Gi Agoeng Moel
Moel tak lagi agoeng
tak seperti sepuluh tahun dulu
punya sayap terbang ke ibu nusawantaru
menggadai nkri hingga tak laku lagi
harganya tinggal seketip senilai kwarta
tak sampai panca manakala sila
berubah urut terseduksi investasi
“tok de tok invest my country”
senilai sebelas ribu trilyun
dalam mimpi ngibul pada anak negeri
Moel tak lagi agoeng
tak sempat menumpamg mobil gaib
bertaraf sekolah menengah kejuruan
yang mendongkrak citra
dari gorong menuju gerbong
kereta lambat tersendat
dampak kebohongan
katanya biaya investor swasta
rupanya bersumber uang
anggaran nagara hasil pajak
yang mencekik menindas rakyat jelata
Moel walau tak agoeng lagi
tetap masih punya pengikut setia
menjadi tauladan kaum penjilat
pendukung tiga periode
sponsor pun pelopor strategi sprindik
menakluk lawan politik
Moel walau tak agoeng lagi
tetap saja cawe cawe merasa punya penerus
generasi tumpang curang yang
segan menolak melupakan jasanya
Moel tak akan padam
terus menyebar teror
menjadi penjahat berbaju guru bangsa
yang titip menitip hampir
semua bagian nkri
yang sudah berubah
pada dua ribu tiga puluh
terintegrasi seperti taiwan
tinggal menunggu waktu
menurut ramalan dalam
“paradoks nusawantaru”
yang menulis sahabatnya itu
semoga tak lah sampai begitu?
Pekanbaru, Februari 2024
Pagar Kedaulatan
“Saya NKRI
NKRI harga mati”
Adagium heroik itu bulusit
dalam kisah kisah manipulasi sejarah
yang terlalu omon omon tatkala
kepala ikan busuk menjadi simbolisasi
Biarkan gunung bumi tanah langit
menentukan kapan goncangan richter
berkolaborasi dengan tsunami menyatukan
pantai bunda nyi roro lor kulon
kidul setan, eh wetan
Sementara dari ubun ubun para penguasa
negeri kepala ikan busuk
satu dasawarsa lalu yang menggadaikan
pagar kedaulatan negara
berkah lindungan rahmatan lil alamin
jaminan konstitusi menunggu satria paningit
penentang paman lama dari negeri tirai panda
bersembunyi disebalik konco oligarki
yang akan kejang suri di kampung oslo
tak begitu lama lagi
Maka begitulah episode perjuangan
pahlawan negeri membela tanah persanda bunda
ihwal semiotika perlindungan tumpah darah
di sana kami tegak berdiri
pusaka abadi nan jaya
tetap dipuja puja bangsa.
Pekanbaru, Februari 2025
—————————-
Muchid Albintani lahir di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Sajak-sajaknya terbit dalam antologi, “Menderas Sampai Siak” (2017). “Ziarah Karyawan” (2017). “Segara Sakti Rantau Bertuah Antologi Puisi Jazirah 2” (2019). “Paradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia” (2000). Baca sajak Lantera Puisi V 2018 di Singapura. Buku sajaknya, “Revolusi Longkang” (2017) dan “Rindu Dini” edisi revisi (2022). Buku terbarunya, “Teori Evolusi Dari Ahad Kembali Ke Tauhid Esai-Esai Akhir Zaman”. (Deepublish: 2021). “Terapi Virus Cerdas Berbangsa Bernegara” (Deepublish: 2022) dan Mata Saourun: Sajak Sajak Makar-Konspirasi (Bukunesia 2024).*
Baca: Sajak Sajak Muchid Albintani (Bagian ke-11)