NEGERIKU KEKASIHKU
Tak ada roti apalagi minyak untuk nyalakan api
Tak ada lagi air atau apapun yang mengaliri
Tak ada daging, kulitnya apalagi
Duit apalagi..
Lantas, kau hidup begini??
Kami hidup dalam cinta ibu pertiwi
Negeri masa lalu yang sedang dipijak yahudi
Negeri yang masih abadi dalam jajahan yahudi.
Lantas di mana lagi kau menghuni?
Di luar batas waktu kami menghuni
Waktu, di masa lalu yang tak kan pernah kembali
Dan di masa depan yang tak lebih dari imaji.
Lantas, demi apa kau di sini?
Kami di sini demi sebuah suntikan motivasi
Menyegarkan kembali benteng kekuatan ini agar tetap tajam berduri
Di pelupuk penuh dengki ini.
MAYAT
Di tumpukan sampah
Aku temukan sebuah mayat
Tampangnya seperti orang pedalaman
Dikelilingi elang dan serigala
Di atasnya terdapat sebuah tanda
Yang mengatakan bahwa mayat ini
Bernama kemuliaan
MIMPI BURUK
Di hadapanku
Mimpi buruk menghantui
– bangunlah dari tidurmu!
Aku tidak sedang tidur
– jadi, ini bukan mimpi buruk?
Justru kamu sedang memandangi wajah orang bijak
CATATAN
Seorang pencuri
Meninggalkan sebuah catatan
Di atas tumpukan jerami
Dan tertulis:
Laknat Tuhan bagi penguasa
Yang tidak menyisakan sedikitpun
Sesuatu untuk kami curi
Selain suara dengusan
TEKANAN
Apa tuduhanku?
Tuduhanmu adalah arabisme!
Kutegaskan pada kalian apa tuduhanku?
Kami juga tegaskan, arabisme!
Wahai kalian
Katakanlah selain itu!
Aku tanya kalian apa tuduhanku?
Bukan tentang siksaan! Ahmed Mattar, penyair modern berkebangsaan Irak. Lahir pada tahun 1954 di desa Tanoma, distrik Shatt Al-Arab, kota Bashrah. Dia anak keempat dari 10 bersaudara. Sejak tahun 1986, Mathar pindah dan menetap di London hingga akhir hayatnya. Puisi-puisi Ahmed Mattar banyak menyuarakan kritik dan perlawanan terhadap negara-negara Barat yang menyebabkan banyak konflik terjadi di Timur Tengah. Puisi-puisi yang diterjemahkan Musyfiqur Rahman, alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, ini disadur dari halamanindonesia.culturalforum , 8 Juni 2019.***
Baca : Puisi Mahmoud Darwish, Penyair Palestina
*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]