Diberi Hati, Hendakan Jantung

Ngah Usu

“Beraja di hati, bersultan di mata
Bersultan di mata, beraja di hati”

Selalu menjadi pertanyaan dalam Hati. Selalu Hati bertanya-tanya. Sebelum bertanya hendaklah berhati-hati. Kenapa Hati? Seperti hati berulam Jantung. Namun Hati yang sakit, berbeda dengan serangan Jatung. Mengapa bukan serangan Hati? Apakah Hati tak pernah diserang?

Hasad, dendam, dengki bermula dari Hati. Hasad, dendam, dengki adalah penyakit Hati. Mengapa bukan penyakit Jantung? Apakah belum ada penyakit Jantung? Mengapa yang diserang hanya Jatung?

“Asam kandis, asam gelugur
kedua asam riang-riang
menangis mayat di alam kubur
teringat badan belum sembayang”

Jengah Jenguk Cendekia mengulas-cermat ihwal hati. Menjenguk nuansa dalam nurani. Sembari jantung Menjengah, biarlah mata memantau. Begitulah niat hendak mengulasnya.

Khalil Gibran pun berkisah tentang Jantung, “Ketika Anda mencapai Jantung kehidupan. Anda akan menemukan kecantikan dalam segala hal. Bahkan pada mata yang buta akan keindahan.”

Lihatlah disekeliling yang seolah-olah hijau. Adakah laman yang luas membentang? Sementara masa depan menjadi kerontang. Belum sadarkah hati? Mengapa tak hendak mengetuk nurani? Berulang-kali diingatkan, jangan berikan. Jangan berikan. Jangan berikan. Tiga kali sudah. Itu namanya perigatan!?

Lalu siapa yang memberi beragam ijin? Ijin pun telah berubah menjadi ijon. Jumlah yang tak seberapa. Lihatlah, langit tak mungkin kerontang. Mendung hanya pertanda. Gemuruh berkali-kali bergema, hujan tak pernah turun.

Siapa yang rela hati memberikan ijin. Jangan sesekali memberi Hati. Meranggah ke Jantung ancam negeri. Siapa berani bertanggungjawab?

Ingatlah pesan para ulama handai nan bijak. Bukan ulama berbaju bulu. Tampak warnanya berubah musang, walaupun ayam tidak berkokok.

“Tuai padi antara masak
esok jangan layu-layuan
laman negeri tak lagi berpasak
penghulu marwah hilang panutan”

Jengah Jenguk Cendekia menutup-hikmat. Biarkan hati mendapat rahmat. Kala petaka menghunjam Jantung. Menjengah nuansa nurani pekat. Jenguk pun dah kehilangan hakikat. Oleh karena niat menjadi kurafat. Begitulah ihwal akhir menafsir-jawab: mengapa Jantung yang diserang.

“ikut hati mati, ikut mata buta
ikut hati mati, ikut rasa binasa
karena mata buta, karena hati mati”.

Wallahualam. ***

Baca : Ngah RW Versus Umi Duda

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *