Oleh: Marzuli Ridwan Al-bantany*)
Sungguh! Ramadan adalah bulan yang istimewa, bulan yang melimpah-ruah dan bergelimang berkah. Bulan yang penuh rahmat bagi umat Islam dan alam semesta. Inilah Ramadan al-karim, semoga segala amaliyah yang kita lakukan di bulan ini menjadikan kita hamba-hamba Allah yang selalu bersyukur, hidup dalam kemuliaan.
SAMPAI kapanpun, Ramadan yang datang dengan segala yang ada padanya akan senantiasa dinantikan penuh kasih dan bahagia oleh setiap insan. Ramadan akan menjadi bagian hidup yang istimewa, yang sudah pasti akan selalu menghadirkan berbagai cerita serta cerita kisah yang menarik untuk dikongsikan bersama.
Dimana-mana, bahkan tak jarang berbagai moment indah dan berharga seputar Ramadan yang dijalani setiap hari, selalu saja menarik perhatian setiap diri kita untuk mengabarkannya kepada khalayak ramai,- mewartakan serta menghadirkannya ke tengah-tengah ruang publik, melalui media-media sosial, hingga ianya merambah ke berbagai belahan penjuru dunia. Semua yang dilakukan itu (keinginan untuk menginformasikan), pada dasarnya bukan sesuatu yang berlebihan, melainkan begitulah fitrah kita sebagai manusia, yang menyukai akan keindahan dan sesuatu yang bernilai kebaikan.
Kita barangkali dapat memperhatikan, mulai dari bagi-bagi takjil misalnya, keseruan ketika melaksanakan buka puasa bersama, penyampaian tausiah maupun ceramah agama serta berbagai aktivitas yang dilakukan di bulan Ramadan lainnya, seakan tak luput dari sorotan kamera dan menjadi bahan informasi penting untuk selalu dapat dikonsumsi bersama melalui akun-akun media sosial yang ada. Semua itu, diketengahkan dengan sangat apik dan menarik, dengan penuh rasa bahagia yang turut menyertainya.
Wal hal, barangkali atas kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi maupun dunia digital kita hari ini, menjadikan apapun aktivitas-aktivitas pribadi tersebut dapat dengan sesegera mungkin disebarluaskan melalui akun-akun media sosial yang kita miliki, seperti facebook, tiktok, instagram maupun berbagai flatporm media digital lainnya, yang kemudian dengan sangat cepat dan seakan tanpa batas dapat diketahui oleh semua orang pada hari dimana ia diunggah.
Setiap unggahan atau postingan kita yang positif, dan tentunya berkualitas, sudah pasti akan bernilai ibadah dan mendatangkan pahala serta kebaikan-kebaikan. Melalui unggahan-unggahan tersebut, sudah tentu pula akan ada banyak orang yang saban hari dapat mengambil manfaat serta pelajaran yang berharga darinya. Bukankah melalui unggahan atau postingan kita yang positif telah mengantarkan kita menjadi bagian penting dari setiap kebaikan yang telah kita lakukan?- menjadi setawar sedingin yang selalu mendorong setiap kebaikan yang pasti Allah SWT akan membalasnya dengan kebaikan dan demi kebaikan pula?
Maka, kita pun berharap kiranya terhadap perkara-perkara yang seharusnya tidak sepantasnya untuk dilakukan, apalagi sampai mempostingnya di media-media sosial yang kita miliki, maka sedapat mungkin hal tersebut dihindari. Ya, terlebih lagi hal-hal yang dilakukan tersebut adalah sesuatu yang menyalahi syariat, bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya, adat istiadat serta tradisi di tengah-tengah masyarakat.
Kita memaklumi, bahwa hidup di era digital yang tak lepas dari pengaruh teknologi dan komunikasi tanpa batas dewasa ini, tentu tak ada salahnya bila kita memanfaatkan berbagai kemudahan tersebut untuk hal-hal yang mendatangkan kemaslahatan, seperti dimanfaatkan bagi menunjang berbagai aktivitas yang kita lakukan, baik itu dalam upaya pemenuhan atas berbagai hajat dan kebutuhan hidup kita, maupun untuk hal-hal positif lainnya, seperti dalam rangka menjalin hubungan baik dan silaturrahmi antar sesama, memotivasi orang untuk melakukan kebaikan dan lain sebagainya. Tentunya, semua hal yang dimaksudkan tersebut (memanfaatkan kemudahan teknologi) mestilah dilakukan dalam batas-batas kesopanan dan ketentuan yang dibenarkan syariat.
Bagi seorang muslim, bermedia sosial dengan cara yang baik dan benar, tentu menjadi hal yang urgen dan mesti harus selalu diperhatikan, lebih-lebih lagi selama di bulan Ramadan ini. Dalam bermedia sosial, kita dituntut untuk selalu bijak, yakni dengan cara menggunakan bahasa yang baik, menghormati orang lain, dan tidak menyebarkan informasi yang tidak benar. Berbagai kata-kata yang kasar, merendahkan atau menyakiti orang lain sedapat mungkin dihindari karena dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan dan perselisihan yang semakin meruncing.
Apabila hendak memberikan tanggapan, saran dan masukan atas sesuatu yang telah ditulis/diposting oleh seseorang, maka sebaiknya dikomunikasikan secara personal dengan pemilik karya (pemosting, red). Hal ini dimaksudkan bagi melindungi privasi bersama, menjaga ketentraman dan kenyamanan dalam bermedia sosial. Alangkah baiknya pula jika masing-masing pihak dapat saling bertemu dan berbincang bagi menemukan solusi dan jalan tengah.
Berkaitan dengan aktivitas bermedia sosial yang kita lakukan, seharusnya kita tidak hanya menjadikan kecanggihan teknologi ini sebagai media atau sarana untuk berhibur dan bersenda gurau semata-mata, melainkan hendaknya lebih dari pada itu. Sekurang-kurangnya kita mampu menjadikan berbagai kemudahan teknologi digital seperti facebook, tiktok, twitter, instagram dan lainnya itu sebagai sarana untuk menyampaikan tunjuk ajar dan kebaikan, memberikan segala macam jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanat dan pengajaran serta teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan, menjaga lisan dan tulisan merupakan bagian terpenting yang mutlak dilakukan. Menjaga lisan dan tulisan dapat dilakukan dengan menghindari perkataan yang tidak baik, seperti berbohong, menggunjing, dan menyebarkan fitnah. Hindari juga ucapan-ucapan maupun tulisan-tulisan yang mengandung itikad kurang baik, apalagi bertujuan untuk saling menyerang dan saling membalas serangan.
“Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu.” (HR Ahmad).
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR Bukhari).
Begitulah pentingnya bagi kita untuk selalu menjaga lisan, juga di setiap tulisan-tulisan yang kita hasilkan. Jangan sampai, lisan maupun tulisan (jari-jemari) kita menjelma menjadi sebilah pisau yang dapat melukai banyak orang,- yang kehadirannya selalu mengguris setiap hati, meninggalkan sayatan-sayatan perih dan luka yang sulit untuk disembuhkan.
Jika lisan maupun tulisan-tulisan kita ternyata telah membuat luka, mengakibatkan perih yang tak terkira, maka kemanakah lagi penawarnya hendak dicari? Bagaimanakah pula solusi harus diberi? Sementara luka dan perihnya kian sebati dalam diri? Maka tak ada cara lain yang harus dilakukan untuk dapat mengobatinya, melainkan masing-masing diri kita harus saling memaafi serta menyesali setulus hati atas kelalaian dan kealfaan diri. Dan yang terpenting lagi agar selalu berhati-hati di kemudian hari, tidak mengulanginya lagi dan menyalahgunakan media sosial sebagai sarana untuk mengumbar benci dan kesalahan sesama sendiri.
Semoga Ramadan al-Karim tahun ini menjadikan kita insan-insan mulia yang bertakwa. Juga Ramadan yang selalu menjadi berkah buat kita, bagi keberlangsungan hidup kita di dunia yang hanya sekejap cuma. Amin ya rabbal ‘alamin.
Wallahu a’lam. ***
Bengkalis, 13 Ramadan 1446 H, bertepatan 13 Maret 2025
*) Marzuli Ridwan Al-bantany adalah sastrawan Indonesia bermastautin di Bengkalis, Riau. Selain menulis esai/artikel budaya dan sastra, lelaki yang tercatat sebagai Ketua Komisi Komunikasi dan Informasi Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bengkalis ini juga menulis puisi, cerpen dan novel. Karya-karyanya telah diterbitkan dalam sejumlah buku tunggal maupun antologi bersama. Jalan Pulang, adalah sebuah novel dan karya sastra teranyar yang diterbitkannya pada tahun 2023 lalu.