Pertarungan dua Khilafah Dunia

tanah

Tatkala ayam berbulu musang
mustahil tikus ke lumbung padi
kalau memang dunia usang
taklah berguna aqal budi

terbang bulan dengan selamat
pulang bumi sayapnya patah
pilihlah satu yang bermanfaat
agar hidup mendapat berkah

SEBELUMNYA Tajuk Jengah Jenguk adalah “Buruk Sangka Taliban”. Jujur minggu sebelumnya, tajuk menyingkap kemenangan Taliban hampir saja “kalah bersaing” dengan tajuk “pertarungan dua khilafah dunia”. Oleh karena hampir setiap minggu diskusi rutin selalu dilakukan, maka terhimpun beragam tema yang patut untuk diulas-kilas dalam Jengah Jenguk. Diskusi ini bermaksud menelaah-pintas ihwal peristiwa penting yang trending istilah di masyarakat penyuka media sosial-elektronik.

Khilafah sederhannya dari kata khalifah. Istilah ini merepresentasikan personal untuk kemudian menjadi khilafah merujuk sebuah sistem. Khilafah yang berasal dari kata “kha-la-fa” yang dimaknai juga mengganti. Khilafah dalam makna yang esensi (sebuah istilah yang mengalami proses perubahan makna atau ameliorasi) menjadi pengganti (digantikan). Bukan apa-apa, atau apanya dan ada apa, merujuk Jengah Jenguk sebelumnya, mengulas khilafah menjadi terkoneksi satu tajuk dengan sebelumnya.

Menelaah beragam anggapan yang susah ditolak jika istilah yang mendeskripsikan sebuah sistem dunia tersebut, terkesan angker, menyeramkan dan menakutkan. Padahal sederhananya khilafah merepresentasi perubahan makna kata (konsep) yang semula dari penguasa personal menjadi sistem kekuasaan. Jadi dari personal berubah menjadi sistem.

Berklid-klindan dengan perubahan ini menjadi wajar jika dipenghujung zaman ini terjadi pertarungan dua khilafah. Dalam pemaknaan lain konkruen dengan pertarungan dua sistem dunia sebelum menuju akhir. Bahasa akademisnya apa yang pada tahun 1990-an, populer dengan istilah “benturan (konflik?) peradaban”.  Benturan itu kini menjadi terang benderang. Penyebab benturan karena konflik peradaban yang menurut Saya, secara “kurang pas” dikemukakan oleh Paman Sam (uel) P. Huntington si penulis kren itu. Menurut Paman Sam, benturannya antara “peradaban Barat dan Islam”.

Lebih eksis-konkrit sesungguhnya, bukan lagi benturan melainkan pertarungan. Semakin jelas jika dampak pertarungan (konflik) yang akan menghasilkan terbentuknya kembali tatanan dunia.  Artinya, khilafah lama yang ingin dikembali-tegakan (sebelumnya hilang), wajib diberangus. Sementara “khilafah baru” yang sedang akan diperjuangankan (proses sedang berlangsng) secepatnya direalisasikan. Upaya pembentukan khilafah baru inilah yang dikenal dengan sebutan “new world order” (tatanan dunia baru).

Pertarungan dua khilafah inilah dalam penjelasan yang sederhana sesungguhnya sudah terjadi pada masa lalu, hari ini hingga penghujung zaman (masa depan). Pertarunganya dapat disimplikasi antara khilafah yang berperinsip rahmatan-lil-alamin atau rahmatan (keberkahan dan menyelamatkan alam dunia), dengan khilafah bersandar non rahmatan-lil-alamin atau non rahmatan (banyak kemudaratan, dan menghancur-rusak alam dunia).

Selama ini yang banyak tidak terungkap, tentu saja khilafah non rahmatan telah menunjukan eksistensinya. Istilah khilafah yang selalu angker, terkesan radikal juga intoleran sengaja “diframing oleh pesaingnya” yang sedang ingin berkuasa (ditegak-realisasikan). Contoh sederhananya, bagian dari “khilafah non rahmatan” adalah terbentuknya organisasi dunia yang disebut dengan perserikatan bangsa-bangsa (PBB).

Sejak bedirinya, tampaknya terhindar dari ekspose terkait siapa penggagas, penyumbang dan tujuan utama pembentukannya. Hak istimewa (privilege, exclusive rights) yang disebut veto adalah bukti otentik bahwa organisasi dunia “berwajah khilafah” ini bukan rahmatan (non rahtaman-lil-alamin). Mohon rujuk salah satu organisasi yang ada di bawahnya, teristimewa yang membidangi kesehatan. Silakan ditelusuri jejak digital dan dihubungkaitkan dengan kondisi kekinian.

Selanjutnya sistem “kapitaslime dolar” atau “khilafah dolar AS” yang “menghalalkan riba”. Tak banyak disadari oleh mereka (kaum pendukung khilafah non rahmatan), dampak riba (bunga utang yang diberlakukan organisasi perbankan dunia) terhadap negeri-negeri peminjam yang dijuluki “berkembang dan miskin” (negeri-negeri mantan jajahan). Pun begitu kajian akademis dampak “sistem ekonomi ribawi” yang oleh Ahmad Thomson disebut sistem Dajjal, lupa dilakukan. Hampir pasti minim juga mustahil dipublikasi oleh media milik mereka.

Mengakhiri bahasan ini, beberapa rekan penasaran dalam memprediksi, khilafah (rahmatan dan non rahmatan) yang akan menjadi “pemenangnya” di penghujung zaman. Khusus menentukan “pemenang atau pencundang”, rekan yang lain mengingatkan bahwa di dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ketiga dan keempat menjastifikasi minimal dua pesan penting. Pertama, bahwa kemerdekaan adalah atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa. Kedua, bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.

Sebagai bangsa yang tinggal dalam negara yang penganut agama Islam (Muslimnya) terbesar di dunia, tentu saja berharap “khilafah rahmatan” pemenangnya. Sikap istiqomah menentukan pilihan sesuai koridor pembukaan yang tertuang dalam konstitusi wajib diperlihatkan. Pilihan ada ditangan kita.

Maaf, tetiba saja seorang rekan diskusi berceletuk, “menentukan pilihan ada di tangan kita. Namun kewenangan merubah konstistusi ada ditangan mereka? Jadi harus bagaimana?”

Wallahualam bissawab. ***

Baca : Buruk Sangka Taliban

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *