Puisi-Puisi Karya Seniman Musa Ismail

Ilustrasi

Literasi Cahaya

Bismillah,
Bacalah!
Bacalah tentang dirimu
Mengembara dalam semesta hati
Tiba pada sirr Ilahi
Tulislah!
Tulislah tentang adab dan ilmu
Agar kau tak mengembara dalam keterasingan buruknya rupa dunia
Terjebak dalam bincang-bincang digital bisu
Sapa menjadi asing
Nyaris semua keluh muntah dalam jari jaringan yang menari
Senyum hanya emotikon dan stiker basi
Literasi bisu
Tanpa sapa semu
Terpelanting dalam sisi gelap akal Budi
Menarilah!
Menarilah dalam literasi cahaya
Membias dalam gelap-gelap akal Budi
Carilah cahaya pada literasi diri
Alhamdulillah.

Bengkalis, 01 Jumadil Awal 1445/ 15 November 2023

Pelayaran Pagi

Bismillah,
Mentari bersandar di pohon berembang
Cahayanya menyepuh Selat Bengkalis
Selat sepuh dimakan sejarah waktu
Ketika pelayaran pagi dimulai

Ada yang lena dalam mimpi semu
Berjalan seumpama lurus, tapi senget ke kiri
Ada yang mengayuh sampan bergelombang
Mengimbangi golek agar tak karam
Sejak pelayaran pagi bertolak

Kita adalah mentari pagi di selat resah
Sebelum pelayaran tiba di rembang petang
Sebelum bertolak memecah gelombang
Jangan lupa dayung dan timba
Bentangkan layar dengan sempurna

Pagi memang begitu berpelangi
Kita dicegat sengsara warna-warni
Jika pandai berdayung sampan
Kita sampai pada makrifat Ilahi
Alhamdulillah.

Bengkalis, 18 Muharam 1446 H / 24 Juli 2024

Pelayaran Senja

Bismillah,
Kita berlayar ketika senja
Angin bertiup ke mihrab cinta
Selat para pengembara semesta Ilahi
Arus mengalur lembut di palung rindu
Rindu pada Yang Ahad

Ketika pelayaran senja membangkai
Membusuk dihimpit kesemuan wajah dunia
Kita terpasung mimpi dan permainan belaka
Terpesona dalam tipuan nafsu angkara
Hingga lena dalam sekarat senja

Pelayaran senja
antara harumnya percung
dan pekung melantung
Sadar dan lalai adalah permainan kalbu
Dalam sujud, kita tumpahkan kehendak
Harumnya percung mengairi pelayaran senja ini
Hingga ke dermaga tauhid
Labuhkan kerinduan sempurna
Sebelum malam benar-benar kelam

Alhamdulillah.

Selat Bengkalis, 12 Muharam 1446 H/18 Juli 2024.

———————————-
Musa Ismail, lahir di Pulau Buru Karimun, Kepulauan Riau, 14 Maret 1971. Karyanya adalah kumpulan cerpen “Sebuah Kesaksian” (2002), esai sastra-budaya “Membela Marwah Melayu” (2007), novel “Tangisan Batang Pudu” (2008), kumpulan cerpen “Tuan Presiden, Keranda, dan Kapal Sabut” (2009), kumpulan cerpen “Hikayat Kampung Asap” (2010), novel “Lautan Rindu” (2010), kumpulan cerpen “Surga yang Terkunci” (2015), dan novel Demi Masa (2017). Pernah meraih Anugerah Sagang kategori buku pilihan (2010) dan peraih Anugerah Pemangku Prestasi Seni Disbudpar Provinsi Riau (2012). Puisi-puisinya terjalin dalam beberapa antologi karya pilihan harian Riau Pos, antologi “Setanggi Junjungan” (FAM Publishing, 2016), antologi puisi HPI “Menderas sampai ke Siak” (2017), “Mufakat Air” (2017), Jejak Air Mata: Dari Sitture ke Kuala Langsa (Jakarta, 2017), Mengunyah Geram: Seratus Puisi Melawan Korupsi (Jakarta, 2017), Dara dan Azab (Malaysia, 2017), Kunanti di Kampar Kiri (Pekanbaru, 2018), Jazirah (Tanjungpinang, 2018). Kumpulan puisi perdananya bertajuk Tak Malu Kita Jadi Melayu (TareBooks, 2019). Pada 2019 juga, terbit bukunya berjudul Guru Hebat (Tarebooks). Pada 2020, terbit buku esainya yang berjudul Perjalanan Kelekatu ke Republik Jangkrik (Tarebooks, 2020) dan novel Sumbang (dotplus, 2020). Dia masih terus belajar menulis. *

Baca : Puisi-puisi Karya Musa Ismail

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews