Mengaca Diri, Kita dan Iblis

Ilustrasi/NET

ADA catatan menarik dalam kitab “al-Bidayah wa al-Nihayah” jilid 2 halaman 326 tentang pendapat Imam Suhaili yang mengutip tafsir Baqi bin Makhlad al-Hafidz bahwa sepanjang sejarah iblis itu pernah menangis berteriak histeris sebanyak empat kali: saat dia dilaknat oleh Allah, saat dia diturunkan (dikeluarkan dari surga), saat dilahirkannya Rasulullah dan saat diturunkannya surat al-Fatihah.

Mengapa iblis menangis histeris saat dilaknat oleh Allah? Karena Allah adalah Pencipta dan Pemilik segalanya, ridlaNya adalah anugerah yang paling agung sementara murkaNya adalah adzab yang paling pedih.

Iblis yang terkutuk saja merasa bersedih atas kutukanNya, lalu mengapa banyak manusia yang merasa bangga dan sombong saat berbuat doa kepadaNya? Begitu jeleknya manusia yang tak merasa sedih dan menyesal saat berbuat dosa dan kemungkaran. Semoga kita dijauhkan dari karakter seperti ini. Marilah kita bertaubat dan beristighfar.

Lalu mengapa iblis menangis histeris saat diturunkan atau dikeluarkan dari surga? Jawabnya adalah karena surga merupakan tempat kenyamanan, kedamaian, dan kedamaian yang sempurna.

Ini berarti, iblis pun sebenarnya ingin tetap tinggal di dalam surga. Lantas apa yang menjadikan kita berani berbuat sesuatu yang akan menjerumuskan kita ke neraka? Tak inginkah kita masuk surga?

Selanjutnya, iblis menangis histeris saat Rasulullah dilahirkan. Ini karena adanya Rasulullah merupakan rahmat besar bagi semua manusia dan juga makhluk lainnya. Cintanya kita kepada Rasulullah menjadi penghapus dosa kita dan menjadi jalan kita menggapai syafaatnya kelak.

Iblis merasa sia-sia menggoda manusia, kalau pada akhirnya semua dosanya diampuni berkah hadirnya Rasulullah. Sudahkah kita mencintai Rasulullah Muhammad SAW? Sudahkah kita mengenal baik beliau lebih dari kenalnya kita kepada orang lain? Apa bukti kita mencintai beliau? Ataukah justru kita merasa terbebani dengan risalah beliau?

Terakhir, iblis menangis histeris saat diturunkannya surat al-Fatihah, surat yang khusus dan istimewa diturunkan kepada Rasulullah untuk ummatnya.

Sudah sering dalam kajian kita membahas tentang makna, tafsir dan hikmah atau rahasia di balik surat agung ini. Masihkah kita ingat dan mengamalkannya? Seringkali kita sibuk mengatur kehidupan dunia kita dengan mengandalkan kecrrdasan akal kita.

Kita lupa bahwa Allah, Tuhan kita, adalah Mahapengasih Mahapenyayang, Tuhan Pengatur semua alam dan Penguasa hari akhirat kelak. Salam.

[KH Ahmad Imam Mawardi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *