Manusia Kursani

Desember haru

MANUSIA kursani? Ya, manusia kursani. Insan kursani merupakan manusia baja yang sempurna jasmani dan rohaninya. Ia tidak saja sempurna fisiknya tetapi juga tinggi rohaninya.

Hidup di dunia memang serba bertunangan, serba berpasangan. Kadang-kadang pasangannya berlawanan, terkadang berteman. Baik pasangannya buruk. Cantik pasangannya jelek. Malam tunangannya siang. Begitu juga dengan jasmani berpasangan dengan rohani, dan lain sebagainya.

Manusia memiliki dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Jasmani memerlukan makanan dan minuman. Memerlukan pakaian dan lain sebagainya. Rohani pun demikian juga adanya. Akan tetapi banyak manusia yang hanya memenuhi kebutuhan jasmaninya dan mengabaikan keperluan rohaninya.

Kalau jasmani memerlukan makanan, pakaian, kendaraan, rumah dan fasilitas lainnya, rohani pun sesungguhnya demikian juga. Manusia mati-matian berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya hingga terkadang tak tentu siang dan malam, tak kenal pagi dan petang, ia terus mencari, mencari dan mencari. Ia berusaha, berusaha dan berusaha.
Demi memenuhi kebutuhan jasmani yang berasal dari tanah dan akan pulang ke tanah itu, ia pun mengabaikan keperluan rohaninya yang bakal kekal dan abadi, tak jarang haram, halal hantam saja. Padahal perbuatan yang menghalalkan segala cara itu merusak rohaninya bahkan dapat membuat rohaninya sekarat. Ia semakin lama semakin haus karena meminum laut hawa nafsu yang tak sudah-sudahnya. Ia timba laut nafsunya hingga ia makin haus dan akhirnya mati dalam laut ambisi akibat hawa nafsu  buruk yang diperturutkan seturut-turutnya. Ia akan mati sebelum kematian yang sesungguhnya tiba. Ya, yang mati itu rasa nikmat ibadahnya, yang bertambah rasa cinta dunia berlebihan dan takut pada kematian. Ya, ia akan semakin hubb a-dunya wa karohiyat al-maut.

Bagaimana mungkin kalbu akan bersinar, sedangkan bayang-bayang dunia masih terpampang di cerminnya? Bagaimana mungkin akan pergi menyongsong Ilahi, sedangkan ia masih terbelenggu nafsunya? Bagaimana mungkin akan bertamu kehadiratNya sedangkan ia belum bersuci  dari kotoran kelalaiannya? Bagaimana mungkin diharapkan dapat menyingkap berbagai rahasia, sedangkan ia belum bertobat dari kekeliruannya. (Ibnu ‘Athoillah al-Iskandari) 

Kalau makanan jasmani adalah nasi, lauk dan sejumlah makanan lainnya, makanan rohani adalah ibadah kepada Allah Swt. Kesempurnaan ibadah ditunjang oleh iman, ilmu dan amal saleh. Jika semakin banyak ibadahnya, maka semakin kenyang rohaninya. Semakin tinggi derajatnya di sisi Allah Swt dan makhluk ciptaan-Nya.

Kata Jalaluddin Rumi: Orang makin memerhatikan dunia materi, dia akan makin terlena terhadap dunia rohani. Apabila jiwa kita sudah terlena di depan Tuhan, yang lain, yang tak terlena mendekati pintu rahmat Ilahi.

Menuju manusia kursani mesti semakin meningkatkan iman dengan cara semakin lama semakin menyempurnakan segala yang diperintahkan Ilahi dan meningglkan semua larangan-Nya. Mengikuti perintah-Nya sekuat kemampuan. Meninggalkan larangan-Nya mutlak sepenuhnya, bukan sekuat daya upaya.


Menurut Ali bin Abi Thalib kw, iman adalah ucapan dengan lidah, kepercayaan yang benar dengan hati, dan perbuatan dengan anggota badan. Ia baru disebut mukmin sejati ketika  memiliki rasa takut kepada Allah Swt; khusyuk melaksanakan shalat; senang mendengar dan membaca kalam Ilahi; menunaikan zakat, infak, wakaf dan sedekah; meneladani rasul; bertawakkal; selalu bersyukur; serta memiliki akhlak yang terpuji.

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat… (Q.S: Al-Mujadalah: 11)

Selain meningkatkan ibadahnya, menuju manusia kursani juga perlu meningkatkan ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalamannya. Baik pengetahuan dan wawasan untuk memenuhi jasmaninya maupun untuk menyempurnakan rohaninya.

Man arada al-dunya fa ‘alaihi bi al-’ilmi waman arada al-akhirah fa ‘alaihi bi al-‘ilmi waman arada huma fa ‘alaihi bi al-‘ilmi: siapa yang ingin dunia maka dengan ilmu, siapa yang ingin akhirat dengan ilmu, siapa yang ingin kedua-duanya juga dengan ilmu.

Agar memperoleh ilmu Allah Swt yang luas tak berbatas diperlukan menjauhi kemaksiatan atau kejahatan dan keburukan. Al ‘ilmu nurun wa nur Allah la yu’thi / la yuhda li al-’ashi: ilmu pengetahuan itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dianugerahkan atau ditunjukkan kepada orang yang berbuat maksiat.

Ali bin Abi Thalib kw bertutur: Seluruh orang berilmu celaka, kecuali yang mengamalkan ilmunya; seluruh orang beramal celaka, kecuali yang ikhlas dalam beramal.

Kesempurnaan iman dan ilmu baru lengkap pepat jika dibuktikan dengan amal saleh atau perbuatan baik dan bajik di tengah kehidupan. Jika sudah begitu maka sudah menjadi manusia kursanilah dia. Ya, mungkin begitulah.


Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan orang-orang yang  beramal saleh, dan orang-orang yang saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. (Q.S: al-‘Ashr: 1-3)

Wallahu a’lam. ***

Baca : Rasa Takut?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *