Setengah Hati

visi vokasi

ALHAMDULILLAH; tetap lah berhati-hati bila nak bepergian menghibur hati. Baik pergi sendiri-sendiri atau pun pergi beramai-ramai. Semakin menjadi-jadi nampaknya serangan Virus Omicron hari-hari belakangan ini.

Jumat lalu, hamba memperoleh vaksin booster; vaksin tambahan yang boleh memberikan perlindungan ekstra terhadap serangan mendadak kuman-kuman renik yang tak nampak itu.

Agak lain memang efek segera vaksin booster ini dibandingkan dengan vaksin-1 dan vaksin-2. Sampai demam sejuk-seram badan dibuatnya.

Tapi hamba puas hati sudah menyempurnakan vaksin. Kalau kena serbuan Omicron juga, apa hendak dikata. Takdir lah itu.

Menafsirkan arti kata “hati” ini memang perlu berhati-hati. “Sakit hati” dalam tafsir psikologi tidak sama dengan sakit liver dalam tafsir biomedis. Kata orang kampung Sakit Kuning.

Lebih runyam lagi soal “patah hati” alias broken heart. Padahal liver=hati, heart=jantung. Kenapa broken heart tidak dibaca “patah jantung”?

Sudah lah. Usah risaukan sangat. “Makan hati berulam jantung” pula nanti. Suka hati dia lah. Pandai-pandai lah menafsirkan.

Yang jelas dalam perkara meraih sesuatu yang kita idamkan itu sangat mesra tautannya dengan kehendak hati kita. Mutu sesuatu yang kita raih sangat tergantung pada kekuatan fokus yang kita berikan saat mengerjakan sesuatu itu. Ya tak?

Kalau hati kita kuat berkehendak (kemauan), maka akan nampak kesungguhan hati dalam mengerjakan sebarang pekerjaaan. Hasilnya pasti lah selalu memuaskan hati, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Itu lah kekuatan bekerja atau berkarya sepenuh hati.

Sebaliknya, jikalau hati sesiapa yang lemah berkehendak (keinginan), maka akan selalu nampak tidak ada kesungguhan hati dalam mengerjakan apa pun. Hasilnya pasti selalu kurang memuaskan hati. Itu lah kelemahan bekerja atau berkarya setengah hati.

Nampaknya ada tautan yang mesra antara urusan sepenuh hati atau setengah hati dengan kualitas tindakan dan pencapaian seseorang. Coba timang-timang.

Perolehan rezeki dari urusan melayani hajat hidup orang banyak juga begitu rasa-rasanya. Orang yang sepenuh hati memberikan pelayanan, rezeki yang ia terima selalu berlebih. Upah plus insentif (bonus).

Dari mana sumber kelebihan rezeki itu datang? Dari doa (energi positif) orang-orang yang merasa puas menerima pelayanan tadi. Maka, terbuka pintu-pintu rezeki lain dari arah yang tak disangka-sangka. Tak usah meminta, dia akan datang sendiri.

Sebaliknya, rezeki yang diterima orang yang gemar memberi pelayanan setengah hati, selalu kurang (tidak penuh). Upah minus bonus. Betul tak?

Dari mana biang keladi kekurangan sumber rezeki itu? Dari sumpah serapah (energi negatif) orang-orang yang merasa sakit hati atau tak puas menerima layanan tadi. Maka, tertutup pintu-pintu rezeki dari berbagai arah. Walau diminta, dia tidak sudi datang.

Jadi, apa-apa yang kita peroleh sesungguhnya sebanding dengan apa yang telah kita berikan (investasikan). Menghendaki sesuatu bernilai lebih, mengharuskan kita bersedia pula melebihkan perhatian (waktu, tenaga, pikiran) terhadap sesuatu yang kita kerjakan.

Jangan minta yang lebih jika tak sudi memberi lebih. Dalam kuliah begitu juga. Jangan minta nilai lebih kalau tidak sudi bertungkus-lumus, berhempas-pulas, dan berpeluh-penat menginvestasikan waktu dalam belajar.

Belajar itu “MuDaH”; Mulai lah Dari Hati..! ~L.N. Firdaus

Apa Maciam…? ***

Baca : Ang Pao

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (2)

  1. sedap na membaca tulisan Prof. Firdaus, yang mengulik tentang “Setengah hati”… itu sangat benar adanya … bila ada kerje tapi tak nak dituntaskan, atau ade tanggung jawab yang diembankan tapi dah betaon taon taon tak ade yang dikerje kan. Betol juge ape kate kengkawan yang merasakan …. kalau lah macam ini bile kite nak maju.

    Tekadang, ade yang nak berkontribusi untuk mengerjekan seseuatu dengan “Sepenuh hati”, dihadang dan dipatahkan … gegare takot tersaingi….. hahahahah itu dinegeri antah berantah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *