Rumah Bunga

SETIAP manusia ingin hidupnya bahagia. Semua itu merupakan fitrah yang diciptakan Tuhan. Seperangkat aturan dalam kitab-kitab suci menjadi petunjuk agar manusia mendapatkan kebahagiaan itu.

Salah satu kebahagiaan yang diidamkan manusia adalah rumah tangga yang sakinah (tentram, tenang,  damai, bahagia dalam ridha Ilahi), penuh dengan mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang).

Tonggak utama yang menciptakan keluarga sakinah itu adalah suami. Kaum lelaki merupakan pemimpin bagi kaum perempuan. (QS. Al-Nisa: 34)

Sebagai kapten kapal rumah tangga, maka suami lah yang mengarahkan kompas ke arah mana haluan kapal akan dihalakan. Jika salah mengarahkan haluan dan tujuan maka alamat lah kapal akan tenggelam atau tak tahu jalan pulang.

Sebagai pemimpin dalam rumah tangga, suami bagaikan ‘tuan junjungan’ bagi tanaman yang berfungsi sebagai tempat bergantung, melilit dan menjalar hingga menghasilkan bunga dan buah. Ia tempat tegak dan kokohnya kehidupan suatu tanaman. Jika kayu junjungan lemah dan mudah roboh maka alamat lah tanaman pun akan mati dan rebah ke tanah sebelum menghasilkan bunga yang indah dan buah yang berguna.

Begitu juga suami, jika ia lemah maka istrinya akan lunglai, demikian juga anak-anaknya. Rumah tangga tidak akan mendapatkan kebahagiaan. Untuk itu seorang suami harus kuat, kokoh dan menjulang.

Menciptakan rumah tangga penuh dengan kedamaian dan cinta kasih bukan hanya berorientasi duniawi tapi juga pada kehidupan abadi. Untuk itu seorang suami perlu mengarahkan istri dan anak-anaknya ke arah kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Secara sederhana, minimal ada beberapa hal yang mesti dilakukan seorang suami agar rumah tangganya bahagia duniawi-ukhrawi. Di antara yang utama adalah menanamkan iman kepada Ilahi yang kokoh bagi keluarganya. Dengan iman kepada Tuhan yang kuat dan kokoh, maka rumah tangga akan selalu mendapat perlindungan dari-Nya. Dengan iman itu pula maka keluarganya akan selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala karunia yang dilimpahkan kepada mereka. Dengan syukur yang terus bertambah maka nikmat material dan spiritual pun akan berlipat ganda mereka rasakan.

Selain menumbuhkan rasa syukur, iman yang kuat akan menanamkan sifat sabar dalam keluarga. Sabar merupakan dayung yang lebar dan sangat berharga bagi kapal ketika melayari lautan kehidupan yang penuh dengan terjangan ombak, badai dan gelombang.

Kesabaran itu merupakan satu dari sekian banyak nikmat terbesar dari Tuhan dalam kehidupan manusia. Maka sangat beruntunglah yang mendapatkan kesabaran itu.

Iman juga yang mengarahkan manusia mengikuti sesuatu yang baik dalam kehidupan. Iman yang menggerakkan manusia bersyukur, bersabar, berinfak, bersedekah, membaca kitab suci serta menebarkan kebaikan dan kebajikan lainnya.

Begitu banyak rumah mewah penuh dengan penderitaan, kesepian dan kelukaan. Begitu banyak rumah besar penuh dengan pertengkaran dan pecekcokan. Rumah tak jarang menjadi neraka kecil tempat semua kesulitan dan kesempitan tersimpan. Rumah terkadang menjadi sarang nafsu penuh dengan hasutan iblis dan bisikan setan. Rumah terkadang begitu angker, mengerikan dan menakutkan bagai kuburan tua di ujung jalan. Agar terhindar dari semua itu, agar rumah menjadi taman bunga yang wangi dan menyenangkan, Nabi Muhammad Saw memberikan solusi:

“Jangan jadikan rumahmu kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.”  (HR. Muslim)

Wallahu a’lam. ***

Baca : Tubuh dan Kepemimpinan (3)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *