Hukrim  

Beberkan Potensi Pelanggaran Pemilu 2024, Dosen Pasca Sarjana Ilmu Hukum Unri Edukasi Anggota Panwaslu se-Pelalawan

LAMANRIAU , PELALAWAN – Program Studi S2 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Riau melaksanakan penyuluhan hukum kepada panwaslu dan jajaran se-Kabupaten Pelalawan, Senin (31/07/2023).

Kegiatan itu dikuti sebanyak 45 aggota panwas. Selain pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat, penyuluhan hukum tersebut juga implenetasi MOU Fakultas Hukum dengan Bawaslu Kabupaten Pelalawan.

Dalam kegiatan ini melibatkan ahli hukum pidana sekaligus dosen pengajar pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unri. Yakni Dr Davit Rahmadan SH MH, Dr Mukhlis R SH MH, Dr Erdianto SH MHum dan Dr Syaifullah Yophi A SH MH dan dibantu tenaga teknis Muhammad Saddam SH.

Dalam Paraparan yang disampaikan para ahli hukum ini bahwa potensi pelanggaran pidana pemilu disebabkan beberapa hal. Pada umumnya merupakan persinggungan antara kekuasaan dengan peserta pemilu.

“Pelanggaran akan selalu dan tetap ada. Pelanggaran dalam masa kampanye juga berkaitan dengan isu SARA. Potensi pelanggaran pada Pemilu 2024 akan semakin banyak karena dilaksanakan serentak antara pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Dr Mukhlis.

Jenis-Jenis pelanggaran pada Pemilu 2024 dapat bercermin pada pemilu sebelumnya. Dinamikanya sangat terasa dan waktu tersedia relatif sedikit sehingga memelukan perhatian kerja sama semua pihak agar pemilu dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana pemilu dapat terselesaikan sesuai dengan azas cepat, sederhana dan biaya ringan.

“Dalam beberapa kali pelaksanaan pemilu tentu saja karakteristis tindak pidana pemilu tidak jauh berbeda dengan potensi tindak pidana yang akan muncul pada pemilu 2024,” beber Dr Davit.

Di antaranya penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pemilihan kepala daerah. Melakukan pencoblosan lebih dari satu kali, perusakan alat peraga kampanye, pelanggaran larangan kampanye khususnya isu SARA.

“Kemudian money politic, memberikan atau menjanjikan uang atau materi lainnya dalam pelaksanaan kampanye. Menghalangi kampanye, perubahan berita acara hasil pemilu,” tambah Dr Syaifullah Yophi.

Mengaku sebagai orang lain untuk memilih, penggelembungan suara, kelalaian atau sengaja menyebabkan berubah rekapitulasi, pemalsuan dokumen pemilu oleh calon, perubahan DPT Pemilu, merugikan pasangan calon, penghinaan kepada tim kampanye, netralitas ASN dalam kampanye dan pejabat negara menyalahgunakan jabatan dalam kegiatan kampanye.

Dr Erdianto SH MHum menjelaskan, sedikitnya waktu yang tersedia oleh Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan selaku penuntut, menimbulkan persoalan tersendiri. Karena proses pembuktian pidana pemilu juga tidak gampang.

Dalam diskusi yang dilakukan, terdapat beberapa pertanyaan dari peserta. Di antaranya cara menyikapi politik uang yang diberikan oleh pihak lain yang tidak termasuk dalam tiga kategori sebagaimana disebutkan dalam UU.

Dalam hal ini penyaji menyampaikan bahwa politik uang itu kuncinya adalah mempengaruhi pemilih, jika masih dalam satu gerbong tidak masuk kategori mempengaruhi.

Oleh sebab itu untuk membuktikan pihak lain yang tidak masuk kategori yang disebutkan UU sebagai pemberi harus dapat dibuktikan ada hubungannya dengan tiga kompenen yang dilarang melakukan politik uang sebagaimana ditentu.

Selain itu dalam diskusi juga disampaikan pertanyaan cara menyikapi maraknya poster, baliho dan lain lain di luar tempat yang ditentukan penyelenggara pemilu, dan dilaksanakan di luar jadwal.

“Inilah yang menjadi pemandangan kita sehari-hari menjelang pesta demokrasi, jika hal itu terjadi kewenangannya ada di Satpol PP dalam rangka penertiban,” sebut Dr Mukhlis.

Karena keterbatasan waktu, saat istirahat siang kegiatan kemudian berakhir. Sebelumnya penyuluhan hukum ini dibuka oleh ketua Bawaslu Kabupaten Pelalawan Khaidir. (rls)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews