Idul Fitri dan Insan-Insan yang Kembali ‘dilahirkan’

Oleh : Marzuli Ridwan Al-bantany

IDUL FITRI selain dimaknai sebagai hari kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan sebulan lamanya, juga bermakna kembali kepada fitri. Maksud fitri atau fitrah adalah suci, – layaknya seorang bayi yang baru dilahirkan ke dunia tanpa membawa sebarang dosa dan kesalahan.

Semangat Idul Fitri yang melahirkan insan-insan fitri karena telah melalui suatu proses penempaan diri yang cukup besar dan agung,- lewat puasa Ramadan serta ibadah-ibadah lainnya selama bulan Ramadan, patut dijaga dan dipertahankan. Makna serta nilai-nilai ketakwaan dan keistiqamahan amaliyah Ramadan inilah yang harus selalu tercermin pada bulan-bulan berikutnya.

Begitu juga dengan kemenangan serta kesucian yang telah dicapai lewat ‘madrasah Ramadan” yang ditandai dengan berhari raya (berlebaran), juga semestinya selalu disyukuri dan disambut dengan penuh rasa gembira dan suka cita, termasuk berupaya semaksimal mungkin bagaimana mengekalkan prestasi ibadah yang telah diraih sebelumnya.

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. ar-Rum : 30)

Di negara kita Indonesia, seperti halnya pula dalam kebiasaan masyarakat Kabupaten Bengkalis, kebahagiaan dan rasa syukur akan perayaan Idul Fitri selalu disambut dengan meriah. Kaum muslimin di daerah ini, baik di kota maupun di desa selalu menyambut malam Idul Fitri dengan melakukan kegiatan Pawai Takbir. Mereka bertakbir, bertasbih dan bertahmid atas karunia dan nikmat Allah berupa Idul Fitri dan hari raya yang disambut setahun sekali.

Tidak hanya itu, kegiatan-kegiatan keagamaan selama Ramadan dan Idul Fitri di Kabupaten Bengkalis ini, juga tak dapat dipisahkan dari aspek kebudayaan serta tradisi masyarakat Melayu yang telah mengakar dan berkembang sejak lama. Sebut saja seperti tradisi menyalakan colok, yakni sejenis lampu atau pelita yang bahan bakarnya dari minyak tanah,- yang dipasang mulai malam Tujuh Likur atau malam 27 Ramadan hingga malam Idul Fitri.

Menariknya lagi, selain menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat, tradisi colok ini juga menjadi salah satu even tahunan Pemerintah Kabupaten Bengkalis berupa festival colok yang kerap diperlombakan. Dengan ribuan colok yang terbuat dari kaleng-kaleng bekas yang dipasang dan dinyalakan berjejer serta rapi diantara rentangan kawat-kawat dari menara-menara kayu yang kadang tinggi menjulang,  membentuk gambar-gambar masjid ataupun lainnya dengan begitu indah dan selalu mengundang decak kagum. Maka tidak menghairankan bila malam-malam Tujuh Likur ini jalan-jalan di Kota Bengkalis dan sekitarnya selalu ramai dipadati masyarakat yang sengaja melihat dari dekat keindahan colok-colok yang terpasang.

Selain tradisi colok, tradisi lainnya yang hingga ke hari ini terus berlangsung adalah Baraan (baca : Barak An). Baraan adalah istilah lain dalam penyebutan berkunjung atau bersilaturrahmi ke rumah-rumah jiran tetangga selama berhari raya yang dilakukan secara berombongan. Di beberapa daerah di Bengkalis, Baraan kadang memakan waktu 3 sampai 5 hari, disesuaikan dengan jumlah rumah atau KK yang mengikuti Baraan ini.

Inilah diantara tradisi yang ada dalam masyarakat Kabupaten Bengkalis yang dapat penulis tuliskan dalam kesempatan yang terbatas ini. Masih ada beberapa tradisi lainnya, seperti tradisi ziarah kubur dalam menyambut bulan puasa dan Idul Fitri, serta tradisi Petang Megang yakni membersihkan diri dengan cara mandi menggunakan limau purut dan serai wangi. Ini salah satu kearifan lokal yang merupakan perlambang bahwa dalam memasuki bulan Ramadan selain harus membersihkan batiniyah dari dosa dengan saling memaafkan, juga membersihkan badan dari segala kotoran lahiriyah.

Kembali kepada pesan-pesan Idul Fitri kali ini, selayaknya menjadi renungan buat kita semua, kaum muslimin yang telah berhasil menjalankan ibadah Ramadan sebulan lamanya. Jadikan momen Idul Fitri untuk saling berkunjung, menyambung silaturrahmi dan saling memaafkan agar kita menjadi insan-insan yang fitrah dan suci seumpama bayi yang baru dilahirkan ke dunia. Wallahu a’lam.

Selamat Idul Fitri 144H.
Mohon maaf zahir dan bathin. ***

Bengkalis, 3 Syawal 1444 H/24 April 2023.

*) Marzuli Ridwan Al-bantany, adalah penyair dan sastrawan Indonesia bermastsutin di Bengkalis, Riau.

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *