Ode Kepada Kota Yang Terlupakan
I
orang-orang berkata, bangunan tua perlu direnovasi,
dan jendela-jendela rapuh harus dijaga dari retakan
namun aku berkata, reruntuhan ini adalah puisi yang
menunggu untuk dipecahkan, sekarat tapi abadi
apakah kita perlu takut pada hujan yang jatuh di atas genting,
atau pada bayang-bayang sendiri yang menari di trotoar malam?
II
aku bukan arsitek, tapi izinkan aku melukis denah kota ini dengan ingatan
jalan-jalannya kusut seperti benang yang terurai
menelusuri retakan di trotoar yang pernah kita lalui
mungkin kau lupa, jejak langkah kita di sana menjadi bisu
terkunci dalam waktu yang tak berputar lagi
III
kota ini menua, namun kenangan tetap segar
muda dalam setiap alunannya
apakah debu di udara adalah riasan bagi gedung-gedung ini
atau hanya kamuflase bagi keheningan yang menggema?
waktu, meski lambat, tak pernah benar-benar berlalu di sini
dan aku hanyalah saksi bisu
seorang pelancong dalam labirin yang tak bernama
Sukabumi, 23 September 2024
Ilusi Perjalanan
angka itu membisu di udara yang sesakkan hari
seperti detak-detak jam tua lupa jalan kembali
waktu menguap dari tangkai bayang
tak ada rindu yang tumbuh, hanya sisa-sisa debu
di antara angka-angka acak
kesabaranku jadi noda,
orang yang datang belakang bicara
tentang panjangnya perjalanan
sedang langkah tak pernah tiba,
tertahan di tepi mimpi yang terlupa
suara angin terpecah,
bawa cerita yang tak selesai pada malam
tapi waktu adalah ilusi berputar
mengikatnya dalam simpul yang terurai
tiada harapan
Sukabumi, 10 Oktober 2024
Kisah di Tubuhku
setelah musim berlalu,
kita tanam bunga-bunga di tanah ilusi
M, kau mekar jadi taman terindah
meski badai pernah menyobek tubuhmu
D, kau adalah samudra tanpa tepi,
bergolak dalam pelukan ombak,
dari kokohnya karang,
kita belajar tentang sabar, keindahan bertahan
saat tiba di ladang dan lautan
hangat napasmu, H, menguar jadi bait-bait puisi
malam-malam kau anyam jadi gugusan bintang
sembunyikan kisah dalam muara ingatan
aku tempuh ziarah yang menggerus waktu
jejak-jejak kisah terukir di lekuk tubuhku
cemara tumbuh, menjelma tunas baru
dan takdir selimuti dirinya dalam kerudung waktu.
Sukabumi, 24 Oktober 2024
Pada Wajah Puisi
aku menulis puisi di wajahmu,
sebelum kata-kata berderai
pergi dari rumah rumpun, tanpa bekal ilmu.
tahun berlalu, kutemukan kau tanpa rupa
seperti kanvas yang memudar
aku menghujani kutukan
“ kau akan mati tanpa puisi”
lihatlah pada wajah puisi
kegigihan membaca diksi
lalu kini hanyalah sunyi
sajak tak pernah kembali
mungkin angin datang bawa pergi
atau waktu menghapusnya perlahan
hingga wajahmu bukan lagi cerita
hanya pantulan tak lagi bicara
Sukabumi, 28 Oktober-10 Desember 2024
————————
Novita Dina adalah nama pena dari Novita Sari. Pernah belajar di Asqa Imagination School (AIS), kelas menulis bersama Al Mannaf Pustaka, dan kelas menulis Syp. Buku kumpulan puisinya, Dear Rena terbit pada 2021. Buku keduanya kumpulan quote, Stop Being Perfect terbit pada 2024. Karyanya juga terhimpun di berbagai buku antologi bersama penulis lainnya dan tersebar di berbagai media online. Masuk dalam 30 Besar Anugerah COMPETER 2025 yang pemenangnya diumumkan pada 1 Januari 2025. *
Baca : Puisi-puisi Karya Annur Halimah Hakim Malaysia