Memberikan Rasa Kebahagiaan

Pemuda

SEBAGIAN orang, beragama justru menjadi beban. Beragama menjadi sumber bencana dalam masyarakat. Sehingga ungkapan “agama adalah candu” atau “Tuhan telah mati” adalah tanda bagaimana agama seringkali dimaknai sebagai sebuah penderitaan bagi manusia. Misalnya, bagi Karl Max, agama itu merupakan ekspresi dari suatu penderitaan yang nyata serta merupakan suatu bentuk protes melawan penderitaan. Penderitaan yang disebabkan oleh relasi kelas, dipandang oleh Marx sebagai sebab yang membuat masyarakat melarikan diri kepada agama.

Meskipun sangat akan sangat banyak para tokoh Barat atau Muslim sendiri yang memberikan makna positif atas kehadiran agama. Misalnya Max Weber menyebutkan bahwa agama hadir bertujuan untuk memberikan makna bagi kehidupan manusia. “Ketika manusia mengalami kesulitan hidup, maka agama akan hadir untuk memberikan makna” begitu kira-kira jelas Weber. Dalam hal ini, Weber melihat agama sebagai cara yang digunakan manusia untuk berhadapan dengan lingkungan sosial-ekonomi, politik, dan alam.

Islam hadir juga memberikan khabar kebahagiaan bagi umat manusia. Jika pun, ada kesulitan hidup atau penderitaan dalam hidup, maka Islam memberikan jaminan akan munculnya kebahagiaan sesudah adanya penderitaan. Karena memang itulah adanya. Secara alamiyah, setiap kesulitan akan beriringan dengan kebahagiaan. Bahkan Allah menjamin itu dalam Surat Al-Insyirah, bahwa Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan (Ayat 5), di ayat selanjutnya Allah menegaskan kembali sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan (Ayat 6).

Melalui ayat itu, Allah sedang meyakinkan kita semua bahwa setiap kesulitan atau kesengsaraan atau kesusahan, tidaklah berdiri sendiri. Ia selalu berdampingan dengan kemudahan atau kebahagiaan.

Namun demikian, Kata Kang Jalal (alm. Jalaluddin Rahmat) dalam bukunya Tafsir Kebahagiaan, sangat sedikit manusia yang mampu menangkap kebahagiaan dalam setiap kesusahan yang dialaminya. Manusia cenderung melihat sisi penderitaan tinimbang kebahagiaan. Sakit tertusuk jarum di tangan, lebih menyakitkan, lebih diperhatikan dari pada bagian tubuh lain yang sehat bugar. Satu bagian tubuh yang sakit, meski sangat kecil, akan lebih menyita perhatian kita dari pada anggota lain yang tidak sakit.

Jadi, perlu sudut pandang yang positif dalam melihat kesulitan atau penderitaan itu. Artinya, keberuntungan dan kemalangan, anugerah dan musibah, merupakan keniscayaan hidup. Setiap orang pasti akan mengalami dua hal tersebut. Karenanya, derita atau bahagia itu adalah sikap kita dalam merespon dua keadaan tersebut. Dan ia ada dalam hati kita sendiri.

Oleh karena itu, menjadi insan bersyukur merupakan kunci dari semua kondisi tersebut. Baik dalam suka maupun duka, ketika tersakiti atau berbahagia, kita dituntut untuk selalu bersyukur dan bertawakkal atas itu semua.

Dalam dunia psikologi digambarkan bahwa setiap gen yang ada dalam diri manusia dipengaruhi oleh cara pandang kita. Cara pandang kita yang negative, akan mendorong gen-gen dalam tubuh untuk menghidupkan gen-gen negative pula. Misalnya sikap kita yang mengeluh dan meratapi musibah yang diterimanya, akan menghidupkan gen-gen negative, gen ini kemudian menginstruksikan berupa aksi-aksi negative pula pada tubuh seseorang.

Sebuah buku yang disebut oleh Kang Jalal, yaitu The Devine Message of The DNA, mengungkap bagaimana korelasi antara kebahagiaan atau berfikir positif dengan kondisi tubuh seseorang. Ternyata orang-orang yang menghadiri perkuliahan yang menyenangkan dan membahagiakan dapat menurunkan kadar glukosa sebesar 123 mg bagi penderita Diabetes, dibandingkan dengan mereka yang mengikuti perkuliahan dengan suasana membosankan dan tidak menyenangkan.

Nah, jangan-jangan cara kita mendidik atau mengajar atau memberi kuliah, selama ini justru semakin membuat mahasiswa tidak bahagia, membosankan atau menggelisahkan. Atau cara anda memimpin justru semakin membuat staf anda semakin menderita. Akibatnya, membuat mereka semakin tinggi potensi sakit Diabetes.

Ada sebuah hadits Nabi, yang mungkin memiliki relevansi dengan hasil riset tersebut, yakni bahwa “amal yang paling utama adalah engkau memasukkan rasa Bahagia pada hati setiap mukmin, engkau lepaskan kesulitannya, engkau hibur hatinya, engkau lunasi hutang-hutanya”. Rasanya, tidak ada kebahagiaan bagi seseorang, ketika ia dilepaskan segala kesulitan yang membelenggunya. Lebih-lebih ketika hutang yang selama ini melilitnya, dapat terlunasi. Sungguh sebuah kebahagiaan yang tiada ternilai bagi diri seseorang. Karenanya, inilah amal yang paling utama, Kata Nabi. Wallahu a’lam bi al-Shawab. ***

Baca: Puasa dan Kerinduan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews