tolan bahagia selama hidup di dunia, begitu juga hendaknya ketika berkampung di alam sana. Amin.

‘Eid Mubarak. Selamat idul fitri. Mohon maaf zahir dan batin. ***

Baca: Tinggi Hati?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *