Begitulah Kehidupan
:
Begitulah kehidupan, Na
Semua akan merindukan tempat asalnya
Air yang mengucur merindukan derasnya
Angin yang berhembus merindukan sepoinya
Tanah yang gersang merindukan suburnya
Begitulah kehidupan bekerja, Na
Semua akan sibuk dengan jadwal kepulangan
Matahari berlarian diatas kepala
Sedang semut mencari jalan pulang
Dan manusia sibuk menafsir takdirnya
Begitulah kehidupan semestinya, Na
Yogyakarta, 4, Januari, 2024
Hal-hal yang Ku Rindukan
:
Yang terkesan dari hujan
Bukanlah bunyi riciknya
Saat bertepuk tangan dengan halaman
Bukan pula gelegar petirnya
Melainkan sisa-sisa air pada jalanan
Dan sisa-sisa cahaya pada penglihatan
Yang terpaut dalam ingatan
Bukanlah bibirmu saat retak tersenyum
Melainkan bayangannya sebelum redup
Begitulah cinta bekerja, Na
Kebun Laras, 4, Januari, 2024
Mazmur Air
:
Gemuruh kecil dari derau
Mewakili hati yang parau
Deburnya sampai kelaut
Debarnya tetap terpaut
“Manakah lebih kacau ricik atau hati yang licik”
Perempuan itu menangis
Menciptakan danau kecil pada wajahnya
Bibirnya yang tipis menjelma sampan
Sepi dan doa adalah dua hal yang mesti dilayarkan
Senja tidur dalam hatinya
“Air mata ini kulahirkan, sebagai bukti penolakan”
Sekuat apapun ia meronta
Air itu mengalir menyusup pada rahimnya
Menjadi darah dan nanah
Sorowajan, 20, Oktober, 2023
Barista
:
Perempuan itu memesan kopi yang sama
Untuk kesibukan yang berbeda
“Mas, seperti biasanya ya
Kopi pahit agak kentel”
Suaranya lirih seperti doa paling harap
Ada ketakutan dalam wajahnya
Yang mesti disembunyikan dari cahaya
“Biarkan pekat kopi ini
Menciptakan gelombang dalam mulutmu
Mengikis sebagian kekacauan
Mungkin pahitnya tak menyembuhkan
Tapi sepimu akan berkurang”
“Siapa namamu mas
Untuk kali ini aku ingin menikmati kopi
Sambil menyebut namamu”
“Namaku tak begitu penting
Yang lebih penting adalah kopi ini
Dan sepimu sudah ada yang menemani
Jika kau masih penasaran denganku
Cukup cari aku pada pahitnya kopi yang kau sesap”
Kebun Laras, 19, Oktober, 2023
Bila Nanti
:
Bila nanti aku berlayar
Mengarungi lautan dan dalamnya
Sejauh apapun jangkaunya
Pada senyummu aku pulang
Bila nanti aku merantau
Menyusuri kota dan kejamnya
Selama apapun langkahnya
Pada dekapmu aku datang
Bila nanti aku pergi
Menjajaki sunyi dan sepi
Sejauh apapun jaraknya
Pada hatimu aku kembali
Sorowajan, 17, Oktober, 2023
—-¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬—-
Akid Arbun adalah manusia yang bernama asli Abd. Wakid Abdani, dia mempunyai kebiasaan merenung habis itu meracau lewat puisi, sekarang masih ikhtiar untuk menyelesaikan S1-nya, beberapa puisinya berkelana dibeberapa media online dan sebagiannya terhimpun dalam sebuah antologi; Kartini menurut saya (2020), Sapardi dalam kenangan (2021), Bunga waktu (2023). *
Baca: Puisi-puisi Karya Fakhrunnas MA Jabbar