Tokoh  

Sosok Senita Rizki Wahyuni, Menapak Karir dari Bidan Desa Kampung Hingga Penghargaan Nasional

Senita Rizki Wahyuni bersama Plt Bupati Kuantan Singingi Drs H Suhardiman Amby, SE.Ak

LAMANRIAU.COM, KUANSING – Bagi masyarakat Desa Giri Sako, Kecamatan Logas Tanah Datar, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), nama Senita Rizki Wahyuni tidak asing lagi. Sosok ini sudah mengabdi jadi bidan desa sejak tahun 2007 lalu.

Di desa yang jauh dari ibukota kabupaten Kuansing, Teluk Kuantan, Senita bertugas sebagai bidan desa dengan status pegawai tidak tetap (PTT).

Tanpa ada fasilitas, listrik, kendaraan, dan jaringan telekomunikasi, dia tidak menyerah untuk sebuah pengabdian sebagai bidan desa.

“Pertama saya masuk ke sana itu tidak ada listrik, tidak ada jaringan dan tak ada fasilitas,” ujar Senita saat berbincang kepada media, Jumat, 24 Juni 2022

Nita bercerita untuk ke kota kabupaten, ia harus jatuh bangun karena kondisi jalan licin. Apalagi jika daerah tersebut diguyur hujan ‘ban motor juga bisa tanam cabai’, begitulah seloroh warga karena jalannya rusak parah.

Kendati demikian, semangat Nita tak putus di tengah jalan. Tekadnya menyelamatkan ibu hamil pantang kendur, lantaran saat itu angka kematian di tempat ia bertugas cukup tinggi.

Namun, perjalanan Nita tidak mulus. Ibu dua anak ini justru dihadapkan dengan pola pikir masyarakat yang lebih percaya dengan dukun beranak dari pada bidan desa.

“Di sana awalnya ada tugas berat. Di mana ibu-ibu kalau persalinan itu dibantu dukun beranak. Tentu pemahaman itu harus saya sampaikan, tapi masyarakat lebih percaya dukun beranak daripada bidan,” katanya.

Setelah dua tahun mengabdi, masyarakat mulai beralih ada yang ke dukun dan bidan. Namun, peran dukun beranak tetap tidak bisa dilepas sepenuhnya oleh masyarakat.

“Seiring berjalan waktu, saat ada masalah plasenta lengket, bayi tak normal baru ke bidan. Kita tahu peran dukun beranak juga sangat dibutuhkan, akhirnya kita ajak agar berkolaborasi,” ucap Nita.

Nita minta dukun beranak mendampingi saat persalinan. Namun, tidak sepenuhnya peran untuk bantu melahirkan diambil alih dukun beranak.

“Untuk merubah pola pikir masyarakat kan tentu butuh waktu. Akhirnya masyarakat lama-lama paham, mulai beralih ke bidan sampai saat ini,” katanya.

Menoreh Penghargaan Nasional

Senita menerima piagam penghargaan saat diundang ke Jepang (net)

Selama mengabdi Nita terus bersemangat membangun desa di tempat ia bertugas. Berbagai inovasi mulai dilakukan di Desa Giri Sako.

Salah satu yang jadi sorotan hingga dapat penghargaan di tingkat pusat yakni program Bina Keluarga Lansia pada tahun 2016.

“Pada tahun 2009 saya lakukan Posyandu lansia [lanjut usia]. Ada kerajinan lansia dan banyak lagi. Intinya bagaimana lansia tidak ditinggalkan. Akhirnya saya dapat Juara 1 Nasional Bina Keluarga Lansia di tahun 2016,” katanya

Tidak puas disitu, Nita terus melibatkan masyarakat dalam bertugas. Termasuk keterlibatan keluarga dalam membangun SDM unggul di desa yang dikelilingi kebun sawit tersebut.

Kerja kerasnya pun kembali membuahkan hasil. Dia diganjar penghargaan Bidan Teladan 2017. Tidak sampai disitu, wanita kelahiran 1985 itu juga dapat kesempatan pelatihan ibu dan anak ke Negeri Sakura.

“2017 saya dapat juara 1 Bidan Teladan di tingkat provinsi dan nasional. Lalu dapat penghargaan juga jadi utusan Indonesia ke Jepang untuk mengikuti pelatihan ibu dan anak tahun 2017,” katanya.

Berbagai penghargaan juga didapatkan Nita sejak jadi bidan desa. Termasuk juara 2 nasional Bina Keluarga Balita tahun 2018.

Diangkat Jadi PNS

Setelah 10 tahun jadi bidan desa PTT, dia diangkat jadi PNS (net)

Setelah 10 tahun mengabdi dan diganjar banyak penghargaan, Nita akhirnya lolos menjadi pegawai negeri sipil (PNS) tahun 2017. Dia terus berinovasi di luar tugas sebagai bidan.

“2017 saya diangkat PNS. Saya berpikir ini buah dari pengabdian selama ditugaskan di Giri Sako sampai saat ini,” katanya.

Putri kelahiran Pangean itu kemudian coba inovasi baru. Salah satunya program petani hidroponik.

“Kami di Desa Giri Sako ada program bina desa dengan mengajak ibu-ibu untuk ikut kegiatan bertani hidoponik. Jadi sepulang dari posyandu biasanya kan bawa bubur kacang hijau, nah kalau di tempat kami ini pulang posyandu dapat ilmu baru. Ibu-ibu jadi semangat ikut posyandu,” ungkapnya.

Cegah Stunting Anak dan Pernikahan Dini

Nita kembali merintis program posyandu remaja. Program itu dibentuk atas keprihatinannya karena mulai marak pernikahan dini dan hamil di luar nikah.

“2017 itu sempat banyak anak-anak yang nikah dini. Itu jadi masalah baru di Desa Giri Sako, akhirnya kita buatlah Posyandu Remaja. Saat ini tidak ada lagi pernikahan dini karena mereka paham resikonya. Jadi mereka pilih sekolah ke luar jadi sarjana,” katanya.

Terakhir, dia kembali mencetuskan program ‘Jumat Barokah’. Lewat program itu, Nita mengajak donatur perusahaan dan para saudagar bantu memberikan bantuan kepada keluarga kurang mampu.

“Keluarga kurang mampu, kalau sedang hamil dan ada anak bayi kita kasih bantuan makanan sehat dan bergizi. Semua dana dari donatur dan kita bagikan setiap Jumat. Alhamdulillah tidak ada stunting anak di desa kami,” katanya. ***

Editor : Deandra

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *