Hukrim  

Kecelakaan Kerja di Proyek Unri, Ketua Forum Insinyur Muda Riau Angkat Bicara

Ir Ulul Azmi ST IPP

LAMANRIAU.COM , PEKANBARU – Ketua Forum Insinyur Muda Riau dan Praktisi K3, Ir Ulul Azmi ST IPP mengaku prihatin dengan terjadinya kecelakaan kerja di proyek pembangunan gedung di kawasan Universitas Riau, belum lama ini.

Ulul menyebutkan, dilihat dari faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu unsafe action (tindakan tidak aman), unsafe condition (kondisi tidak aman) dan force major (bencana alam).

Dengan rincian tindakan tidak aman 80 persen menyebabkan kecelakaan, kondisi tidak aman 15 persen dan bencana alam 5 persen. Artinya 95 persen faktor penyebab kecelakaan kerja bisa dikendalikan.

“Dari kasus di Unri ini agak berbeda karena informasinya pekerja menggunakan APD. Tapi perlu kita pahami kembali dalam hirarki pengendalian bahaya, APD adalah hal pengendalian yang terakhir,” tutur praktisi yang sudah malang melintang di dunia K3, Kamis (27/07/2023).

Hirarkinya sejak dari eliminasi (menghapus bahaya), subsitusi (mengganti peralatan), rekayasa engineering (melakukan rekayasa teknis), dDokumen kontrol (izin kerja, lisensi/komperensi pekerja, MCU pekerja dll).
“Serta alat pelindung diri sebagai hirarki kontrol yang terakhir, jelas Insinyur Muda ini.

Ia melanjutkan, dari kejadian ini juga harus melihat apakah APD body harnes sudah dichek sebelum digunakan? Apakah memiliki Lisensi Tenaga Kerja Bangunan Tinggi II (TKBT II) dan apakah sebelum bekerja diketinggian pekerja dichek kesehatannya?

Terkait APD sesuai Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Pasal 14 Huruf C, pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja.

“Dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut. Disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja,” tegasnya.

Serta dalam Pasal 8 disampaikan pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterima maupun akan dipindahkan sesuai sifat-sifat pekerjaan yang diberikan.

Terkait kompetensi dan lisensi bagi pekerja terutama pada bangunan tinggi sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 09 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian BAB IV Teknik Bekerja Aman.

BAB V mengatur Tentang APD, Perangkat Pelindung Jatuh, Angkur dan Serta Dalam Pasal Pasal 31 juga jelas diatur bahwasanya pengusaha dan/atau pengurus wajib menyediakan tenaga Kerja yang kompeten, berwenang bidang K3 dalam pekerjaan pada ketinggian.

“Harapan kita tentunya kita juga menjalankan semua aturan yang berkaitan dengan K3 sesuai dengan regulasi yang berlaku terutama pada bekerja pada bangunan tinggi apakah persyaratan K3 sudah dipenuhi? Apakah tenaga kerja memiliki kompetensi dan lisensi,” jelasnya.

Ia berharap selaku praktisi K3 adanya investigasi lebih lanjut oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan disampaikan supaya ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua.

Sehingga kejadian ini tidak terulang lagi karena satu nyawa itu tidak ada nilainya dibandingkan apapun. Dan menyelamatkan satu nyawa sama dengan menyelamatkan semua nyawa di dunia.

“Walaupun fungsi pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi Riau dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigarasi sudah sangat baik namun kompetensi pekerja juga perlu ditingkatkan,” tutup Ketua HSE (Health Safety Environment) Pekanbaru. (ihd)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews