Disahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ini Sejumlah Poin Yang Menjadi Sorotan

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang sekian lama di Rancang akhirnya terwujud menjadi UU.

Hal ini terjadi dengan langkah senyap DPR-RI dan Pemerintah yang meluluskan pada rapat paripurna yang digelar senin 05 Oktober 2020 Siang.

Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI, Supratman Andi Agus menyampaikan bahwa keputusan ini sudah dilaksanakan beberapa kali rapat untuk memutuskan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi UU.

“Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari,” ujar Supratman Andi Agus.

Didalam rapat paripurna tersebut tecatat ada dua Fraksi dari Partai Politik (Parpol)  yaitu Fraksi PKS dan Demokrat yang menolak disahkan Cipta Kerja sebagai UU.

Penolakan UU Cipta Kerja bukan tanpa alasan, melainkan saat RUU Cipta Kerja menuai banyak sorotan dari publik. Regulasi tersebut dinilai merugikan pekerja.

Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah bahkan bertolak belakang dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Selanjutnya, serikat buruh juga menolak tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003.

Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *