LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Tim Kerja Penyusunan Konsep Awal Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang (RUU) Provinsi Riau dari Badan Keahlian DPR RI melakukan kunjungan ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) untuk meminta masukan terkait penyusunan konsep awal naskah akademik RUU Provinsi Riau, Rabu 24 November 2020 kemarin.
Kehadiran enam orang anggota Tim Kerja ke Balai Adat Melayu Riau dipimpin Perancang/Badan Keahlian DPR RI Ricko Wahyudi. Mereka d iterima Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H Al azhar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar beserta pengurus.
Baca : Bahas Pengelolaan Limbah B3, LAMR Segera Menghadap Presiden
Perancang/Badan Keahlian DPR RI Ricko Wahyudi mengatakan, DPR RI tengah menyusun UU tentang Provinsi Riau yang diinisiasi Komisi II. Komisi II DPR RI menugaskan Badan Keahlian untuk menyusun konsep naskah akademik dan naskah RUU Provinsi Riau.
“Tujuan kedatangan kami untuk mengumpulkan masukan dan pandangan masyarakat dan juga akademisi, Pemerintah Provinsi terkait penyusunan RUU Provinsi Riau,” Kata Ricko Wahyudi.
Menurut Ricko, pembentukan Provinsi Riau dasar hukumnya masih berdasarkan UU RIS yaitu Undang Undang Nomor 7/1950. Tepatnya UU Nomor 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau.
“Dari sisi istilah dan isi, harus sesuaikan dengan UUD 1945. Begitu juga istilah yang memakai nuansa kebatinan, filosopinya masih sentralistik jauh dari semangat otonomi daerah,” tambahnya.
Para pengurus LAMR terlihat aktif memberikan pandangan dan masukannya kepada Tim Kerja dari Badan Keahlian DPR RI ini mulai dari tuntutan otonomi khusus, bagi hasil pajak ekspor crude palm oil (CPO) Riau, eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tidak berdampak pada peningkatan ekonomi rakyat, mengenai adat, budaya dan Bahasa Melayu. Termasuk juga masalah limbah industri perusahaan, dominasi perusahaan besar terhadap penguasaan lahan Riau, HTI dan sebagainya.
Timbalan Ketua Umum MKA LAMR Datuk HR Marjohan Yusuf mengatakan, selama ini Riau menjadi ladang perburuan. Jika sekarang hampir tidak ada lagi yang jadi perburuan karena sudah habis. Ia berharap apa yang menjadi masukan dan usulan dari LAMR bisa jadi pertimbangan. “Jika kami tidak menuntut hak istimewa tetapi hak-hak khusus yang kami dapat,” ujarnya.
Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar usai pertemuan mengatakan, LAMR akan membentuk tim untuk menyiapkan bahan. Termasuk poin-poin usulan untuk penyusunan naskah akademik dan RUU Provinsi Riau oleh Tim Kerja dari Badan Keahlian DPR RI ini.
“Antaranya poin-poin tersebut seperti pengakuan terhadap hak masyarakat adat, kearifan lokal dan lainnya yang jadi perjuangan selama ini,” katanya.
Selain itu, LAMR mengusulkan sejalan dengan filosofi “tiga tungku sejerangan” atau “tali berpilin tiga” dasar sebuah tata masyarakat Melayu adanya unsur pemerintah (ulama), adat dan agama. Selain Forkompinda sebagai unsur adat yang mendapat kedudukan sama dengan lembaga-lembaga tersebut dan d i akui keberadaan oleh UU Provinsi Riau nantinya.
“Selama ini sudah praktikkan tetapi tidak d i atur dalam UU. Kalau sudah d iatur dalam UU tentu sudah menjadi kewajiban untuk penerapan. Kedepan kami berharap penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Riau ini betul-betul berjalan sesuai ketentuan adat. Masyarakat secara umumnya dan percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat,” kata Datuk Seri Syahril. (zul azhar)