Tokoh  

KH Imam Bulqin, Tokoh Pejuang Daerah Riau Asal Bengkalis yang Patut Diteladani

KH Imam Bulqin

MENELADANI sosok seorang tokoh, baik itu tokoh pejuang, tokoh pahlawan maupun tokoh-tokoh penting lainnya yang berjasa di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegera, merupakan hal yang dipandang mulia. Dengan meneladani karakter, sikap maupun pribadi tokoh tersebut (baca: melalui biografinya), tentu diharapkan dapat membangkitkan semangat (ghirah) bagi kita, terutama bagi para generasi muda dalam menapaki hari-hari akan datang dengan segala tantangan yang datang.

Diantara perkara yang dapat kita teladani dari keperibadian seseorang tokoh, baik itu yang diperoleh melalui kisah yang dituturkan, atau melalui suatu teks narasi (baca: buku biografi) yang dibaca, antara lain adalah mengenai riwayat pendidikannya, kisah perjalanan kehidupannya, sifat, karakter maupun kepribadiannya, serta berbagai hal positif lainnya yang dapat dijadikan panutan. Bagi setiap generasi muda, pelajar dan mahasiswa, atau bagi sesiapapun juga yang bermaksud hendak mengambil tauladan, kiranya perlu mencari tahu, menelusuri jejak dan sejarah tokoh yang menjadi panutannya itu.

Hal sederhana yang mungkin dapat dilakukan bagi meneladani kehidupan seorang tokoh, adalah dengan gemar membaca buku-buku yang berkaitan dengan kisah hidupnya, menelusuri berbagai karya yang telah ditorehkannya, serta menapaktilasi jejak-jejak perjuangan yang pernah diukirnya. Dengan membaca sejarah atau biografinya, sudah pasti pula kita akan menemukan hal-hal yang penting dan menarik,- yang sayang untuk dilewatkan, sehingga sekurang-kurangnya dapat mendorong kita untuk meneladaninya.

Melalui pembacaan buku-buku sejarah, terutama menyangkut diri sang tokoh yang diteladani, sudah barang tentu pula si pembaca akan memperoleh banyak keuntungan. Selain dapat menggugah semangat dan memotivasi para pembaca, juga mampu menumbuhkan kesadaran serta membangun sikap yang mulia bagi menghargai dan menghormati tokoh yang dimaksud sesuai kiprah, peran dan perjuangannya selama ini.

Dalam kaitannya membaca atau mendiskusikan biografi almarhum KH Imam Bulqin, Tokoh Pejuang Provinsi Riau asal Desa Pasiran, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis,- melalui kisah hidup dan perjuangannya, sudah tentu memberikan suatu kesan tersendiri, bahkan merupakan suatu kebanggaan bagi kita, khususnya bagi masyarakat Bengkalis. Betapa tidak, beliau adalah tokoh pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan, sekaligus tokoh ulama (kiyai) yang menjadi panutan bagi masyarakat.

Dengan dianugerahkannya beliau sebagai salah seorang Tokoh Pejuang Daerah Riau oleh Gubernur Riau H Syamsuar pada Hari Jadi Provinsi Riau ke-65 tahun 2022 yang lalu, hal ini membuktikan jika kiprah maupun perannya di tengah-tengah masyarakat pada masa hidupnya sangat dihargai dan dihormati. Beliau bersama para laskar rakyat yang dibentuknya, merupakan sosok pejuang (pelaku sejarah) bersama-sama TNI (TRI ketika itu) dan Laskar Sabilillah di Pedekik dalam menentang Agresi Militer Belanda II (1948-1949) yang kembali ingin mencengkramkan kuku dan menguasai Bengkalis.

Sejarah mencatat, pada masa Agresi Militer Belanda II tersebut, KH Imam Bulqin yang juga dikenali dengan nama KH Sholeh, merupakan sosok yang selalu dijadikan tempat bertanya oleh para pejuang maupun TNI. Bahkan rumah kediamannya yang berada di Pasiran sering pula dijadikan tempat persinggahan para pejuang. Ia juga seorang ahli strategi perlawanan rakyat yang mengatur strategi dalam perang grilya menentang Belanda di Bengkalis.

Sikap penentangan dan perlawanan KH Imam Bulqin terhadap Belanda ini juga sejalan dengan Resolusi Jihad dalam mempertahankan tanah air sebagaimana yang telah dikumandangkan oleh pendiri Nahdlatul Ulama Kiya Haji hasyim Asyari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.

Cerita mengenai rumah kediaman KH Imam Bulqin yang selalu dijadikan tempat persinggahan para pejuang serta mengatur strategi perlawanan rakyat (perang grilya), akhirnya sampai juga di telinga tentara Belanda yang bermarkas di Bengkalis ketika itu. Hal ini tentunya membuat mereka menjadi murka dan kemudian melakukan upaya penyerangan serta penangkapan terhadap KH Imam Bulqin yang bermukim di Kampung Pasiran, yang pada waktu itu Kampung Pasiran merupakan salah satu kawasan yang berada di Desa Bantan Tua saat ini.

Tidak hanya itu, ketika pihak Belanda mengetahui saat peperangan pada tanggal 29 Desember 1948 di Pedekik, dimana KH Imam Bulqin ketika tu juga terlibat aktif dalam mengatur strategi dan ikut dalam peperangan tersebut bersama murid-muridnya (Laskar Rakyat), Laskar Sabilillah di Selatbaru dibawah pimpinan Ali Dasuki (Penghulu Desa Selatbaru) dan Khalifah Darman yang datang dari Malaya, Laskar Sabilillah di Pedekik yang dipimpin oleh Kiyai Ihsan bersama TNI yang dipimpin Letnan II Soebrantas, Letnan II Masnur dan Endut Gani, membuat Belanda menjadi semakin geram.

Begitu juga pada tanggal 9 Januari 1949, Laskar Rakyat Sabilillah yang dipimpin KH Imam Bulqin juga turut berjuang bersama Khalifah Darman, Ali Dasuki, Kiyai Ihsan dan TNI, kembali terlibat peperangan melawan melawan tentara Belanda di Desa Pedekik, yang perang ini kemudian dikenali dengan peristiwa Perang Sosoh.

Semenjak saat itu, KH Imam Bulqin atau yang lebih terkenal oleh tentara Belanda dengan nama KH. Sholeh, menjadi incaran pihak Belanda yang ingin membunuhnya. Sehingga ketika terjadi serangan balik oleh Belanda yang melakukan pengejaran hingga ke Kampung Pasiran, maka terjadilah peristiwa Jumat Berdarah yang telah banyak memakan korban dan gugur dalam peristiwa tersebut, termasuk putra beliau yaitu Mas’ud dan murid-murid kesayangannya. Diantara murid atau santri beliau yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda dan bergelar Pahlawan adalah: H Ghozali, H Diran, Ali Dasuki, Rajimun, Rasim, Santarik, Usman, dan lain-lain.

Menurut catatan sejarah, dalam peristiwa Jumat Berdarah, tepatnya sebelum pelaksanaan Salat Jumat, diketahui sejumlah pasukan Belanda yang bermarkas di Sungai Bengkel dengan persenjataan lengkap turun ke Pasiran untuk mencari KH Imam Bulqin. Ketika sampai di halaman Masjid Pasiran (Masjid Hubbut Taqwa saat ini) mereka tidak menemukan orang yang dicari, karena mereka memang tidak mengenal persis dengan KH Imam Bulqin. Namun dikarenakan kabar yang diterima jika orang yang dicari tersebut sedang berada di dalam masjid, pasukan Belanda melakukan pengepungan, menanyakan kepada setiap orang yang ada, tapi tak seorang pun dapat menunjukkan siapa yang sedang dicari karena mereka mengaku tidak kenal. Kericuhan saat itu pun tak terelakkan lagi.

Akhirnya, karena merasa tidak mampu menemukan orang yang dicari, pasukan Belanda seketika memuncak kemarahannya dan meminta semua orang agar bertiarap. Sejurus kemudian pasukan Belanda yang berada di halaman masjid memuntahkan banyak peluru dari muncung-muncung senjata mereka, sehingga suara letusan peluru dari serdadu Belanda tersebut membuat panik para jamaah, baik yang berada di halaman masjid maupun di dalam masjid.

Meski saat itu perlakuan para serdadu Belanda sudah tidak bersahabat lagi, namun ternyata tidak memancing KH Imam Bulqin atau Kiyai Sholeh menunjukan jati dirinya sebagai sosok orang yang sedang dicari-cari. Beliau tetap tenang dan berusaha agar Belanda segera meninggalkan masjid dan keluar dari Kampung Pasiran. Namun menurut penuturan H Komari, salah seorang cicit almarhum KH Imam Bulqin, ketika penyerangan itu terjadi, KH Imam Bulqin yang berada di dalam masjid sempat menemui para serdadu Belanda. Ketika pasukan Belanda menanyakan di mana KH Sholeh kepadanya, KH Imam Bulqin mengatakan jika KH Sholeh berada di Jangkang, di sebuah kampung yang bersebelahan dengan Kampung Pasiran.

Tak lama berselang, para pasukan Belanda tersebut kemudian meninggalkan halaman masjid, sementara sejumlah orang didapati telah meninggal dunia dan syahid ditembusi peluru, seperti Rajimun, Usman dan Santarik. Bahkan seorang pekerja balak (Orang Balak) yang kebetulan baru pulang dari bekerja, turut terkorban ditembak serdadu Belanda yang kesal dan marah. Sementara Rasim, mengalami luka tembakan di tubuhnya.

Tidak hanya membunuh serta melukai penduduk yang hendak melaksanakan salat Jumat, pasukan Belanda pada hari itu juga telah membunuh Mas’ud, salah seorang putra KH Imam Bulqin. Ketika itu, Mas’ud mendapat kabar jika serdadu Belanda sedang bergerak ke sebuah kedai sekaligus rumah yang diketahui mereka sebagai basis pertemuan pasukan pejuang di Pasiran, secepat kilat ia bergegas dan memboyong persenjataan dari dalam kedai tersebut dan berhasil menyembunyikannya di halaman belakang rumah. Namun malangnya, masih terdapat satu alat persenjataan berupa tempat kedudukan senjata yang tertinggal, sehinga membuat tentara Belanda yang mengetahui hal itu menjadi kian marah..

Untuk mengmenghilangkan jejak dari kejaran serdadu Belanda, Mas’ud menyelam di dalam parit tak berapa jauh dari tempat tersebut. Namun tak berapa lama kemudian, kepalanya muncul ke permukaan parit, sehingga tak ayal lagi serdadu Belanda seketika membrondong Mas’ud dengan sejumlah tembakan dan beliau gugur sebagai syahid.

Dalam peristiwa yang dikenali dengan tragedi Jumat berdarah tersebut, membuat KH Imam Bulqin dan seluruh warga Kampung Pasiran sangat berduka. Setelah mengurusi pemakaman para syuhada, KH Imam Bulqin bersama masyarakat kembali melakukan perlawanan, bersama para TNI menentang Belanda yang bercokol di Bengkalis.

Tidak hanya seorang pejuang yang gigih mempertahankan kemerdekaan, KH Imam Bulqin juga merupakan sosok yang sangat berjasa dalam sejarah terbentuknya perkampungan Pasiran, yang sekarang sudah bertukar nama menjadi Desa Pasiran. Sosok karismatik ini berasal dari tanah Jawa. Ia adalah putra KH Ibrahim dan memiliki tiga orang saudara kandung yang bergelar kiyai, yakni KH Syamsudin, KH Muzakar dan KH Basri. Tidak diketahui persis kapan tarikh ia dilahirkan. Beliau wafat di Pasiran pada tanggal 7 September 1974, bertepatan hari Senin, 2 Rajab 1396 Hijriyah.

KH Imam Bulqin ketika tiba di Bengkalis, tepatnya di Pasiran pada tahun 1935 (sebelumnya pernah menetap dan membuka lahan perkebunan di Jengka, Pahang, Malaysia), telah membuka perkampungan baru yang kemudian diberi nama Pasiran. Ia mewakafkan lahan yang dimilikinya untuk kepentingan umum, seperti tempat ibadah atau dihibahkan kepada orang lain. Bahkan ia juga mendirikan majelis ilmu bagi berdakwah, mengajarkan ilmu agama Islam dengan metode Sorogan, mulai dari kajian fikih, tafsir, dan sifat-sifat dua puluh kepada masyarakat. Murid-muridnya tidak hanya berasal dari desa-desa sekitar, tapi juga ada yang datang dari negeri jiran Malaysia.

Tidak hanya berkutat pada kegiatan pendidikan agama semata, KH Imam Bulqin juga mengajari anak-anak muda dan orang tua untuk belajar ilmu bela diri melalui sebuah perkumpulan pencak silat. Kehadiran tempat berkumpul anak-anak muda mendalami ilmu silat ini, ternyata menjadi magnet yang mampu menarik generasi muda untuk menyatu. Satu persatu generasi muda berdatangan menemuinya dengan maksud untuk belajar silat. Selain murid-mjuridnya memiliki kemampuan agama, mereka juga turut dibekali dengan kemampuan bela diri.

Kembali ke pangkal kaji, bahwa dengan membaca dan mengetahui sejarah para tokoh bangsa, khususnya sejarah perjuangan almarhum KH Imam Bulqin,- terlebih lagi hari ini upaya penulisan buku tentang beliau sedang dilakukan oleh mahasiswa STAIN Bengkalis beserta dosen pembimbing,- yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pasiran Kecamatan Bantan, termasuk beberapa penulis lainnya yang juga merupakan ahli waris dari almarhum KH Imam Bulqin, sungguh merupakan suatu hal yang patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Buku tentang KH Imam Bulqin yang sedang ditulis tersebut, secara spesifik mengangkat ketokohan beliau dari perspektif yang berbeda, yakni hasil penelusuran terhadap beberapa murid atau santri beliau yang sampai hari ini masih hidup.

Hadirnya buku ini, sudah tentu nantinya akan menambah lagi khazanah kekayaan pengetahuan kita akan sejarah, terutama berkaitan ketokohan KH Imam Bulqin yang dikenal sebagai tokoh pejuang dan ulama yang pernah ada di Kabupaten Bengkalis. Meski sebelum ini MUI Kabupaten Bengkalis pada tahun 2020 lalu telah menulis dan menerbitkan sebuah buku berjudul Profil Ulama Karismatik di Kabupaten Bengkalis yang juga memuat kisah dan perjuangannya, namun buku tentang KH Imam Bulqin yang bakal terbit ini juga sangat patut untuk dibaca dan dimiliki,- sebagai referensi pokok dalam mengenal, mengetahui dan memahami sejarah beliau sebagai sosok yang layak untuk diteladani.

Sebagai akhir dari tulisan ini, terlebih lagi saat ini kita berada di bulan kemerdekaan (peringatan HUT RI ke 78), izinkan alfakir menitipkan sedikit pesan dan harapan, bahwa sejarah perjuangan KH Imam Bulqin dalam menentang Belanda, mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Bengkalis, perlu disebarluaskan dan diinformasikan kepada masyarakat luas, terutama kepada para generasi muda kita. Termasuk juga para tokoh lainnya yang telah berjasa dan mendedikasikan hidupnya bagi kemaslahatan agama, bangsa dan negaranya.

Barangkali kedepan, menjadi tanggungjawab kita semua bagaimana sejarah yang pernah terukir di negeri ini dihargai dan ditempatkan pada posisinya yang layak, dengan melakukan upaya-upaya yang nyata agar sejarah yang pernah wujud dapat dijadikan nilai-nilai kearifan lokal. Bahkan banyak pihak menghendaki agar sejarah Bengkalis, termasuk para ketokohan para pelaku sejarah yang pernah ada, diketahui dan dipelajari di bangku-bangku sekolah, agar pelajar maupun generasi muda kita nanti juga mengenal dan mengetahu akan sejarahnya sendiri.

Semoga kelak kita mampu menjadi orang tua yang arif, menjadi pemimpin yang mengayomi dan mengasihi, selalu peduli akan arti dan nilai-nilai perjuangan, nilai-nilai kesejarahan dan semua peradaban yang telah diwarisi. Dan yang tak kalah pentingnya, semoga kita yang telah mewarisi kemerdekaan ini senantiasa hadir lewat berbagai karya dan pengabdian yang tulus, membangun kedamaian dan kesentausaan agar menjadi jembatan kasih kepada setiap generasi yang datang di kemudian hari. Amin. Wallahu a’lam. ***

*) Ditulis oleh Marzuli Ridwan Al-bantany, Sastrawan Indonesia, penulis dan penyair. Bermastautin di Bengkalis, Riau.

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews