Puasa dan Perempuan

Pemuda

“PENGHUNI neraka itu, kebanyakan adalah kaum perempuan” demikian sedikit yang saya dengar dari beberapa pengkhotbah atau penceramah ketika berbicara tentang surga dan neraka atau pahala dan dosa di waktu-waktu tausiyah menjelang shalat tarawih atau menjelang shalat dhuhur di bulan suci ini. Benarkah demikian?

Refleksi yang mungkin dapat kita ajukan di sini adalah di bulan yang mulia ini, kira-kira siapa kah yang paling sibuk menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur? Di tengah suasana lelah karena berpuasa, siapa yang paling banyak ambil peran dalam mengurus anak-anak di rumah kita? Jika disurvei di masjid-masjid atau musholla, banyak manakah jumlah jamaahnya laki-laki atau perempuan?

Dari sekian banyak pertanyaan itu, menurut saya jawabannya adalah perempuan. Meski bulan Ramadhan bukan bulan kaum perempuan, namun aktivitas kaum perempuan dibulan Ramadhan begitu luar biasa. Bahkan tidak jarang, suara tadarusan al-Qur’an di masjid atau mushalla baik di malam hari maupun subuh, didominasi suara Ibu-ibu. Bahkan disaat saya menulis tulisan ini, terdengar sahut menyahut suara perempuan mengalunkan ayat-ayat Alquran. Biasanya, Bapak-bapak dengan alasan besok harus bekerja dan lainnya, istirahat dengan nyaman.

Jika demikian adanya, perlu kiranya juga diimbangi khabar gembira bahwa yang paling banyak penghuni surga itu adalah kaum perempuan. Sampaikan khabar gembira itu sebagaimana Allah juga menyampaikan hal yang sama. “…laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, (maka) Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (al-Ahzab/33: 35).

Ayat ini, jelas sekali memberikan penegasan yang mutlak, bahwa laki-laki dan perempuan sama dalam meraih pahala. Pun sama-sama memiliki hak untuk memperoleh surga dengan limpahan kesenangan dan kebahagiaannya masing-masing. Masalahnya kemudian, kenapa peran perempuan yang begitu penting, justru dikesampingkan atau dilupakan ketika disandingkan dengan laki-laki?

Dengan alasan jenis kelamin ini, ketika menyoal atau membahas tentang hal-hal strategis di sektor publik maupun lainnya, kaum laki-laki biasanya akan berdiri paling depan, tanpa mempertimbangkan sama sekali suara kaum perempuan.

Oleh karena itu, pada bulan puasa yang memiliki makna dasar menahan ini, mestilah menjadi pelajaran penting bagi kita semua umat Islam, untuk mampu “menahan” diri dari egoism patriarkhi, sebuah egoism yang lebih mendahulukan kepentingan kaum laki-laki dari pada perempuan.

Di bulan Ramadhan ini, kita semua diajak untuk belajar “menahan diri” dari sikap semena-mena terhadap perempuan, menuju pada sikap untuk saling menghargai, saling membantu dan saling menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan lainnya. Sebagaimana hadits Nabi: “Yang terbaik diantara kamu adalah yang paling baik kepada perempuan” (HR. Ibnu Majah).

Bulan Ramadhan ini, menjadi bulan latihan bagi kaum laki-laki untuk selalu memberikan ruang seluas-luasnya bagi kaum perempuan agar mempunyai peran yang sama dengan laki-laki. Ada relasi keseimbangan yang harus dibuka secara personal antara peran laki-laki dan perempuan, baik di ranah publik maupun domistik; tidak ada yang terkuat; tidak ada yang terlemah; tidak ada yang lebih tinggi; tidak ada yang lebih rendah. Keduanya sama dan egaliter dan mempromosikan ketersalingan, saling melengkapi, dan peduli satu sama lain. Wallahu a’lam bi al-Shawab. ***

Baca: Puasa; Olah Batin

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews