Penyebaran Virus Nipah di Negara Tetangga, Bagaimana Situasi di Indonesia?

Penyebaran Virus Nipah di Negara Tetangga, Bagaimana Situasi di Indonesia?

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti urgensi kesiapsiagaan pemerintah dalam melibatkan upaya pencegahan penyebaran dan penularan virus nipah. Virus ini memiliki potensi penularan melalui tiga jalur utama, yaitu dari hewan ke manusia, antarmanusia, dan melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Harimurti Nuradji, Kepala Pusat Veteriner Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa virus nipah telah menyebar di beberapa negara, termasuk Malaysia, Singapura, Filipina, India, dan Bangladesh. Beliau menegaskan bahwa Indonesia, sebagai wilayah yang terletak di sekitar khatulistiwa, memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan potensi interaksi antara hewan dan manusia. Oleh karena itu, Indonesia termasuk dalam kategori rawan menghadapi ancaman virus nipah.

Harimurti menyampaikan dalam sebuah seminar di Jakarta pada Rabu 11 Oktober 2023 bahwa Sebagai negara di wilayah Asia Tenggara, Indonesia menjadi hotspot untuk penyakit zoonosis, penyakit yang muncul, muncul kembali, dan juga berbagai penyakit infeksi lainnya.

Oleh karena itu, ia menekankan perlunya peningkatan kesiapsiagaan dalam mencegah, mengendalikan, dan menanggulangi penularan virus nipah, serta meningkatkan usaha dalam mendeteksi dini penyebaran virus tersebut. Harimurti juga menyoroti urgensi memahami karakter dan biologi molekular virus nipah beserta perubahan-perubahannya sebagai langkah kunci dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran virus tersebut.

“Perlu diperhatikan juga potensi dan informasi terkait dengan virus Nipah yang tersebar di seluruh dunia, beserta perubahan-perubahannya,” tambahnya.

Virus Nipah pertama kali terdeteksi pada tahun 1999 selama wabah yang melanda peternak babi di Malaysia. Meskipun demikian, sejak kejadian tersebut hingga saat ini, tidak ada laporan mengenai wabah baru yang terjadi di Malaysia.

Infeksi virus Nipah dilaporkan muncul di Bangladesh pada tahun 2001 dan hampir setiap tahun terjadi di negara tersebut. Selain itu, penyakit ini juga secara berkala muncul di bagian timur India.

Berdasarkan laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia, virus tersebut telah ditemukan dalam reservoir alami, seperti spesies kelelawar Pteropus dan beberapa jenis kelelawar lainnya, di berbagai negara seperti Kamboja, Ghana, Madagaskar, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian mengenai infeksi virus Nipah pada spesies kelelawar Pteropus vampyrus di Indonesia dengan melakukan uji serologi pada 240 sampel kelelawar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 54 atau 22 persen dari sampel tersebut menunjukkan reaktivitas terhadap virus Nipah.

Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan pada 15 sampel spesies kelelawar Cynopterus brachyotis di Kalimantan Barat, dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada yang menunjukkan reaktivitas terhadap virus Nipah. Hasil pemeriksaan pada 64 sampel kelelawar Pteropus Alecyo di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa enam atau 9,4 persen di antaranya menunjukkan reaktivitas terhadap virus Nipah.

Upaya untuk mendeteksi penyebaran virus Nipah juga dilakukan melalui pemeriksaan menggunakan metode RT-PCR pada sampel kelelawar dari tahun 2007 hingga 2015. Indrawati Sendow, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Veteriner BRIN, menyatakan bahwa dari pemeriksaan terhadap 142 sampel kelelawar di Kalimantan Barat, dua atau 1,4 persen menunjukkan hasil positif.

Dalam pemeriksaan terhadap 122 sampel kelelawar di Sumatra Utara, menurutnya, tiga atau 3,3 persen menunjukkan hasil positif. Namun, dalam penelitian yang kemudian dilakukan pada 62 sampel kelelawar, tidak ada yang menunjukkan hasil positif.

Saat ini, Indonesia masih terbebas dari penularan virus Nipah pada babi. Meskipun demikian, antibodi dan virus Nipah dapat dideteksi pada kelelawar buah.

Virus Nipah dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan akut hingga ensefalitis yang berakibat fatal. Saat ini, kasus klinis infeksi Nipah pada manusia dan babi tidak dilaporkan terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, ancaman dari virus yang dapat menular ke manusia melalui hewan seperti kelelawar dan babi tetap menjadi fokus perhatian.

Indrawati menyoroti bahwa upaya pencegahan penyebaran virus Nipah memerlukan kerjasama dari semua pihak yang terlibat.

“Preventif terhadap penyakit Nipah harus melibatkan pemantauan berkelanjutan dan deteksi dini, implementasi sistem karantina yang ketat, penempatan peternakan babi yang sesuai, penerapan sistem ekologi yang baik, dan kerja sama lintas sektor,” Pungkasnya.

Editor: Fahrul Rozi/Penulis: M.Amrin Hakim

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews