Bolehkah Setubuhi Istri yang Hamil dan Menyusui?

Ilustrasi ibu menyusui bayi/NET

LAMANRIAU.COM – Para ahli bahasa berbeda pendapat mengenai makna Ghilah. Ada 2 pendapat terkait makna ghilah,

[1] Melakukan hubungan badan dengan istri yang sedang menyusui.
[2] Wanita hamil yang menyusui anaknya.

Terdapat dalam hadis riwayat Muslim, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Saya pernah berkeinginan untuk melarang ghilah, hingga saya teringat orang-orang Romawi dan Persi mereka melakukan ghilah, ternyata tidak membahayakan anak mereka.” (HR. Muslim 1442)

An-Nawawi mengatakan, “Ulama berbeda pendapat mengenai makna ghilah dalam hadis ini. Imam Malik dalam al-Muwatha dan al-AshmaI serta ahli bahasa lainnya mengatakan, ghilah adalah melakukan hubungan badan dengan istri yang sedang menyusui. Sementara Ibnu Sikkit mengatakan, ghilaha adalah wanita menyusui bayinya sementara dia sedang hamil.”

An-Nawawi melanjutkan, “Para ulama mengatakan, sebab keinginan beliau shallallahu alaihi wa sallam melarang ghilah adalah kekhawatiran beliau itu bisa membahayakan anak yang sedang menyusu.” (Syarh Muslim, 10/17)

Disebutkan dalam riwayat lain, dari Sad bin Abi Wqqash radhiyallahu anhu, beliau menceritakan, “Ada seseorang datang menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Saya melakukan azl. tanya orang itu.
Mengapa kamu lakukan itu? tanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Karena saya kasihan dengan anaknya. jawab orang itu.
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Jika itu membahayakan untuk anak yang menyusui, tentu akan membahayakan orang-orang Persi dan Romawi.” (HR. Muslim 1443)

Sementara hadis yang melarang ghilah adalah hadis dari Asma bin Yazid, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang ghilah.” (HR. Abu Daud 3881 & Ibnu Majah 2012). Namun hadis ini dinilai dhaif oleh al-Albani.

Ibnul Qoyim mengatakan, “Hadis-hadis yang membolehkan ghilah lebih shahih dibandingkan hadis Asma bintu Yazid. Andaipun hadis Asma itu shahih, itu dipahami untuk larangan yang sifatnya bimbingan dan pilihan, dan bukan haram.” (Tahdzib Sunan Abi Daud, 2/251).

Kesimpulannya, ghilah tidak haram dan tidak makruh, karena tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarangnya. Sehingga ini kembali kepada hal mubah, boleh dilakukan, boleh ditinggalkan.

Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *