Peserta PSR Jangan Tergiur Bibit Sawit Palsu

Bibit Palsu

LAMANRIAU.COM, TAPUNG – Kunci sukses Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) antara lain adalah penggunaan bibit unggul. Jangan sampai menggunakan bibit sawit palsu, sebab jelas sanksi bagi pengedar benih sawit palsu tanpa sertifikasi sesuai UU 12/1992 adalah pidana 5 tahun serta denda hingga Rp250 juta.

Baca : KUD Kuansing Tunda PSR dengan Alasan Bibit

Hal ini d isampaikan Ketua DPP Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI) Riau, Dedi Syahputra Sagala pada kegiatan pengawasan program PSR Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Jumat 5 Maret 2021.

“Bagi petani peserta PSR, baik itu kelompok tani, Gapoktan, dan Koperasi Unit Desa. Wajib menggunakan bibit unggul bersertifikat dan pupuk sebagai gerbang utama keberhasilan PSR,” jelasnya.

Menurut Dedi Sagala, kendala bibit sawit palsu yang kerap melanda petani menjadi salah satu akar masalah dalam mengejar target pemerintah meningkatkan produktivitas sawit rakyat.

Dedi menyebutkan, dari data yang diterima pihaknya yakni hasil Survei Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Para petani sawit masih kerap terjebak dengan keberadaan bibit sawit palsu dan dugaan permainan oknum pengurus KUD, KT, Gapoktan untuk mencari keuntungan semata.

Kemudian, sejumlah alasan yang mendasari antaranya 37 persen menjadi korban penipuan. Terus 14 persen tergiur harga murah. Selanjutnya, 20 persen tidak mengetahui cara membeli benih yang legal.

Selain itu, 12 persen petani terjebak penggunaan bibit palsu karena rumitnya persyaratan yang harus terpenuhi; 10 persen tidak mengetahui lokasi pembelian benih legal, dan 4 persen petani menyatakan akibat jarak tempuh dari lahan sawit ke produsen benih legal yang cukup jauh.

Dedi menjelaskan, bagi perusahaan atau secara perseorangan untuk bisa melaksanakan kegiatan bidang perbenihan perkebunan. Harus memiliki SK terkait perizinan dari Gubernur atau Pejabat yang telah mendapat kewenangan oleh Gubernur. Setelah memperoleh rekomendasi UPTD Pengawasan Benih.

Tanpa adanya Izin Usaha Produksi Benih (IUPB) atau setidaknya rekomendasi UPTD, maka bibit tidak dapat sertifikasi. Untuk mendapatkan IUPB ini wajib memiliki lahan, Tenaga Ahli dan menguasai atau memiliki benih sumber.

“Kalaulah ingin menangkar benih maka wajib memperoleh biji atau entres dari kebun sumber benih yang telah tetapkan Dirjen Perkebunan atas nama Menteri Pertanian. Baik milik sendiri atau pihak lain. Tanpa kejelasan asal usul benih maka bibit yang tidak dapat sertifikasi,” katanya.

Jadi, setiap bibit yang tersalurkan harus memiliki sertifikasi. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap mutu benih yang beredar bagi masyarakat petani sawit. Mengedarkan benih tanpa sertifikasi merupakan tindakan bertentangan dengan hukum dan berpotensi mendapatkan sanksi pidana. ***

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *