Melampaui Raja, PM Malaysia Didesak Mundur dari Jabatan

PM Malaysia

LAMANRIAU.COM, KUALA LUMPUR – Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin kembali menghadapi desakan mundur dari jabatannya. Kali ini akibat dari keputusan Muhyiddin mencabut status lockdown (penguncian) nasional yang akan berakhir pada 1 Agustus mendatang, tanpa adanya izin dari Yang Dipertuan Agung Raja Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah.

Baca : Malaysia Berlakukan Lagi Lockdown Total

Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim telah mengajukan mosi tidak percaya kepada parlemen, Kamis 29 Juli 2021 kemarin. Dalam mosinya Anwar menyebutkan, keputusan Muhyiddin Yassin itu telah membuat resolusi hilangnya kepercayaan terhadapnya sebagai Perdana Menteri dan mendesak agar diberhentikan dari jabatannya sesegera mungkin menurut Konstitusi Federal.

“Ibaratnya seperti Anda menginvestasikan integritas. Dia (Muhyiddin Yassin) harus mundur, sebab dia tidak mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan parlemen,” ungkap Anwar.

Menurut Anwar, parlemen berharap agar Raja Sultan Abdullah bisa membuat keputusan bijak, untuk menyelamatkan situasi Malaysia yang saat ini disebutnya sebagai sebuah krisis.

“Sekarang kami menetapkan sebenarnya di parlemen kami memberikan diskusi kepada Pertuanku Agong (Raja), untuk memutuskan apa yang terbaik demi menyelamatkan negara ini dari krisis saat ini,” tambahnya.

Menteri Hukum Takiyuddin Hassan pada sidang parlemen menyatakan, PM telah menarik status darurat 21 Juli lalu dan tidak akan mengajukan perpanjangan status darurat kepada Raja Sultan Abdullah.

Polemik politik Malaysia juga menjadi perhatian masyarakat, seperti mereka yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Manusia (LSM).

Koordinator Gabungan LSM Memorandum Rakyat Malaysia Mustafa Mansor di Istana Negara, Kuala Lumpur, Jumat 30 Juli 2021 pagi, menunjukkan Memorandum Rakyat Malaysia yang berisi sejumlah tuntutan.

Mustafa Mansor menjelaskan, keputusan Muhiyddin Yassin mencabut status penguncian nasional, sebagai sebuah bentuk pemberontakan terhadap raja dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi federal.

“Atas kesalahan ini kami menyarankan beberapa hal untuk dipertimbangkan tuanku agar menjadi pelajaran bagi orang-orang di masa depan,” ucap Mustafa Mansor.

Mustafa Mansor mendorong agar adanya pemecatan sejumlah nama dari jabatannya atas keputusan sepihak pemerintahan Muhyiddin Yassin.

“Pertama, tindakan tegas harus dilakukan terhadap jajaran kabinet aliansi nasional yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Gabungan LSM juga berharap kepada Yang Mulia agar memecat dalang utama dari kesalahan ini. Diantaranya perdana menteri, wakil perdana menteri, menteri-menteri kanan Islamuddin Husein dan Sri Azmin Ali, Menteri Hukum Taqiyuddin,” tegasnya.

Muhyiddin Yassin dalam pertemuan dengan parlemen pada 26 Juli lalu menyatakan, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang memberikan dampak kepada rakyat.

“Tapi apa yang benar adalah pemerintahan hari ini tidak hanya memeluk tubuh membiarkan rakyat menderita melainkan senantiasa bergerak dan bertindak menyelamatkan nyawa dan kehidupan rakyat. Yang penting adalah kita mesti bersolidaritas dalam menghadapi ancaman yang sulit ini bukan hanya marah dan menuding karena di sana ada rakyat dan jiwanya sedang susah,” ujar Perdana Menteri Malaysia dalam pertemuan pertama secara fisik sejak Januari lalu.

Istana Negara Malaysia mengeluarkan pernyataan resmi menanggapi keputusan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin, dengan menegaskan Raja Sultan Abdullah tidak memberikan persetujuan untuk mencabut peraturan darurat Covid-19.

Raja menggambarkan pernyataan menteri parlemen sebagai “kontradiksi dan menyesatkan”.

“Yang Mulia menekankan bahwa pernyataan menteri di parlemen pada 26 Juli tidak akurat dan telah menyesatkan anggota parlemen,” jelasnya.

Pada hari penyampaian mosi Anwar Ibrahim di parlemen, Wakil Ketua Mohd Rashid Hasnon mengatakan dua kasus Covid-19 terdeteksi. Sehingga, sidang parlemen kemudian ditunda dan diputuskan lanjut pada Senin mendatang.

Malaysia akan mencabut status penguncian nasional di tengah masih tingginya kasus Covid-19 di negara itu. Pada 25 Juli tercatat kasus ketertularan Covid-19 Malaysia mencapai 1,13 juta kasus dengan angka penambahan 17 ribu kasus perhari. Peningkatan kasus Covid-19 tersebut dipicu adanya varian delta. (rri)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *