Puisi-Puisi Klasik Karya Ajip Rosidi

Ilustrasi

Tamu Malam (1)

Jingga membayang
Dan langit lembayung
Tenteram dan lengang
Seluruh kampung.

Kian gelap dan sunyi
Bintang-bintang bekerdipan sama sendiri
Nafas malam berat dan sesak
Menekan dada, menindih pundak.

Angin semilir, lidah api
Pelita meliuk ngeri
Terbekam seluruh udara
Oleh ketakutan mati.

Tamu Malam (2)

Sebelum terhanyut dalam mimpi
Sebelum terlayap dalam tidur
Selagi masih diamuk bimbang
Hati yang selalu sangsi
Tersadar oleh derap yang berat
Gegap dan mendekat.

Sebelum hanyut hati dalam mimpi
Sebelum hanyut hati …
Terjaga dari takut-ketakutan
Oleh bayangan bencana
Kan tiba.

Tamu Malam (3)

Lihat! Betapa terang malam
Seluruh kampung benderang
Karena kobaran api
Menjulang atap
Seperti Banaspati
Menelan rumah.

Dengar! Betapa pikuk suara
Tangis perempuan dan bayi
Teriakan dan ratapan
Antara hardik dan maki.

Dengar! Letusan-letusan menuli kuping
Dan teriak putus asa
Meratapi Tuhan dan suami
Menangisi anak dan rumah
Karena renggutan
Tangan jahanam.

Tamu Malam (4)

Cepat! Hindarkan diri
Dari mati dan api
Cepat! Tinggalkan pesta
Atas hasil kerja selama ini.

Lari! Lari turuni bukit
Lari! Seberangi jurang.

Dan tegalan penuh duri
Selamatkan jiwa, peras nafas
Laporan ke markas!

Terus! Terus lari
Meski enam pal lagi
Terus! Terus lari
Meski habis nafas.

Lari! Agar desa tertolong
Dan para manusia tak berhati
Kan ditumpas.

Tamu Malam (5)

Terngah-ngah, lesu-lelah
Menghadap komandan jaga
Yang memandang bertanya
“Habis, habis …
Tandas kampung
Ditelan api…”

“Berapa yang datang semuanya?
Berapa mereka bawa senjata?
Jam berapa mereka tiba?”

Terngah-ngah, lesu-lelah
Mana sempat menghitung menelaah
Karena mesti menyelamatkan nyawa.

“Mesti cepat sekarang juga
Bayar dendamku biar punah
Hajar dan kejar
Agar tentram desa”

“Tak bisa, karena jauh terlalu
Sedang truk tak ada…”

Terngah-ngah, lesu-lelah
Hapus-lampus segala harap
Karena truk tak sedia.

Terngah-ngah, lesu-lelah
Namun sia-sia kepercayaan
Terbakar sebuah desa.

Terngah-ngah, lesu dan lelah
Namun pengejaran besok saja
Siang benderang sinar mentari.

1958

Malam Lailatulkadar

Pada malam Lailatulkadar
adakah dialaminya peristiwa
yang mengguncangkan perasaan
dalam cahaya seribu bulan?

Telah lama dicarinya
sesuatu yang memberi makna
agar hidup yang selalu sendiri
benar-benar punya arti.

Lebih dari ingat pada Ibu
atau terima kasih pada Bapa
yakin jalan yang ditempuh
tidak berujung sia-sia.

Tapi apa hak manusia lata
tahu rahasia Yang Maha Kuasa
Apa pun yang ditakdirkan-Nya
akan diterima tanpa bicara.

——————-
Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah. Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66. *

Baca: Puisi-Puisi Karya Fiana Winata

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews