Hikmah  

Perkawinan Tanpa Hubungan Intim dan Penerapan Teknologi Bayi Tabung, Apakah Sah?

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Mufti Mesir Syauqi Alam mendapat pertanyaan dari seorang perempuan paruh baya berusia di atas 40 tahun, yang menikah tanpa ada niat untuk melakukan hubungan intim dengan suami, lalu bercerai.

Perempuan ini menjelaskan secara perinci apa yang dialaminya. Perempuan tersebut sebelumnya pernah menikah dan tidak bisa memiliki anak.

Ini karena ada masalah kesehatan yang diidapnya sehingga tidak bisa melakukan hubungan intim dengan pasangan. Dia menderita sebuah penyakit dengan bakteri parah yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual.

Menurut dokter, di tubuhnya ada virus yang disebut virus herpes simpleks. Penularan virus ini berlangsung seumur hidup dan biasanya meningkat saat melakukan hubungan seksual.

Bersama suaminya yang dulu, perempuan tersebut dirawat secara bersamaan. Setelah itu, pernikahan berlanjut selama tiga tahun. Jika situasinya sedikit membaik, penyakit itu akan segera kambuh lagi.

Dia dan mantan suaminya kala itu tidak tahan, sehingga memutuskan untuk bercerai. Kini dia menemukan seorang laki-laki yang berakhlak baik, dan mereka sepakat untuk menikah dengan syarat tidak ada hubungan seksual di antara mereka.

Namun, mereka akan melakukan prosedur bayi tabung dengan tujuan menghasilkan keturunan. Pasangan tersebut sepakat bahwa setelah menikah dan proses bayi tabung nanti selesai, mereka akan bercerai.

Pertanyaannya kemudian, apakah pernikahan seperti ini dibolehkan dalam Islam? Mufti Mesir Syauqi Alam menjelaskan, pernikahan tersebut memenuhi rukun dan syarat pernikahan yang sah. Karena itu, pernikahan yang dijalani oleh pasangan itu sah menurut syariat Islam.

Keabsahannya tidak dipengaruhi oleh apa yang telah disepakati secara lisan mengenai perceraian setelah ada keturunan.

“Keabsahan pernikahan tersebut juga tidak terhalangi dengan apa yang Anda lepaskan haknya untuk melakukan persetubuhan di antara kalian, sepanjang kesepakatan itu didasarkan pada kemauan yang kuat dan kesanggupan, sekalipun tidak secara tegas ditentukan dalam akad nikah, dan itu bukan pernikahan mut’ah yang diharamkan,” katanya dilansir Masrawy, Rabu 8 November 2023.

Syauqi Alam mengatakan justru kesabaran perempuan paruh baya itu dalam menghadapi penyakit yang dideritanya merupakan salah satu amal saleh yang akan dibalas oleh Allah dengan pahala yang besar dan melimpah. Meski demikian, Syauqi Alam menyarankan untuk mempertimbangkan kembali soal apakah perlu bercerai seusai memiliki keturunan.

Sebab, juga diperhatikan mengenai hak anak yang di antaranya adalah tumbuh bersama orang tua. Sambil mengharapkan dan melakukan upaya kesembuhan dari penyakit tersebut. Apalagi, kini ilmu kedokteran modern sudah semakin maju.***

Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews