Rumah Baca

RUMAH Baca terdiri dari dua kata: “rumah” dan “baca.”

Apa itu rumah? Rumah adalah tempat tinggal, tempat di mana kita menikmati hari-hari yang seharusnya membahagiakan. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan berbagai ruangan lainnya. Ya, rumah adalah tempat di mana manusia dapat hidup dengan aman, nyaman, tenteram, damai dan dalam suasana saling cinta.

Sementara itu, “baca” adalah kata kerja. Kata ini berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “vaca.” Membaca memiliki berbagai makna, antara lain: melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis, baik dengan melisankan atau hanya dalam hati; mengeja atau melafalkan tulisan; mengucapkan isi tulisan; memperhitungkan atau memahami simbol dan gambar; serta mengetahui atau meramalkan. Membaca bukan saja yang kasat mata tapi juga yang tersirat. Ya, alam terkembang jadi guru. Untuk itu baca semesta dengan mata kepala dan mata hati. Baca, baca!

Membaca adalah salah satu kegiatan penting dalam kehidupan sehari-hari yang dapat memberikan ilmu dan informasi yang bermanfaat. Aktivitas ini dapat mempertinggi daya pikir, mempertajam pandangan, dan memperluas wawasan seseorang.

Rumah baca dapat diartikan sebagai perpustakaan. Dalam Bahasa Arab, istilah ini dikenal sebagai al-Maktabah (tempat buku-buku), sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut library. Di Indonesia, kita sering menyebutnya sebagai taman bacaan. Mengapa disebut taman? Karena buku adalah taman yang indah, penuh dengan pengetahuan, taman yang dipenuhi bunga-bunga harapan. Ini adalah tempat yang indah bagi manusia untuk menjelajahi dunia. Oleh karena itu, jika ingin melihat keindahan dan kemolekan dunia, bacalah buku, karena ia adalah sesudut taman dunia yang sarat dengan keindahan dan kedamaian.

Sampul buku yang dipajang pun bagaikan lukisan yang indah, seolah-olah menyusun berbagai warna dan gambar dalam suatu puzzle yang menakjubkan. Hal ini menciptakan kesan mendalam bagi penikmatnya.

Saat ini, perpustakaan digital sudah menjamur. Penjelajahan terhadap pengetahuan menjadi lebih luas lagi, hanya dalam genggaman tangan. Melalui handphone, gadget, laptop, dan media teknologi lainnya, orang dapat mengakses berbagai informasi di mana dan dalam bahasa apa pun. Buku dan kitab tersedia dalam bentuk e-book berbagai bahasa, dengan semua informasi yang mengandung edukatif dan informatif yang mengagumkan.

Namun, tidak semua orang memiliki akses tersebut. Jaringan internet yang belum merata, terutama di dusun dan kampung terpencil di Indonesia, membuat akses ini sulit direngkuh, seperti mencari emas di dalam tumpukan pasir.

Oleh karena itu, keberadaan rumah baca atau pustaka konvensional tetap sangat diperlukan. Rumah baca menjadi tempat pembelajaran seumur hidup. Para pegiat literasi sangat dibutuhkan untuk mencerdaskan anak bangsa, dan negara atau pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan membantu dengan serius para relawan rumah baca agar tetap eksis dalam menjalankan kegiatan mereka.

Rumah baca yang hadir di desa atau kampung sangat berfungsi untuk mengembangkan minat baca, bakat, dan kemampuan masyarakat, sekaligus menginspirasi mereka untuk aktif membangun komunitas di mana mereka berada. Buku juga dapat menginspirasi masyarakat terutama generasi muda untuk memiliki cita-cita dan impian masa depan yang cemerlang, karena buku adalah salah satu sumber utama pengembangan imajinasi dan daya pikir manusia.

Tanpa imajinasi, apa yang bisa dihasilkan oleh pikiran manusia? Tanpa imajinasi, bukankah manusia akan seperti benda mati? Ya, imajinasi adalah salah satu aspek yang membuat manusia lebih sempurna dibandingkan makhluk lainnya.

Saya mendirikan Rumah Baca Datuk Sati Diraja di desa Rantaubaru pada 24 Agustus 2024 sempena memperingati dan mengambil semangat dari hari ulang tahun kemerdekaan RI, dengan tujuan mengajak anak-anak mencintai buku, bermain bersama buku, dan membawa mereka tenggelam belajar dalam taman bacaan, sekaligus menginspirasi mereka agar mau menjadi penulis buku. Kami membaca di halaman, di tengah sungai, di atas pasir merah, dan di haluan perahu. Kami belajar di tengah hamparan semesta. Oh, betapa kecilnya kami di tengah alam raya.

Kami membaca puisi, bernyanyi, dan bermain bersama buku-buku. Kami percaya bahwa ajaran agama yang kami anut menginspirasi kami untuk selalu membaca, dan suatu saat kami akan menuangkan apa yang kami tahu, alami, dan nikmati agar bisa dinikmati oleh orang lain melalui tulisan, ya sebuah fungsi utama kaum intelektual dalam mengukir peradaban.

Membaca dan menulis ibarat sekeping uang; tanpa salah satu gambar di kepingannya, uang tersebut tidak akan berharga. Maka, kami belajar, membaca, berpetualang dalam isi buku-buku, dan suatu saat akan menulis apa saja yang kami lihat, yang kami tahu sebagai kado istimewa untuk umat manusia. Ya, mungkin sebagai batu nisan ketika kehidupan dunia kami sirna, ketika kami tiada. ***

Baca: Memagut Kampung

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews