Trik Budidaya Lele, Kalau Tidak Hati-hati ‘Rumahpun bisa Dimakannya’

LAMANRIAU.COM- Ikan lele (Clarias gariepinus) menjadi salah satu menu ikan terfavorit, banyak digemari karena selain rasanya yang gurih, harganya pun paling terjangkau dibanding ikan lainnya.

Tidak perlu pergi ke pecel lele, sekarang lele mentah berbumbu banyak dijumpai di pasar, pedagang keliling bahkan di pasar daring. Lele berbumbu isi empat ekor, bisa dibeli Rp20.000 artinya per ekor cuma Rp5.000. Bisa disimpan di lemari es untuk digoreng sewaktu-waktu.

Sementara harga ikan konsumsi (hidup) lele saat ini berkisar Rp20.000-Rp24.000 per kilogram atau lebih murah dibanding nila Rp28.000-Rp30.000, mas Rp35.000-Rp38.000, dan gurame Rp50.000-Rp55.000.

Lele ini menjadi lauk protein hewani termurah sehingga wajar permintaan terus meningkat, apalagi jika harga ayam potong dan daging sapi tidak terbeli.

Budi daya lele banyak menjadi pilihan orang untuk persiapan pensiun atau mereka yang baru saja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), padahal budi daya ikan ini lebih rumit dibanding jenis ikan lain.

Sekelumit penjelasan berikut bisa menjadi pertimbangan apakah siap mental untuk menggeluti budi daya lele.

KANIBAL

Setiap kali pelatihan budi daya lele, selalu diingatkan jika lele mempunyai sifat kanibal sehingga membuat peternak harus selalu menjaga ikannya tumbuh seragam sebab jika ada beberapa yang ukuran bobotnya 20 persen lebih besar dari yang lain maka bisa menjadi predator bagi yang lain.

Inilah yang disebut rumit karena lele harus disortir berkali-kali tergantung keseragaman ikan di kolam. Jadi penting bagi peternak untuk membeli benih yang seragam. Selain itu pemberian pakan yang merata dan terjadwal akan membuat pertumbuhan lebih merata sehingga cukup sortir tiga kali saja selama pemeliharaan maka kanibalisme bisa dicegah.

Uji coba pemeliharaan lele dari benih sampai panen tanpa ada sortir maka hasil panen akan menemukan 1-2 persen lele bongsor atau ukurannya dua sampai tiga kali dibanding rata-rata.

Jumlah ikan akan berkurang sampai 40 persen dibanding jumlah tebar (setelah dikurangi kematian harian), ikan yang hilang inilah yang menjadi korban kanibalisme ikan lele yang bongsor. Jika dibedah dalam perutnya banyak lele lain yang sebagian masih terlihat jelas.

Bagi yang paham maka lele bongsor itu bisa pelihara lagi menjadi calon indukan atau dijual sebagai lele pancingan (ukuran tiga kilogram per ekor) yang harganya bisa mencapai Rp35.000 per kilogram.

Proses sortir ikan juga perlu pengalaman khusus mulai dari waktu sortir, cara sortir ikan, teknik pengurasan kolam dan penggunaan obat untuk mengatasi lele yang terluka akibat sortir.

Jadi peternak pemula perlu belajar dulu cara sortir ikan sebelum memulai budidaya. Selain itu peternak perlu menyiapkan kolam cadangan untuk menampung sortiran atau menggunakan teknik pembagian kolam dengan jaring.

ANOMALI HARGA

Bagi pemula pasti akan bingung soal harga panen karena ada anomali harga yang tergantung pada ukuran panen. Ukuran panen setiap wilayah pasar akan berbeda, misalnya di wilayah Cirebon ukuran panen yang disukai 9-11 ekor per kilogram, Bandung dan Jakarta 7-9 ekor per kilogram, bahkan untuk restoran tertentu meminta ukuran 10-12 ekor per kilogram.

Keseragaman ukuran ini menjadi syarat bagi pedagang untuk membeli karena mereka mempunyai pasar sendiri artinya punya pedagang eceran sendiri yang sudah mempunyai ukuran jual sesuai selera konsumen. Apalagi konsumennya dari industri pengolahan lele berbumbu tadi yang memerlukan keseragaman ukuran.

Penting bagi pemula untuk bergabung dengan bandar di sekitar lokasi yang sudah dipercaya untuk menjamin membeli saat panen dengan ukuran yang diminta bandar, kecuali jika lelenya akan diolah sendiri atau dijual sendiri karena skalanya kecil.

Jika mencoba budi daya lele tanpa ikatan pada bandar maka yang terjadi akan dipermainkan sindikat pedagang. Kasus ini sudah sering terjadi dan membuat kapok peternak pemula. Misalnya pembeli A sudah datang ke kolam dan siap membeli dua hari ke depan. Saat hari H dia akan beralasan susah menjual atau alasan lain sehingga diminta ke pembeli lain, dan terus dikerjai sesama pembeli dan akhirnya terpaksa dijual dengan harga murah dan merugi.

Peternak akan terpaksa menjual karena selain pakan akan terus diberikan, lele yang melebihi ukuran panen justru dihargai 15-20 persen lebih murah.

SIAPKAN CALON PEMBELI

Jadi sangat penting menyiapkan calon penampung lele sejak awal sehingga sudah bisa diperkirakan tahapan panennya. Panen lele memang bertahap karena pembeli akan mensyaratkan keseragaman ukuran panen. Dalam sekali siklus bisa tiga kali panen dengan jarak 5-7 hari sekali karena perbedaan tingkat pertumbuhan dari lele.

Peternak yang sudah mahir juga mempunyai cara pemberian pakan sendiri pada seminggu terakhir sebelum dipanen sehingga daging lele menjadi kenyal. Makin kenyal daging lele akan disukai bandar karena biasanya penyusutan bobot lele akan makin sedikit.

Jangan heran dalam satu kampung harga lele berbeda misalnya harga beli dengan ukuran yang sama dari peternak A lebih mahal dibanding peternak B walaupun jarak kolam bertetangga. Ini karena setiap bandar membeli dari peternak A tingkat kematian selama perjalanan ke pasar hanya satu persen saja sementara jika membeli dari peternak B kematiannya selalu di atas lima persen.

Demikian juga penyusutan bobot ikan selama perjalanan jika membeli dari si A hanya menyusut dua persen, sementara jika membeli dari si B menyusut sampai lima persen.

Beberapa peternak punya resep khusus agar lele yang dipanen mempunyai tingkat penyusutan bobot yang rendah selama perjalanan jauh. Untuk diketahui lele yang ada di Jakarta dan sekitarnya itu berasal dari daerah jauh, seperti Subang, Cirebon, Sukabumi, Serang bahkan ada yang dari Lampung. Makin jauh perjalanan maka tingkat kematian dan penyusutan bobot ikan semakin tinggi.

PAKAN ALTENATIF

Hal lain yang perlu diperhatikan peternak pemula adalah penyiapan pakan alternatif bagi lele. Ini penting karena budi daya lele yang hanya mengandalkan pakan pabrik akan mendapatkan marjin Rp1.000 sampai Rp1.500 per kilogram. Artinya panen satu ton maka keuntungan bersihnya hanya Rp1 juta sampai Rp1,5 juta padahal waktu pemeliharaan sampai tiga bulan.

Itu kalau cuaca mendukung sehingga kematian lele dalam kisaran normal 15-20 persen saja. Jika kematian di atas 30 persen maka kerugian sudah di depan mata.

Pakan alternatif yang biasa digunakan peternak adalah keong mas, ampas tahu, sosis dan daging burger yang sudah kedaluwarsa, telur limbah dari penetasan telur, sisa industri pengolahan ikan, ayam tiren, cacing dan maggot atau membuat pakan sendiri.

Pakan sendiri bisa dibuat dengan mesin pelet sederhana dengan bahan baku, tepung ikan lokal, dedak halus, tepung menit beras, tepung jagung, bungkil kedelai dan tepung mineral mix. Banyak tutorial pembuatan pakan lele di buku atau di internet.

Pakan alternatif biasanya diberikan satu bulan sebelum panen untuk mengurangi biaya pakan. Sementara saat masih muda berikan pakan pabrik untuk mendapatkan kecepatan pertumbuhan yang maksimal.

Alangkah baiknya jika peternak juga punya kemampuan membudidayakan keong mas, cacing atau maggot. Ketiga itu bisa hidup dengan pakan limbah rumah tangga atau limbah pasar. Protein ketiganya juga sangat tinggi dan bisa menggantikan peran tepung ikan yang harganya mahal.

Keong, cacing, dan maggot bisa dikombinasikan dengan sumber karbohidrat seperti dedak padi, parutan singkong/ubi, dan tepung jagung.

Lebih baik malah memelihara ketiga sumber pakan alternatif itu dulu sambil memelihara lele dalam jumlah terbatas agar bisa belajar perilaku lele.

Lele diberikan pakan pabrik sampai usia dua bulan selanjutnya pakan alternatif sampai panen. Hitung analisa usahanya, jika untung baru kembangkan lagi skala usahanya.

Kunci dalam pemeliharaan lele adalah kualitas benih dan air. Jika benih yang dibeli kualitas satu atau dalam bisnis lele disebut sortir pertama dan kualitas air selalu terjaga maka tidak perlu khawatir dengan pertumbuhan lelenya. Media pemeliharaan di kolam tanah lebih baik dibanding media terpal plastik dalam hal mengurangi dampak amoniak.

Hati-hati juga dalam memilih benih di pasaran dan jangan tergiur harga murah namun ternyata yang dibeli lele sortiran keempat yang seharusnya dibuang ke sungai karena pertumbuhannya lambat.

Sementara untuk mengecek kualitas cukup dicium bau amoniak air dan tingkat keasaman dengan pH meter yang banyak dijual. Peternak yang senior biasanya punya ramuan sendiri untuk menetralisir amoniak di kolam.

Faktor lain dari kegagalan budi daya lele adalah pekerja kolam yang malas dan curang serta kurangnya pengawasan pemilik. Pekerja yang tidak disiplin menakar pakan dan jadwal pemberian pakan yang tidak teratur membuat pertumbuhan lele tidak optimal dan tidak merata.

Sebagimana dirilis dari yahoo.cm, sifat lele yang bisa makan apa saja bisa menipu orang seolah pemeliharaannya sangat mudah, padahal jika sembrono memulai usaha apalagi langsung dalam skala besar akan bisa berujung kebangkrutan.

Banyak orang akhirnya berujar jika mencoba memelihara lele tanpa perhitungan matang maka lele bisa memakan motor, mobil, bahkan rumah saking rakusnya.

Artinya banyak pembudidaya pemula dengan modal belasan juta yang masuk bisnis lele dalam satu tahun mobilnya juga ikut dijual untuk tambahan modal sampai rumahnya pun terjual tetapi akhirnya tidak kembali modal.

Editor: Zulfilmani

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *