Ramadhan dan Kedamaian

Ramadhan dan Kedamaian

BEBERAPA pekan terakhir menjelang Ramadhan tiba, negara kita tercinta, Indonesia kembali diheboh dan dirusuhkan oleh terorisme yang terjadi seperti terencana dan terjadwal. Padahal sebelumnya, dan kini masih sedang berlangsung teror amat mengkhawatirkan dan menakutkan yang diamuk virus corona yang entah kapan ‘kan berakhir.

Patut disesalkan, aksi teror di gerbang katedral Makasar, Sulawesi Selatan, Ahad (28/03/2021) dan aksi teror di Mabes Polri Jakarta, Rabu (31/03/2021) tersebut dilakukan oleh orang atau kelompok yang beridentitas Islam. Padahal, sungguh, Islam merupakan agama anti kerusuhan, setidaknya bila dilihat dari materi dan nilai yang terkandung dalam dua sumber utama Islam yaitu Alquran dan hadits Nabi Muhammad Saw, serta dari prilaku yang dicontohkan sendiri oleh nabi Muhammad Saw. “Sesungguhnya engkau (Muhammad) Kami utus sebagai rahmat bagi alam semesta”. (Q.S. Al-Anbiya: 107).

Dari sekian banyak nilai luhur yang dikandung ajaran Islam, nilai-nilai ibadah Ramadhan saja amat jelas terlihat kalau Islam mengutuk kekerasan dan pertikaian. Ramadhan merupakan bulan mulia yang membawa pesan kedamaian karena pada bulan ini para setan sebagai pembisik berbagai keangkara-murkaan dibelenggu, pintu gerbang surga penuh dengan keindahan, kedamaian, dan wewangian dibuka seluas dan selebar-lebarnya, serta pintu neraka yang penuh dengan gejolak kekerasan dan penyiksaan dikunci serapat-rapatnya. Seperti sabda Rasulullah Saw: Ketika masuk bulan Ramadhan maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu neraka ditutup. (HR. Bukhari dan Muslim).

Seperti yang dipesankan hadits nabi di atas, sejatinya kehadiran bulan ini dapat membuat suasana di negeri ini senantiasa aman dan tentram karena bulan ini membawa nilai-nilai agung ke hadapan manusia agar setan-setan di dalam diri umat manusia dipenjara, prilaku yang membuat aman, tentram dan harmonis kian terpancar dalam kehidupan, serta pintu-pintu kesengsaraan akibat ulah teroris dan prilaku amoral lainnya ditutup. Inilah Ramadhan, inilah bulan perdamaian.

Di bulan Ramadhan ini ibadah puasa dijalani untuk mengekang hawa nafsu. Proses pengekangan hawa nafsu ini, mulai dari mengendalikan nafsu perut, nafsu syahwat dan sejenisnya berupaya menjadikan manusia sebagai insan al-kamil atau manusia paripurna. Prilaku teror dan aksi bejat lainnya merupakan dorongan nafsu buruk yang menciptakan inferno atau kesengsaraan, dan menjatuhkan nilai kemanusiaan paripurna tersebut. Nilai mengekang hawa nafsu ini sejatinya dipahami dan diamalkan agar ketentraman dan kedamaian selalu terpancar dari prilaku manusia beriman.

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Swt berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kalau kita sepakat jika secara sederhana, kata agama berasal dari gabungan a dan gama yang bermakna tidak kacau, maka sejatinya nilai esensial keberagamaan dari puasa di siang hari pada bulan ini menciptakan manusia yang menebar keamanan dan kenyamanan, bukan penebar teror dan permusuhan.

Islam merupakan agama pembawa keselamatan, kerukunan dan kedamaian. Bukan agama yang menebarkan ancaman apalagi enemy. Hal itu tampak jelas dari prilaku nabi Muhammad Saw. Sebagai umatnya, kehadiran Rasulullah Saw sebagai manusia paling paripurna tersebut menjadi contoh dan teladan dalam kehidupan. Selain itu, dari beberapa hadits tentang ibadah Ramadhan seperti yang diterakan di atas menggambarkan bahwa Islam itu agama yang mendidik manusia agar menanam, memupuk dan menumbuhkan kasih sayang, menciptakan kehidupan penuh dengan toleransi dan kedamaian bagi manusia bahkan alam semesta. Untuk itu, secara ideal dan esensial, tidak ada seorang pun umat Islam yang menjadi teroris karena semua yang dilakukan teroris seperti bom bunuh diri dan lain sebagainya bertentangan dengan ajaran Islam dan prilaku Nabi Muhammad Saw. Jadi, tidak ada kelindan-kaitnya terorisme tersebut dengan agama tertentu, khususnya agama Islam karena secara harfiah, Islam itu sendiri bermakna selamat, sejahtera, damai dan berserah diri. Dari makna sederhana itu, sudah tentu penganutnya merupakan manusia utama dan pertama yang akan menebarkan keselamatan, kesejahteraan, serta kedamaian, tidak saja bagi manusia tapi juga bagi seluruh alam semesta karena panutan mereka adalah nabi Muhammad Saw yang merupakan manusia panutan dunia sepanjang sejarah.

Jika saja terdapat para pelaku teror kebetulan ber-KTP Islam, itu mengindikasikan kalau mereka tidak memahami dan mengamalkan isi dan substansi ajaran Islam. Mereka terdorong oleh bisikan hawa mabuk para siluman. Mereka sedang terhipnotis akan nirwana yang semu. Semoga Ramadhan menjadi masa yang tepat bagi kita semua untuk dapat lebih memahami dan mengamalkan ajaran agama secara benar dan komprehensif.

Sebenarnya, maraknya aksi teror di tanah air akhir-akhir ini menyisakan pertanyaan besar, di antaranya bukankah NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) sebagai induk dari pelaku teror telah lumpuh? Kenapa di belahan dunia seperti di Indonesia masih terus memakan korban? Seperti yang diungkapkan Azyumardi Azra di harian Kompas, (Kamis, 08/04/2021) bahwa sejak 2017, NIIS sebagai lokus kesetiaan para teroris di seluruh dunia telah kehilangan sekitar 75 persen wilayah yang pernah dikuasainya. NIIS dan sejumlah organisasi teroris lainnya juga telah kehilangan banyak pemimpin. Akibatnya, hubungan efektif tidak lagi berjalan antara NIIS misalnya, dan organisasi, kelompok serta sel teroris di banyak negara, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data yang disampaikan Azyumardi Azra di atas, kenapa terorisme di Indonesia kembali marak? Wallahu a’lam.

Selamat menjalani ibadah Ramadhan tahun 1442 H. Semoga kita selalu damai, aman dan tentram dalam menjalani kehidupan dengan mengambil hikmah dan pelajaran yang amat berarti, berharga dan bermakna dari ibadah Puasa Ramadhan yang dijalankan. Semoga semua kita hidup selalu memperoleh keadilan di Negara ini. Sebab, selama keadilan itu hanya utopia maka kejahatan dalam berbagai bentuknya akan selalu marak dan kian merajalela. Semoga Provinsi Riau dan Indonesia khususnya, serta dunia internasional umumnya selalu dalam kedamaian, dan terhindar dari prilaku teror dalam bentuk apapun yang meresahkan semua umat manusia. ***

Baca : Ihwal Suci

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *