LAMANRIAU.COM – Berita mengenai dugaan kebocoran data kembali mencuat di Indonesia, kali ini terkait dengan data wajib pajak. Akun anonim yang mengidentifikasi diri sebagai Bjorka mengklaim telah berhasil membobol dan mencuri data wajib pajak, termasuk informasi dari Presiden Joko Widodo, menteri, dan pejabat tinggi lainnya.
Menanggapi dugaan kebocoran data tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi melalui Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti.
Dwi menjelaskan bahwa DJP telah melakukan penyelidikan terkait isu ini dan tidak menemukan indikasi adanya kebocoran data langsung dari sistem informasi DJP.
“Data log akses dalam enam tahun terakhir menunjukkan tidak ada indikasi kebocoran data dari sistem informasi kami,” ujar Dwi dalam siaran pers yang diterima pada Jumat 20 September 2024.
Ia juga menambahkan bahwa struktur data yang beredar tidak terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak.
DJP telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kepolisian Republik Indonesia untuk menindaklanjuti dugaan kebocoran ini. DJP berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data wajib pajak, serta berencana meningkatkan perlindungan dan keamanan data melalui evaluasi dan penyempurnaan tata kelola data serta sistem informasi.
Dwi juga mengimbau para wajib pajak untuk menjaga keamanan data pribadi mereka dengan memperbarui antivirus, mengganti kata sandi secara berkala, dan menghindari tautan atau file mencurigakan. Selain itu, DJP meminta masyarakat untuk melaporkan jika menemukan dugaan kebocoran data dengan menghubungi Kring Pajak di 1500200, melalui email [email protected], atau melalui situs pengaduan resmi.
Dugaan Kebocoran 6,6 Juta Data Pajak oleh Bjorka Perlu Menjadi Perhatian Serius Pemerintah
Terkait dugaan kebocoran data ini, Pratama Persadha, pakar keamanan siber dan Direktur CISSReC, mengungkapkan bahwa ia telah melakukan penelusuran dan mengunduh sampel data yang diperoleh.
Dugaan kuat mengarah pada DJP sebagai sumber kebocoran, mengingat nomenklatur data yang sangat spesifik. “Kemungkinan besar data tersebut berasal dari Direktorat Jenderal Pajak atau Kementerian Keuangan, karena dalam sampel terdapat field seperti Nama KPP, Nama Kanwil, Status PKP, serta jenis Wajib Pajak,” jelas Pratama dalam keterangannya pada Kamis 19 September 2024.
Saat ini, hacker tersebut menawarkan data curian itu dengan harga 10 ribu USD, setara dengan sekitar Rp 153 juta.***
Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim