Hukrim  

Didenda Ratusan Miliar, Wawan Minta Solusi ke Majelis Hakim

Tubagus Chaeri Wardana/NET

LAMANRIAU.COM, JAKARTA  Bos PT Balipacific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan solusi atas persoalam yang dihadapinya.

Wawan mengaku terjerat utang bunga atau denda dari sejumlah aset yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Hal itu diungkapkan Wawan dan kuasa hukumnya TB Sukatma dalam sidang perkara dugaan korupsi dan pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2/2020).

Dari sekian aset yang dibeli kredit dan disita KPK, terdapat puluhan kendaran roda empat, termasuk sejumlah mobil mewah.

KPK disebut banyak melakukan penyitaan asset yang bukan milik Wawan, atau setidak-tidaknya masih terkait dengan pihak ketiga atau kreditur dan masih belum dibayar lunas. Meski status aset itu disita, Wawan tetap dibebani cicilan kredit.

Bunga kredit yang terus berjalan membuat utang Wawan makin menumpuk.

TB Sukatma menyebut kewajiban kliennya pada sejumlah pihak ketiga sampai saat ini mencapai lebih dari Rp 250 miliar. Kewajiban itu terus ditagih kepada Wawan meski aset tersebut disita KPK

“Perbankan dan sebagainya dan sampai saat ini ditagih terus. Sehingga kami berharap yang mulia bisa memberikan solusi, KPK juga memberi solusi,” kata Sukatma di persidangan.

Sukatma menyatakan, persoalan utang merupakan hal yang serius. Sukatma khawatir setelah perkara yang menjeratnya selesai dan Wawan telah menjalani hukuman, anak dan istrinya tetap dikejar untuk membayar tunggakan utang.

“Jadi mohon yang mulia memberikan solusi,” kata Sukatma.

Jaksa KPK menjelaskan penyitaan aset dilakukan terkait proses pengusutan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang. Salah satu alasannya untuk mengembalikan uang yang telah digunakan. Namun, jaksa KPK dalam persidangan ini seakan tak memberikan solusi atas persoalan tersebut.

“Berapa yang sudah dibayarkan kami menarik uang itu kendaraan buat leasing,” kata Jaksa KPK, Roy Riady.

Dalam persidangan, Wawan mengaku tak keberatan jika aset yang disita KPK dijual untuk membayar kewajibannya. Wawan mengaku sudah membuat pernyataan kepada sejumlah pihak ketiga terkait hal tersebut.

“Poinnya saya tidak keberatan dijual dicari titik temu, yang penting persoalan utang ini beres. Sebenarnya saya sudah buat pernyataan kepada pihak ketiga ini, terutama terkait persoalan mobil-mobil ini, karena mobil-mobil ini harganya susut kemudian tagihan bunganya tambah naik, seperti sekarang ini pokok dari Rp 900 (juta) jadi Rp 4,7 miliar, itu jadi sesuatu yang tidak masuk akal, sementara misal mobil harga Rp 2 miliar sekarang jadi Rp 800 juta, itu kan jadi nyusut,” kata Wawan.

Ketua majelis hakim Ni Made Sudani sempat menanggapi dan menengahi persoalan utang ini. Hakim Ni Made Sudani bahkan sempat mengkritisi upaya penyitaan yang dilakukan KPK namun tak memperhitungkan risiko kewajiban yang harus dibayarkan.

“Nggak bisa sembunyi dibalik kepentingan negara. Profesional saja. Dari pihak sini (KPK) juga mengkoreksi dari KPK penuntut umum atau penyidik,” ucap hakim Ni Made Sudani.

Ihwal pembelian sejumlah mobil diklarifikasi oleh jaksa KPK kepada sejumlah saksi yang notabennya pihak ketiga. Salah satu saksi mantan pegawai bank Bukopin Eni Rismaria membenarkan jika Wawan pernah membeli mobil jenis Lamborghini Aventador, Bentley Continental Flying Spur dan Ferrari 458 Spider secara kredit.

Wawan dalam angsuran kredit mobil diminta membayar selama 36 bulan. Namun, Eni mengaku lupa berapa kredit yang diberikan kepada Wawan untuk membayar mobil tersebut.

“Seingat saya, Lamborghini Aventador, Bentley, dan Ferrari,” ujar Eni.

Sementara itu, mantan pegawai bank swasta lainnya Rudi Heryadi mengatakan, Wawan pernah membeli mobil jenis Nissan keluaran tahun 2012 dengan cara kredit. Akan tetapi persoalan hukum yang merundung Wawan justru membuat angsuran menunggak. Padahal, kata Rudi, sebelum terjerat persoalan hukum, Wawan merupakan debitur yang baik.
“Bapak Tubagus ini bagus. sebelumnya engga ada masalah,” kata Rudi.

Diketahui, Wawan didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan mengatur proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-P TA 2012 dan mengarahkan pelaksanaan Pengadaan Alat Kedokteran Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten TA 2012 serta mengatur dan mengarahkan pelaksanaan Pengadaan Alkes Kedokteran Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBD-P TA 2012.

Atas tindak pidana tersebut, Wawan didakwa menguntungkan diri sendiri orang lain dan korupsi yang merugikan keuangan negara sekitar Rp94,2 miliar.

Selain itu, Wawan juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya dengan nilai mencapai lebih dari Rp 500 miliar. (BSC)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *