Eksistensi Adat Melayu

KECIL dikandung ibu, besar dikandung adat, mati dikandung tanah. Biar mati anak, jangan mati adat. Mati anak luka sekampung, mati adat luka senegeri…
Itu merupakan peringatan bijak bestari Melayu kepada masyarakatnya tentang betapa pentingnya hidup beradat. Ungkapan itu sudah hidup dan eksis di negeri Melayu sejak masa dahulu, dan tetap terpakai serta tumbuh dan berkembang sampai kini. 

Kata bijak di atas menyiratkan pesan besar bahwa cinta terbesar manusia kepada makhluk dalam hidupnya adalah kepada anaknya. Sehingga ujian Nabi Ibrahim as adalah menyembelih anaknya. Namun ternyata menurut kata mutiara Melayu di atas, mati atau kehilangan adat lebih besar luka, pilu dan deritanya bila dibandingkan dengan kehilangan anak.

Dahsyat bukan?

Ini menunjukkan betapa besarnya peran adat bagi kehidupan manusia. Manusia yang tidak mengenal dan menata hidupnya dengan adat bagaikan mayat. Andaipun jasadnya masih hidup tapi ruhaninya sudah mati. Kalau itu yang terjadi, maka manusia itu hanyalah bangkai berjalan. Kalau itu yang berlaku dalam kehiduapan mereka maka tidak mustahil akan terjadi kekacauan di mana-mana. Negeri yang mereka tempati seolah-olah tak bertuan. Orang datang dari mana saja dapat berbuat semaunya dan melakukan apa saja karena tidak diatur dengan nilai-nilai adat dan etika masyarakat tempatan.

Dalam rangka pengaturan cara hidup yang baik dan bermarwah itulah adat terus eksis dan mesti hidup memberi makna dan manfaat dalam kehidupan manusia. Untuk itu, kewajiban semua masyarakat untuk menerapkan nilai adat dalam kehidupan di negeri mereka.

Dalam masyarakat adat, pemuka adat punya tugas untuk memberitahu anak kemenakannya, minimal tentang pengertian adat istiadat, manfaat adat bagi kehidupan, pembagian adat dalam masyarakat Melayu, hukum yang berlaku dalam masyarakat adat, kedudukan datuk dalam masyarakatnya, hak dan kewajiban datuk dan para pemuka adat, hak dan kewajiban para anak kemenakan, korelasi adat dan agama, dan lain sebagainya.

Minimal pada tahap awal, mayarakat adat atau anak kemenakan mesti tahu tentang adat. Apa itu adat? Apa dan bagaimana yang disebut dengan adat sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat, dan adat istiadat.

Sebagai salah satu contoh, makna kata datuk saja misalnya memiliki banyak makna. Datuk dapat berupa panggilan untuk ayah dari emak dan bapak. Atau dipanggil datuk karena pertalian nasab (keturunan). Dipanggil datuk dapat juga karena faktor ketuaan umur. Selain itu juga, kata datuk dipakai sebagai panggilan kehormatan, seperti panggilan untuk pemuka adat.

Dalam masyarakat Melayu, kalau sudah diangkat menjadi datuk, walaupun usianya masih muda, maka anak kemenakan atau masyarakat adatnya mesti memanggil datuk kepada seseorang yang sudah ditanam atau diangkatnya memegang jabatan adat tersebut. Walaupun dalam keluarga ia menjadi adik, ponakan atau anak, namun ketika dalam adat, tetap dipanggil datuk. Itu juga merupakan adab dalam adat.

Ini penting diketahui karena sudah banyak tidak dipahami dan dipedulikan oleh masyarakat. Ketidakpedulian ini memiliki konsekwensi, di antaranya kurangnya rasa hormat masyarakat kepada nenek mamaknya, kepada pemuka adatnya. Jika ini terjadi maka kemakmuran dan ketenteraman negeri akan sulit dirasakan karena adab itu berada di atas pengetahuan.

Bagi yang sudah diangkat menjadi datuk, atau sudah didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting dalam adat maka ada tugas dan kewajiban yang mesti dijalankan, seperti pertama, melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasulullah Saw. serta menaati hukum adat yang berlaku di daerahnya; kedua menyayangi, mengayomi, membimbing, dan memberi tunjuk ajar anak kemenakan untuk keselamatan dunia dan akhirat; ketiga berlaku adil kepada anak kemenakan. Adil maksudnya bukan membagi sama banyak, tapi meletakkan sesuatu pada tempatnya; keempat berusaha menyejahterakan anak kemenakannya; kelima menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak kemenakannya.

Keteladanan menjadi poin penting. Jangan sampai, sukung membawa rebah. Atau, jangan terjadi para pemuka adat pula yang memperlihatkan perbuatan yang jauh dari moral, etika dan akhlak yang terpuji.

Sementara kewajiban anak kemenakan atau masyarakat adat kepada para pemuka adatnya adalah, di antaranya pertama setia, taat dan hormat kepada pemuka adatnya selama mereka itu taat kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw serta nilai-nilai adat dalam negerinya; kedua menjaga harkat dan marwah pemuka adatnya; ketiga membantu segala urusan nenek mamak atau pemuka adat demi memajukan kampung halamannya; keempat beradab kepada pemuka adatnya.

Di dalam memutuskan suatu perkara dalam masyarakatnya, datuk mesti memiliki cara yang bijak dan adil. Salah satunya dikenal dengan istilah hukum sipalu-palu ular.

Hukum sipalu-palu ular adalah: memeganghukumdenganadil–ialah hukum si palu-palu ular, ular dipalu jangan mati, kayu pemalu jangan patah, rumput terpalu jangan layu, tanah terpalu jangan lembang, hukum jatuh benar terletak.

Wallahu a’lam. ***

Baca: Pewaris Karakter Melayu

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews