Cermin Tak Ada Bayangan

nama

BERULANG kali. Berlama-lama. Berterusan sampai berjam-jaman. Itulah aktivitas yang dilakukan Ngah Long di hadapan cermin besar di kamar favoritnya. Sayangnya kegiatan yang berlama-lama tersebut, tidak mendatangkan hasil.

Bayangkan, berterusan sampai berjam-jam dihadapan cermin bukan saja membosankan, tetapi juga menyakitkan hati, wajah dan penampilan. Benarkan? Normalnya, terkadang malu nurani (biasanya malu hati) sambil tersenyum-senyum, tertawa-tawi, cekikikan sendiri di hadapan cermin. Hanya saja, waktu ini sungguh sangat lain.

Ngah Long sekali ini tak tampak bayangannya. Tak kelihatan tubuhnya. Tak melawan sosoknya. Bodinya tak ada. Sudah digoyang-goyeng. Digolak-golek. Bahkan, tanpa rasa was-was, kisi-kisi cerminnya hampir saja pecah bertaburan. Kalau pun tak pecah berceraian, tetiba saja Ngah menyadari kelakuannya. Ngah tak jadi menggolek-rusaknya.

“Tak ada.”

“Mengapa tak ada. Kosong. Hilang.”

“Tetap saja taka da.

“Apa ada yang tak kena?”

“Salah benda cermin nih. Mungkin seseorang telah menyihir. Menjampi-jampinya?”

Sedang marah-marahnya di dalam kamar seorang diri. Tiba-tiba, Ngah Usu menghampiri.

Menegur-sapa. “Ada, apa gerangan Bang Long.”

“Tidak ada  Su. Tak ada.”

“Apa yang tak ada. Sudut bawah cermin nih agak bergeser. Masam muka Long? ”

Bagaimana cara menjelaskan. Apa yang akan terjadi pada abang engkau ini,“ keluh Ngah Long.

Tak banyak Tanya. Langsung, Ngah Usu berdepan dengan cermin itu. Tak ada kendala. Tak ada masalah. Cermin berfungsi sesuai perannya setiap masa. Cermin adalah sebuah benda yang paling setia dengan tuannya. Apa yang ada pada si tuan, istilah krennya, itulah yang direfleksikannya. Tak akan ada perubahan sedikitpun. Lain kalau sebuah cermin yang retak.

Sudah lelah berupaya mengingat-ingat sembari menggoyang-goyang kepalanya. Kadang mengetuk-negtuk dengan jari sambil memijat-mijat kening. Pada hitungan ketiga, masih pada tindakan yang berulang, Ngah Long baru ingat suatu hari ketika dahulu. Ini persoalan mengenai sebuah cita-cita. Seperti ungkapan orang bijak, “gantungkan cita-cita mu setinggi langit.

Baru terbuka sedikit demi sedikit memori ingatan puluhan tahun yang silam. Kelak ketika dewasa bercita-cita menjadi apa? Terbersit di hati kecil Ngah, menjadi Penguasa. “Aku ingin jadi orang yang berkuasa”, sergah Ngah.

Kedua bersauadara ini rupanya mempunyai cita-cita yang berbeda. Abangnya, sejak kecil bertekad menguatkan hati ingin menjadi Penguasa. Tekad ini, kemungkinan dilandasi, agar dapat menguasai adiknya, Ngah Usu. Bahasa indahnya, boleh jadi saja ingin menjaga keselamatan adiknya. Dengar-dengar, Ngah Usu agak nakal. Tanpa kekuasaan, mustahil dapat menjaga dengan baik seorang adik yang nakal. Begitulah tekad suci seorang Kakak (terkadang disebut dengan panggilan Abang).

Beda dengan si Kakak, Ngah Usu, sebagai adik, cita-citanya ingin menjadi seorang Pemimpin. Kebalikannya, mungkin saja ingin memimpin kakaknya, supaya tak salah langkah untuk secara terus-menerus menguasai si adik. Maklum saja, sebagai adik terkadang terpaksa mengikut kehendak si Kakak, walaupun tak sesuai kehendak hati. Istilah viral yang banyak diperbincangkan di medsos, “terpaksa ikut karena diperintah atasan”. Sesuai perintah atasan. Begitulah adagium kekinian mengenalnya.

Berbeda cita-cita, tanpa sadar membawa perbedaan karakter seseorang, walaupun dalam satu keluarga. Benar pula, banyak pendapat mengatakan bahwa sangat susah membedakan antara seorang Penguasa dengan seorang Pemimpin. Sederhananya, sesuai bahan perbincangan perdebatan di banyak kalangan pakar politik bahwa kekuasaan itu karakter-cirinya: “tunggal, bulat kenyal bak ongol-ongol, tidak mau berbagi. Sehingga, “dengan cermin pun kekuasaan enggan berbagi.” Bahasa kiasnya, seorang penguasa di hadapan cermin, “tak tampak bayangannya”.

Oh…Oh.. Oh…“Itulah bedanya antara seorang Penguasa dengan seorang Pemimpin”, dalam hati Ngah Usu sembari memandang Ngah Long, Kakandanya.

Diibaratkan seorang Raja sebagai pemimpin maka, “Raja adil Raja disembah, Raja lalim Raja disanggah.”

Pemimpin yang adil akan dipatuhi, perintah yang sewenang-wenang akan dilawan.

Wallahualam. ***

Baca : Panggil Aja Su Sampah

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *