Umum  

Bupati Kudus Residivis Koruptor Berdalih Soal Kasus Lamanya

Tersangka terkait dugaan kasus suap pengisian jabatan perangkat daerah Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019, Bupati Kudus 2018-2023 Muhammad Tamzil (kiri) memasuki mobil yang akan membawa ke penjara usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/7/2019).

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Bupati Kudus, M Tamzil, Sabtu (27/7/2019). Tamzil ditahan usai diperiksa secara intensif setelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Kepada awak media, Tamzil yang telah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye berjanji bakal mengikuti prosedur hukum yang berlaku terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan yang menjeratnya sebagai tersangka. Hal itu dikatakan Tamzil saat dikonfirmasi awak media mengenai kemungkinan bakal dituntut hukuman mati karena terlibat korupsi secara berulang.

“Ya saya akan mengikuti proses hukum yang ada. Dan ada bantuan hukum dari pengacara,” kata Tamzil usai diperiksa di Gedung KPK Jakarta.

Diketahui, sebelum ditangkap dan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus jual beli jabatan di Pemkab Kudus, Tamzil pernah dihukum atas perkara korupsi. Tamzil yang juga Bupati Kudus periode 2003-2008 pernah divonis bersalah atas kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasaran pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004 – 2005.

Saat itu, Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan hukuman 22 bulan pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Tamzil, Kadispora Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani & Son Abdul Ghani.

Dikonfirmasi mengenai perkara korupsi yang pernah menjeratnya, Tamzil membela diri. Tamzil mengklaim perkara sebelumnya hanya kesalahan prosedur dan tidak ada kerugian keuangan negara.

“Kalau yang pertama itu kan saya istilahnya tidak ada kerugian negara pada waktu itu. Karena saya hanya salah prosedur,” dalih Tamzil.

Usai memeriksa Tamzil sebagai tersangka, KPK memutuskan menahannya di Rutan KPK belakang Gedung Merah Putih. Tamzil bakal mendekam di sel tahanan setidaknya selama 20 hari ke depan.

“MTZ ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan K4 belakang Gedung Merah Putih KPK mulai 27 Juli – 15 Agustus 2019,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (27/7/2019).

Tak hanya Tamzil, KPK juga menahan dua tersangka lainnya kasus ini di dua Rutan berbeda. Agus Soeranto alias Agus Kroto yang juga menyandang status tersangka penerima suap ditahan di Rutan Gedung KPK lama, sementara Pelaksana tugas Sekretaris Dinas Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Akhmad Sofyan ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Kedua tersangka juga bakal mendekam di sel tahanan masing-masing setidaknya selama 20 hari ke depan.

“Ditahan untuk 20 hari petama mulai 27 Juli 2019 hingga 15 Agustus 2019,” kata Yuyuk.

Diketahui KPK menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil, staf khususnya, Agus Soeranto alias Agus Kroto serta Pelaksana tugas Sekretaris Dinas Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Akhmad Sofyan sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kudus tahun anggaran 2019.

Penetapan tersangka ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa Tamzil dan sejumlah pihak lain yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (26/7).

Pemkab Kudus membutuhkan pengisian jabatan di tingkat eselon dua untuk empat instansi, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kudus. Kasus jual beli jabatan ini bermula saat Bupati Tamzil meminta staf khususnya, Agus Soeranto atau Agus Kroto mencarikan uang Rp 250 juta untuk pembayaran mobil Terrano milik Bupati Tamzil.

Agus Kroto kemudian berkoordinasi dengan ajudan Bupati Kudus Uka Wisnu Sejati terkait siapa yang akan dimintai uang. Uka Wisnu teringat dengan Akhmad Sofyan yang pernah memintanya untuk membantu karirnya. Uka Wisnu pun menemui Akhmad Sofyan dan menerangkan bahwa Bupati Tamzil tengah butuh uang Rp 250 juta. Mulanya, Akhmad Sofyan mengaku tidak sanggup untuk menyediakan Rp 250 juta.

Namun, tak berselang lama, tepatnya pada Jumat 26 Juli 2019 pagi, Akhmad Sofyan menemui Uka Wisnu di rumahnya sambil membawa uang Rp 250 juta yang dibungkus goodie bag berwarna biru. Uka Wisnu langsung membawa masuk uang tersebut dan mengambil Rp 25 juta yang dianggap sebagai jatahnya. Sisa uang kemudian dibawa Uka Wisnu dan diserahkan pada Agus Kroto di pendopo Kabupaten Kudus. Uang tersebut nantinya digunakan untuk membayarkan mobil Terrano milik Bupati Tamzil.

Kasus ini merupakan kasus kedua yang menjerat Tamzil. Tamzil yang juga Bupati Kudus periode 2003-2008 pernah divonis bersalah atas kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasaran pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004 – 2005. Saat itu, Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan hukuman 22 bulan pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Tamzil, Kadispora Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani & Son Abdul Ghani.

Tindak pidana korupsi yang berulang dilakulan Tamzil membuat KPK mempertimbangkan untuk menuntut Tamzil dengan hukuman maksimal. Bahkan KPK mempertimbangkan untuk menuntut Tamzil dijatuhi hukuman mati.

“Ini sebenarnya sudah dibicarakan pada saat ekspos karena kalau sudah berulang kali (korupsi) bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/7).

Tak hanya Tamzil, staf khususnya Agus Kroto juga residivis kasus korupsi. Pada 2016, mantan Kabiro Keuangan Setda Provinsi Jawa Tengah itu dihukum 1 tahun 4 bulan atau 16 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (23/3) atas perkara korupsi penyaluran dana bansos Pemprov Jateng tahun 2011 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 1,032 miliar. Bahkan Tamzil yang juga pernah bekerja di Pemprov Jawa Tengah kembali bertemu dengan Agus Kroto saat keduanya menjalani hukuman di Lapas Kedungpane, Semarang.

Dikonfirmasi awak media secara terpisah, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz membenarkan pernyataan Basaria. Menurutnya hukuman untuk Tamzil seharusnya dapat lebih berat lantaran mengulangi tindak pidana korupsi

“Residivis dapat dijatuhi hukuman maksimal sampai dengan hukuman mati. Itu dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor,” kata Donal.

Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Sementara Pasal 2 Ayat (2) menyatakan “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyebutkan, “Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.” (bsc)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *