Survival Mechanism

Gunung

Batu nisan berkain kapan
intan berlian bukan idaman
negeri dihuni kaum beriman
bertahan hidup laksana bulan

Dapat petunjuk namanya taufik
antrian panjang menjemput kupon
negeri dihuni orang munafik
bertahan hidup layaknya bunglon

Menarik nafas sambil berjalan
tersedak nafas meniup balon
negeri adil berhias bulan
negeri zalim bersulam bunglon

AKHIR bulan tidak sama dengan akhir tahun. Ihwal bulan menjadi terkerat tiga bukanlah sebuah misteri. Ada awal bulan yang selalu diasosiasikan dengan senyum-simpul. Tengah bulan senyum-cemberut. Akhir bulan, kening pun mengkerut. Begitulah istilah tiga kerat bulan populernya.

Berbeda dengan akhir tahun. Sebentar lagi, lebih kurang dua mingguan kurang tahun 2021 akan berakhir. Yang selalu mengemuka lazimnya sebuah prediksi terkait beragam peristiwa bersandar multi kajian pada tahun hadapan. Dari mulai talenta-kisah melankolis para seleberiti, kondisi perekonomian, politik, sosial dan lainnya. Tak kalah menarik tentu saja ihwal kemanusian pada umumnya.

Jengah Jenguk Cendekia (J2C) menjelang akhir tahun mengulas-kilas yang jarang diulas-cermat ihwal ‘bertahan hidup’. Tajuk yang dikemukakan berkait-utuh tentang tata-cara, langkah-langkah (strategi): makhluk bertahan hidup. Dalam bahasa kren milenialnya dikenal dengan istilah ‘Survival Mechanism’ (SM). Terkesan beragam makna yang ‘membebani’ pengertian SM ini. Mulai dari pengertian biasa hingga yang paling sangat tragis: bertahannya mental manusia dari keputusasaan, tanpa harus binasa diri (bunuh diri), misalnya.

Pada konteks yang lebih filosofis menjelaskan cara makhluk hidup, termasuk manusia untuk bertahan hidup walaupun harus saling mohon maaf ‘menghabisi’ (terlalu ekstrem untuk mengatakan saling menghancurkan atau membunuh). Cara ini adalah lakon-laku makhluk yang sudah mahfum secara universal. Berbagai studi akademis dengan beragam teori telah menjelaskannya dengan menawan. Silakan ditelusur. Insya Allah Atok Google akan membantunya.

Merujuk-tumpu ihwal SM tersebut Jengah Jenguk Cendekia mengulas-pintas dua hal cara organisasi bertahan hidup sebagai misal. Pertama, organisasi bisnis yang berbasis instrumentasi keamaman dan pertahanan (peralatan perang). Sangat logis jika ingin bertahan harus ada arena perang-tempur. Arena ini sebagai uji-mumpuni produk yang dihasilkan. Contoh sederhana perang di Nagorno-Karabakh antara Azerbaijan vs Armenia adalah peletak dasar keunggulan drone Bayraktar buatan Turki. Teranyar adalah tingginya ekskalasi konflik diperbatasan Ukraina dengan Rusia yang melibatkan banyak pihak.

Konflik ini salah-salah dapat menyebabkan pemicu perang dunia III (perang nuklir) antara Barat dan Rusia. Susah disangkal jika semua arena perang adalah bagian dari uji coba produk persenjataan terutama yang berkualifikasi menghancur-binasakan, seperti bom nuklir. Dari sini susah disangkal mengemukanya tesis ‘jika organisasi bisnis (perusahaan) yang memproduksi persenjataan perang mustahil akan dapat bertahan, tanpa ada peperangan’.

Kedua, organisasi bisnis berbasis IT (Information and Technology). Walaupun belakangan ini istilah ‘virus computer’ tidak sepopuler satu dasawarsa sebelumnya, paling tidak gangguan ‘makhluk perusak program’ juga ‘pencuri data’ di kumputer ini, tetap wajib diwaspadai. Yang menjadi pertanyaan sesungguhnya keberadaan virus ini bersumber atau menjadi bagian bertahannya perusahaan perangkat lunak atau sebaliknya? Pertanyaan retoriknya adalah: Apakah ‘virus komputer’ diproduksi orang per orang atau secara kelembagaan dalam kerangka mendukung penjualan berbagai produk perangkat lunak (software) anti-virus?

Ulas-simpul berpasak pada kedua misal organisasi tersebut adalah bijak perlunya menjadi bahan renungan menjelang akhir tahun ini. Sebagai bahan renungan tentu saja selain dalam wujud pertanyaan yang bersifat retorik atau pun tidak perlu dikemukakan.

Pertanyaan retoriknya, selain kedua organisasi contoh missal tersebut: Apakah ada organisasi bisnis lainnya? Misalnya bisnis yang berhubungan dengan bidang kesehatan manusia seperti instrumentasi kesehatan, obat-obatan termasuk perusahaan yang memproduksi vaksin.

Pertanyaannya: Bagaimana cara mereka (berbagai ragam perusahaan) tersebut bertahan?

Wallahu a’lam bishawab. ***

Baca : Gunung pun Bernyanyi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *