CERPEN: Si Kresek Hitam

Ilustrasi

Oleh: Apriliana Soekir

TOKO plastik itu tidak terlalu besar, berada dipinggiran jalan raya dan dekat dengan perempatan jalan. Hampir debu-debu setiap hari menyapanya dan merayapi seluruh bangunannya. Dari seberang sangat terlihat, lantai atap sudah lepas diterpa angin dari kendaraan-kendaraan yang lewat. Meski toko itu berjualan plastik, tak pernah terlihat di depan tokonya ada sampah plastik secuil apapun. Gerbang dan pagarnya sangat bersih dan mengkilap dengan aksen warna biru terang. Toko itu dijaga oleh lima karyawan yang setiap hari didatangi pelanggan dari sudut manapun. Ada yang bertugas menjaga kasir, ada yang bertugas menata rak-rak toko tetap rapi, ada yang bertugas memantau kebersihan, sisanya ada yang bertugas mengambilkan pesanan pelanggan dengan permintaan berbagai macam model plastik.

Pada rak paling pojok, terdapat kantong plastik berwarna hitam yang jadi incaran banyak pelanggan sehingga kerap kali dibeli. Sebut saja Si Hitam. Si Hitam sangat laris manis dibeli oleh kalangan manapun, baik golongan kelas atas, menengah dan bawah. Semuanya memakainya. Hingga suatu hari, Si Hitam dibeli oleh seorang perempuan setengah baya yang memiliki usaha katering. Perempuan itu benar-benar menyukai kebersihan apalagi perihal dapurnya dan tak sembarangan memilih plastik untuk wadah makanan-makanannya. Hingga akhirnya, Ia memutuskan memakai kantong plastik hitam karena permintaan pesanan pelanggannya. Meski sebenarnya perempuan itu lebih menyukai kantong plastik bening karena lebih ramah lingkungan.

Si Hitam mendengar dari seseorang dan dari beberapa jenis plastik lainnya, bahwa manusia memiliki lemari pendingin. Mereka kerap memasukkan belanjaannya ke dalam lemari pendingin agar tetap awet dan segar. Mula-mula perempuan setengah baya itu memakai selembar dari bagian Si Hitam untuk wadah sayurnya, mulai dari sawi, kacang panjang, wortel, kubis, selada dan tomat dijadikan satu. Kemudian perempuan itu pergi ke pasar lalu membeli daging ayam, ikan patin dan udang dimasukkan pada plastik Si Hitam lembar kedua, tak lupa ia juga membeli bumbu-bumbu dapur, dari Si Penjual yang memberi wadah plastik bening, bawang putih, bawang merah dan cabai akhirnya kebagian plastik dari Si Hitam pada lembar ketiga. Semua yang berada di dalam kantong Si Hitam merasa kepanasan.

“Aku kepanasan,” teriak Si Udang.

Kedengarannya teriakan Si Udang diaminkan oleh teman-temannya. Begitupun oleh perempuan itu. Akhirnya , mereka dimasukkan ke lemari pendingin setelah sampai di rumah. Perempuan setengah baya itu masih berpikir jika pesanan pelanggannya masih akan diambil tiga hari kemudian dan memilih membiarkan belanjaannya di dalam kantong Si Hitam sampai tiga hari ke depan.

Cuaca sangat panas, sebab begitulah yang terjadi di negeri tropis ini. Pukul dua belas siang, perempuan setengah baya itu membuka lemari pendinginnya untuk mulai mengolah belanjaannya di dapur kesayangannya. Betapa terkejutlah wajah perempuan itu, semua sayurannya busuk karena di dalam kantong Si Hitam.

“Dasar plastik pembawa sial, Aku sudah berbelanja mahal-mahal malah rugi dua kali lipat,” umpat perempuan setengah baya itu tanpa henti kepada Si Hitam.

“Benar tuan! Kita jadi tertular energi negatif Si Hitam. Kita jadi mudah busuk karena di dalam kantong Si Hitam kita tak leluasa bernapas, kita kepanasan, rasanya bau tubuh kita jadi asam lalu membusuk,” teriak SI Tomat dengan tubuhnya yang sudah membusuk seperti bonyok karena diinjak-injak oleh kaki manusia. Sementara Si Hitam memilih diam. Di sisi lain perempuan setengah baya itu meninggalkan belanjaannya yang membusuk tetap berada di meja dapur dan pergi berbelanja kembali.

Anak dari perempuan itu yang berusia baru lima tahun kini sudah berada di dapur. Hidungnya tak tahan mengetahui semerbak bau busuk ikut menyelimuti ruang kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur. Nalurinya yang masih kecil tak bisa berpikir jernih seperti orang dewasa. Alhasil dengan sekuat tenaganya, ketiga kantong plastik berwarna hitam itu ia tarik lalu ia tumpahkan masing-masing isinya di depan rumah. Kantong plastik hitam yang pertama ia tumpahkan isinya pada pojok kanan depan rumah, kantong plastik hitam yang kedua ia tumpahkan tepat pada depan gerbang rumah dan kantong plastik hitam yang ketiga ia tumpahkan pada pojok kiri depan rumah. Pada akhir ritualnya, ketiga plastik kantong hitam itu dikuburnya ke dalam tanah. Hal itu mengundang lalat lebih banyak, serangga lain begitupun kucing tetangga sebelah rumah untuk menyantap sayuran, bumbu dan daging yang membusuk itu. Menurutnya ini sudah benar. Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Barangkali Ibunya memang sengaja menaruh belanjaan yang membusuk itu sudah pada tempatnya di kantong plastik berwarna hitam. Anak itu lebih merasa bangga jika belanjaan yang sudah membusuk itu, yang kini sudah berubah jadi sampah, ia letakkan di tempat yang bisa dijangkau oleh petugas kebersihan. Sampai akhirnya, Ibunya kembali pulang dari perbelanjaan dan mengetahui apa yang dilakukan oleh anaknya itu salah lalu memarahinya.

“Kau harusnya tahu, nak. Jika memasukkan plastik ke dalam tanah butuh waktu hingga sepuluh tahun lebih,” rintih Ibunya kepada anak itu.

“Tetapi Ibu selalu bilang jika buanglah sampah pada tempatnya, itu aku membuang sampah pada tempatnya,” ucap Si Anak sambil terbata-bata kepada Ibunya. Lalu ibunya terdiam sejenak menelaah apa yang dijelaskan anaknya perihal tempat adalah benar.

“Maksud Ibu, letakkanlah sampah pada tempatnya. Pada tempat sampah, pada tong, bak, ember atau sejenisnya yang penting pada wadahnya sampah.” ***

———————-
Apriliana Soekir, lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 29 April 1999. Masih berstatus mahasiswi dari Universitas Kehidupan, Jurusan Kemanusiaan. Setelah menerbitkan novel pertamanya yang berjudul “Kenapa Harus Perempuan”. Beberapa puisi karyanya termuat dalam koran harian terbitan Fajar Makassar yang berjudul “Pelukan Sunyi” dan “Bergulat Dengan Rindu”. Puisi berjudul “Sederhana, Kepada Ruang Singgah dan Teropong Waktu” termuat dalam koran harian terbitan Suara Merdeka. Cerpen berjudul “Lajang yang jalang” termuat dalam koran harian terbitan Radar Kediri. Cerita pendek, quotes, dan karya-karyanya yang berupa tulisan tersebar di berbagai media masa nasional serta dapat dijumpai di Instagram @AprilianaSoekir atau dapat dihubungi melalui e-mail [email protected]. *

Baca: Cermin

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews